Cerita ini berkisah tentang perjalanan ketiga saudara kembar...Miko, Mike, dan Miki dalam menemukan cinta sejati. Bisakah mereka bertemu di usianya yang sangat muda?
Ikuti kisah mereka bertiga ^^
Harap bijak dalam membaca...
Plagiat dilarang mendekat...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"...lalu misalnya lo berhasil dengan cowok itu akhirnya gak bahagia. Jangan dipikir ketika berhasil mendapatkan cowok yang disayang dengan paksaan lo senang. Gak. Kebahagiaan lo semu. Percaya gue. Ikhlaskan semuanya dan walaupun dia bukan kakak kandung tapi sejak lo lahir dia sudah jadi bagian dari keluarga. Begitu, bukan? Sebelum ada masalah ini lo sangat menyayangi meskipun lo sudah tahu faktanya" lanjut Mike pelan.
Winda masih tidak bicara apapun. Sangat malas tapi entah kenapa dirinya jadi mendengarkan Mike karena...bahunya dipegang tapi bukan itu yang jadi fokusnya. Winda merasakan cara Mike memegang berisi ungkapan kalau dia peduli.
"Tolong lo merenungkan sebelum gue pulang" kata Mike memohon.
Mike berpikir sebentar.
"Menurut gue posisi mereka serba salah"
Winda merasa tidak mengerti.
"Ya. Benar. Di sini gue gak membela siapapun. Gue cuma membaca situasi kalian. Kalau mereka memberitahu khawatir lo sakit hati apalagi kakak lo pasti mempertimbangkan itu. Gue saja yang bukan saudara lo bisa melihat kalau lo begitu mengharapkan cowok itu. Gimana dengan kakak lo yang selalu memikirkan kebahagian lo? Satu sisi dia mendapatkan cinta. Dia ingin bahagia untuk dirinya sendiri. Wajar, bukan? Manusia itu wajar ingin bahagia makanya mereka gak segera cerita sama lo. Lo gak mau membiarkan kakak lo bahagia? Kalau gue...gak munafik memang kesal tapi setelah gue pikir gimana juga saudara kecuali kakak lo yang merebut cowok itu dari sisi lo. Itu salah"
Winda jadi menatap Mike.
"Gue yakin lo akan lebih bahagia ketika bersama dengan cowok yang menyayangi lo bukan cewek lain. Cowok itu sudah memilih kakak lo. Perasaan cuma bisa untuk satu orang. Pasti suatu hari nanti ada cowok yang bisa menyayangi lo" kata Mike memberi semangat Winda.
Mike mengelus pelan bahu Winda hanya sebentar dan melepaskan.
"Maaf mungkin gue lancang tapi gue gak bermaksud cari kesempatan untuk menyentuh lo. Gue cuma mau menyadarkan lo" kata Mike pelan.
Mike berdiri.
"Gue pulang saja. Gue yakin lo butuh waktu untuk masalah ini" lanjut Mike pelan.
Winda berhenti melihat Mike dengan berpikir lalu akhirnya Mike berjalan pergi dan Winda melihat kepergian Mike.
"Kenapa dia jadi begitu? Gue merasa asing. Gue mengenal dia sebagai cowok yang menyebalkan dan selalu memaksa tapi..." pikir Winda.
Winda berpikir keras.
"...di saat begini ternyata dia bisa mengerti yang gue rasakan dan terlihat kalau peduli" lanjut Winda pelan.
Mike merenung di dalam mobil.
"Gue...lagi apa? Gue jadi merasa seperti orang dewasa. Sok bijak" pikir Mike dengan menggeleng-gelengkan kepalanya karena aneh dengan dirinya sendiri.
Akhirnya Mike menyetir mobilnya. Winda belum beranjak dari tempatnya duduk karena masih tertegun dengan Mike. Bukan justru memikirkan rasa kesalnya terhadap masalah yang dihadapi.
"Gak. Gimana bisa dia jadi berubah begitu? Apa selama ini dia berguru? Gue memang sudah gak pernah komunikasi dengan dia" pikir Winda dengan menggigit pelan bibir bawahnya.
***
Winda sudah ada di dalam kamarnya dan memikirkan perkataan Mike.
"...gue yakin lo butuh waktu untuk masalah ini"
"Apa memangnya yang harus direnungkan? Memangnya gue harus mengikhlaskan semuanya ya?" pikir Winda pelan.
Akhirnya Winda berpikir hal lain.
"...tapi gue sangat cinta Kak Fandi" pikir Winda sedih.
Hari terus berlanjut. Devie pulang. Ketika itu pukul 16.00 sehingga Winda ada di rumah. Winda segera menghampiri Devie dan Devie berhenti berjalan lalu mereka saling melihat dan Winda berdiri di hadapan Devie. Winda melihat Devie tidak semangat.
"Kak Devie" panggil Winda pelan.
"..."
"Aku sudah sadar tentang sikapku. Aku yang salah. Aku minta maaf atas semuanya. Aku membuat Kak Devie tersiksa. Aku memang masih seperti anak kecil. Sekarang aku ikhlas kalau Kak Devie bersama Kak Fandi" kata Winda menyesal.
Devie berhenti melihat Winda.
"Kak Devie" panggil Winda pelan.
Winda merasa bersalah.
"Aku melakukan semuanya karena aku belum bisa menerima ternyata Kak Devie yang dipilih Kak Fandi tapi sekarang aku sungguh rela. Apa Kak Devie mau memaafkan aku?" kata Winda memohon.
"Kenapa kamu minta maaf? Kamu gak pantas minta maaf sama anak dari seorang pembantu. Aku harus berterima kasih kepada kamu, papa dan mama karena selama ini membesarkan lalu memberi pendidikan untuk aku" kata Devie pelan.
Winda merasa tidak menyangka.
"Kak, kenapa jadi bicara begitu? Kakak..."
"Non Winda, hal yang menyebabkan aku sampai begini bukan karena tentang Fandi tapi fakta..."
Devie merasa sedih.
"...kalau ternyata aku bukan kakak kandung kamu" lanjut Devie dengan mata berkaca-kaca.
"Aku yang salah, Kak. Aku yang mengacaukan Kak Devie jadi tolong maafkan aku. Selebihnya aku gak peduli fakta itu. Kak Devie juga gak perlu memanggil aku Non seperti yang dilakukan Bibi. Aku ini adik Kak Devie" kata Winda memohon.
Devie berusaha menahan air mata agar tidak jatuh.
"Tolong jangan ganggu aku dulu" kata Devie pelan.
Devie berjalan pergi dan Winda melihat kepergian Devie dengan merasa bersalah.
"Kak" panggil Winda dalam hati.
Winda jadi merasa sedih.
"Semuanya salah gue" pikir Winda pelan.
Pukul 18.30. Winda berjalan menghampiri kedua orang tuanya yang datang lalu mereka saling melihat dan berhenti berjalan.
"Di mana kakak kamu, Win?" tanya mamanya pelan.
"Di kamar, Ma" kata Winda pelan.
Akhirnya mereka berjalan menuju kamar Devie dan saling melihat.
"Mama dulu yang masuk ya, Pa?"
"Ya. Tidak apa apa"
Mamanya mengetuk sebentar pintu kamar Devie.
"Devie, papa dan mama sudah pulang. Boleh mama bicara? Tidak lama. Cuma sebentar. Ya?" kata beliau pelan.
Sesekali beliau mengetuk pintu kamar dan memanggil dengan pelan tapi masih tidak ada jawaban.
"Dev, ayo buka dulu" kata mamanya pelan.
Beliau melihat suaminya.
"Pa, gimana?"
"Papa akan menyuruh Bibi membawakan kunci cadangan"
Winda datang dengan pelan dan merasa bersalah. Papanya akan berjalan pergi tapi tidak jadi karena pintu sudah terbuka. Papa dan mamanya melihat Devie lalu mamanya segera memeluk dan mengeluarkan sebentar air mata.
"Nak, ke mana saja kamu? Kami sangat khawatir" kata mamanya dengan merasa sedih.
Devie terdiam lalu mamanya melepaskan pelukan dan melihat terus Devie.
"Jangan begini lagi ya? Mama sedikitpun tidak mau terjadi sesuatu dengan kamu apalagi selama ini kami tidak tahu posisi kamu" kata beliau pelan.
Papanya berjalan maju dan memegang lengan Devie.
"Dev, tolong dengarkan perkataan papa" kata papanya pelan.
Beliau berpikir sebentar.
"Secara biologis kamu memang bukan anak papa dan mama"
Winda semakin merasa bersalah.
"...tapi sejak dia melahirkan dan menyerahkan kamu kami sudah menganggap kamu seperti anak sendiri. Tidak ada bedanya dengan Winda. Papa dan mama berharap kamu tetap sangat menyayangi Winda kalau suatu hari nanti kami menceritakan semuanya" lanjut papanya pelan.
semangat💪