Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur di Bengkel (5)
Kebetulan Kenzie mendapat shift siang, itu artinya dia akan pulang pada pukul 10 malam. Begitu juga dengan Ardi yang mana masih berada di bengkelnya karena merasa tempat itulah yang paling nyaman untuknya beristirahat karena terlalu malas juga berada di rumah.
"Ar, ini sudah malam. Apa kamu tidak berniat untuk pulang," ucap Deva ketika mendapati sahabatnya masih setia dengan satu batang rokok dan kopi.
"Tidak, malam ini aku akan tidur di sini." Jawab Ardi dengan menyesap rokoknya.
"Baiklah aku akan menemanimu," ujar Deva.
"Tidak, kamu pulanglah karena sekarang sudah larut." Jawab Ardi lagi karena tidak ingin membuat sahabatnya akan terseret oleh dirinya.
"Ar, kita sudah berteman sejak kapan. Jika kamu menganggapku sahabat sehidup semati, maka biarkan aku menemanimu."
Ardi tak lagi bisa menjawab, karena Deva akan mengeluarkan jurus andalannya jika mendapat larangan.
"Sudah malam, lekaslah istirahat!" perintah Ardi dan seketika senyuman Deva mengembang.
Entah sudah habis berapa batang hingga banyak puntung rokok di asbak, Ardi yang tak kunjung tidur itu pun membuat Deva terbangun untuk melihat keadaannya.
"Ar, kamu belum juga tidur?" tanya Deva dan melirik ke pergelangan tangannya, benar saja sekarang sudah tengah malam.
"Kamu mau ke mana?" tanya balik Ardi ketika melihat Deva beranjak dari sofa.
"Haus dan ingin minum." Jawab Deva dan langsung pergi ke dapur.
S*su hangat telah di tangan Deva, dengan senyum licik ia pun kembali dan memberikannya pada Ardi.
"Ar, minumlah untuk menghangatkan tubuhmu dan berhenti merokok!" Deva pun menyodorkan segelas s*su hangat kepada Ardi.
"Dev, tapi kopiku masih—."
"Cepat minumlah!" potong Deva dan memintanya untuk segera meminum.
Akhirnya segelas s*su itu pun tandas dalam hitungan detik. Tidak lama kemudian Ardi mulai merasakan tidak nyaman dan beberapa menguap, hingga kedua matanya terpejam.
Kini senyum Deva menghiasi bibirnya dan sesuai rencana jika Ardi sudah tak sadarkan diri. Tidak lupa memindahkannya di atas tempat tidur, sedangkan Deva sendiri juga ikut tidur dan kembali ke tempat asalnya, yaitu di sofa.
Sedangkan saat ini Kenzie yang berada di rumah sendiri tampak gelisah. Entah, apa penyebabnya terlebih kedua matanya tidak mau diajak kerja sama.
"Sial," umpat Kenzie.
Wanita itu terus uring-uringan tanpa jelas dan melempar semua yang ada di dalam kamarnya.
Dengan beberapa tarikan napas, Kenzie mencoba mengatur emosinya. "Bukankah ini bagus jika aku tidak melihat si tuli itu," lirihnya dengan rambut berantakan dan wajahnya yang terlihat kusut.
Sudah pukul dua, tetapi Kenzie masih segar dengan kedua matanya tanpa memiliki rasa kantuk. "Benar-benar baj*ngan!" Lagi ... Kenzie melepaskan semua kekesalannya.
Ini bukan soal Ardi yang mana tidak pulang terlebih lelaki itu juga tak memberi kabar kepadanya. Namun, Kenzie yang takut sendiri karena pernah mengalami masa sulit ketika ditinggalkan kedua orang tuanya bekerja.
Beberapa kali melihat ke arah jam, tetapi bagi Kenzie waktu begitu sangatlah lama. Keringat yang mulai membasahi tubuhnya, meski cuacanya terbilang dingin. Namun, rasa takut telah menguasainya.
Tap.
Tiba-tiba lampu padam, mulut Kenzie terasa kaku dan tidak dapat berteriak. Wajahnya mulai pucat hingga wanita itu beralih tempat untuk berlindung.
"Tidak, tidak ada orang jahat. Ini hanya lampu mati saja," gumam Kenzie dengan tubuh gemetar.
"Bu, ibu ... aku takut, tolong aku, bu." Air matanya mulai menetes, rasa takut benar-benar tidak bisa dihilangkan. Bahkan ponselnya juga dia tidak tahu ada di mana karena rasa takut mengalahkan segalanya.
Pagi hari.
"Dev, aku akan pulang sebentar dan kamu hutang penjelasan padaku nanti." Ardi pun dengan tergesa-gesa meninggalkan Deva di bengkel. Jaket kulit berwarna hitam itu pun tak lupa ia pakai.
40 menit telah berlalu dan Ardi pun akhirnya tiba di kediamannya.
"Harusnya Kenzie masuk pagi, tetapi tumben jam segini belum terlihat bangun." Ardi pun sedikit penasaran karena motor masih ada di garasi, itu artinya pemiliknya masih ada di rumah.
"Sepi," gumam Ardi lagi dan kali ini ia mencoba masuk ke dalam kamar. Mungkin saja wanita itu masih terlelap, jika tidak segera dibangunkan. Entahlah mungkin omelan pagi menjadi sarapannya Ardi.
Pintu kamar terbuka dan Kenzie tidak menutupnya. Netra Ardi menyusuri tiap ruangan dan tidak ada sosok yang dicarinya. Bahkan dari arah kamar mandi terdengar sepi.
"Ke mana dia?" pikir Ardi mulai tidak tenang karena sedari tadi mengedarkan pandangan ke semua arah, tetapi Kenzie tak juga terlihat hingga memutuskan untuk pergi, tapi ... gorden yang masih tertutup membuatnya berinisiatif membukanya.
"Kenzie ...!
Pada saat Ardi hendak menyingkap gorden, siapa sangka jika di bawahnya ada Kenzie dengan keadaan pucat.
"Zie, bangun!" Namun, pada saat Ardi berusaha membangunkan, tetap saja Kenzie tidak memberi respons hingga dengan terpaksa Ardi jiga membopongnya.
"Sebentar aku akan mengambil air untuk mengompres." Ardi yang bersiap untuk mengambil air, tiba-tiba saja lengannya ditahan oleh Kenzie.
"Bu, aku takut. Tolong jangan pergi," ucap Kenzie dengan posisi mata terpejam.
"Sepertinya dia mengigau," batin Ardi.
"Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu. Tahan sebentar karena kamu harus segera di kompres," ucap Ardi seraya melepaskan pegangan Kenzie di lengannya.
Di dapur.
"Apa yang terjadi dengannya? Kenapa sampai demam dan tidur di bawah?" Ardi pun tak henti-hentinya memikirkan soal Kenzie.
Pada kenyataannya, meski seorang bernama Reyhan Ardiansyah tidak dipedulikan oleh sang istri. Bahkan tak pernah dianggapnya suami, tetapi ketika melihat wanita yang amat membencinya jatuh sakit. Ardi pun tetap merawatnya meski di mata Kenzie sendiri lelaki sepertinya tidak pernah dilihatnya ada.
Setelah mengisi ember, lantas Ardi pun kembali ke kamar dan mengompresnya sebelum membuatkan wanita itu bubur.
Terdengar suara ponsel berdering, Ardi pun mencari keberadaan benda pipih tersebut. Anehnya, kenapa ada ponsel itu ada di bawah kolong meja hingga menimbulkan banyak pertanyaan di hati Ardi.
"Lily, siapa dia!" gumam Ardi dan mencoba mengangkat telepon masuk dengan lancang, tetapi tidak ada pilihan lain karena takut jika panggilan tersebut penting.
("Halo, Kenzi! Kamu di mana dan kenapa belum juga sampai?") Sebuah pertanyaan dari perempuan bernama Liliy dan Ardi yakin jika wanita itu rekan kerja Kenzie.
("Di sini suaminya, dia sedang sakit jadi terpaksa aku yang menjawab teleponmu!") Jawab Ardi, setelah itu mematikan panggilan karena lelaki seperti dirinya memang tidak terlalu suka berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa saat kemudian, Ardi sudah siap dengan buburnya. Namun, timbul rasa tidak tega untuk membangunkan Kenzie. Memilih melepas alat bantu dan membaringkan tubuhnya, mungkin saja bisa membuat Ardi sedikit enakan.
Entah sudah berapa jam Ardi tertidur. Kenzie juga sudah bangun, tetapi amarahnya tak bisa dikontrol ketika lelaki di sebelahnya tidak mendengar panggilannya. Hingga, sebuah ide gila muncul, dengan wajah bak rubah Kenzie pun sudah bersiap dengan aksinya.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...