Erika gadis biasa yang harus bekerja keras untuk menyambung hidup karena dia menjadi tulang punggung keluarga.
Namun karena parasnya yang cantik membuat gadis seumurannya iri terhadapnya karena banyak pemuda desa yang ingin mendekatinya.
Hingga suatu hari Erika harus terjebak dalam situasi yang membuat dirinya harus terpaksa menikahi seorang pria asing yang tidak di kenalnya karena kecerobohannya sendiri dan di manfaatkan oleh orang yang tidak menyukainya.
Tara, nama pria itu yang bekerja di salah satu proyek perumahan di desa Erika.
Bagaimanakah kisah Erika dan Tata menjalani kehidupannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astri Reisya Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Hari ini aku dan bang Tara akan melihat rumah baru kami yang baru selesai di renovasi. Kami berencana pindah ke rumah ini nanti setelah anak kami lahir lalu mama dan keluarga ku yang lain datang kemari.
"Gimana kamu suka? " tanya bang Tara setelah aku puas keliling.
"Suka bang, tapi apa gak terlalu besar? " ucapku.
"Biar bisa leluasa sayang" memeluk ku.
"Iya deh" balas ku.
"Oiya, senin aku harus ke luar kota lagi temui suaminya mbak Melda" ucap bang Tara.
"Aku ikut" mengangkat kepalaku melihat wajah bang Tara.
"Tidak boleh, kamu sudah gak boleh berpergian jauh. Ingat sebentar lagi kamu lahiran" balasnya lalu mencubit hidung ku.
Aku pun mengusap perutku yang sudah besar karena usianya sudah delapan bulan. Bang Tara pun ikut mengusap perut ku. Setelah puas melihat-lihat kami pun pulang dengan berjalan kaki karena lumayan dekat dari rumah orang tua bang Tara.
Sesampainya di rumah aku mendengar mbak Elisa sedang mengomeli Davin dan entah apa yang di perbuat anak itu karena selalu bikin masalah. Seperti masalah cewek yang datang ke rumah untuk minta pertanggung jawaban hampir membuat semua orang syok namun aku bersyukur karena bukan dia pelakunya.
"Ada apa lagi sih mbak? " tanya bang Tara menghampiri mbak Elisa.
"Keponakan kamu tuh, dia pulang-pulang babak belur seperti itu" jawab nya sambil memperlihatkan wajahnya Davin yang lebam.
"Lo tawuran dimana? " tanya bang Tara langsung.
"Gue bukan anak SMP atau SMA yang suka tawuran" balas Davin dengan ketus.
"Terus, kenapa wajah lo bisa seperti itu? " tanya nya lagi.
"Salah sasaran" ujarnya.
Bang Tara menatap Davin minta penjelasan dan akhirnya Davin menjelaskan jika dirinya berantem dengan temannya gara-gara temannya menyangka jika ceweknya selingkuh dengan Davin padahal engga karena Davin tidak mengenalnya.
"Makanya punya cewek" ujar bang Tara lalu menarik ku pergi dan masuk kamar.
"Bang" panggil ku pada bang Tara saat di kamar.
"Ada apa? " jawab nya.
"Davin kenapa gak punya cewek? " tanya ku.
Bang Tara hanya mengangkat bahu saja.
"Davin kan ganteng, kenapa gak laku" ujar ku.
Bang Tara menatap ku tajam dan membuat aku kaget.
"Abang kenapa? " tanya ku sedikit takut.
"Kamu berani muji cowok lain di hadapan ku? "tanya nya.
" Cowok lain siapa? "tanya ku bingung.
" Barusan! "
Aku terdiam mengingat ucapan ku hingga akhirnya aku ingat.
"Ya elah bang, sama ponakan sendiri saja cemburu" ucap ku sambil tersenyum.
"Davin itu pria dewasa, ya wajar aku cemburu, kecuali kamu muji Sakti anak nya mbak Melda aku gak akan marah dan cemburu" penjelasannya.
Aku pun tersenyum lalu memeluknya dan mencium pipinya.
"Hanya abang yang aku suka dan cinta" bisik ku di telinganya lalu hendak pergi namun malah di tahan bang Tara.
"Abang" ucap ku dengan nada manja.
"Ini nya belum" tunjuk nya pada bibirnya aku pun tersenyum lalu menempelkan bibir ku.
Namun di luar dugaan tiba-tiba pintu kamar terbuka dan itu bunda.
"Bunda" kaget ku dan bang Tara.
"Kalian ini, bukannya di tutup yang benar" omel bunda.
"Lagian bunda bukannya di ketuk dulu main dorong saja pintunya" omel bang Tara.
"Darurat" ujar bunda.
Bunda masuk karena dia ingin memberitahu bang Tara jika mbak Elisa pingsan dan saat ini sedang di baringkan di kursi. Bang Tara dan aku langsung keluar dan melihat keadaan mbak Elisa.
Saat ke luar mbak Elisa sedang di peluk Davin.
"Minggir" titah bang Tara pada Davin dan dia pun langsung bangkit dan mundur.
"Kita bawa langsung ke rumah sakit" ucap bang Tara dan langsung menggendong mbak Elisa.
Davin pun langsung berlari ke luar dan bang Tara menggendongnya..
"Kamu tunggu di rumah biar abang, Davin dan bunda yang pergi" ucapnya dan aku hanya mengangguk.
Setelah mereka pergi aku pun masuk ke rumah dan di dalam ada asisten rumah dan teh Nina.
"Kasian bu Elisa neng" ujar teh Nina.
"Iya teh, kita berdoa saja mudah-mudahan gak ada apa-apa" balas ku.
Teh Nina pun mengangguk dan aku pun pamit masuk kamar.
Setelah bang Tara pulang dan memberitahu ku jika mbak Elisa harus di rawat karena tekanan darahnya yang tinggi dan takut terjadi apa-apa.
Setelah kejadian itu di rumah sedikit sepi karena bunda di rumah sakit temani mbak Elisa. Hari ini bang Tara juga harus pergi ke luar kota dan di rumah tinggal aku dan asisten rumah karena papa juga pergi ke rumah sakit.
Namun saat sore hari aku kedatangan seorang polisi dan memberitahu jika Davin berada di sana dan harus ada anggota keluarga yang menjaminnya. Akhirnya aku terpaksa pergi bersama mang Dudung biar dia yang bantu karena aku gak mungkin memberitahu mbak Elisa dan bunda yang ada nanti mbak Elisa malah tambah parah.
"Den Davin kena masalah apa neng? " tanya mang Dudung saat di jalan.
"Saya juga gak tau mang" jawab ku.
"Dari dulu den Davin memang sering bikin masalah dan ini bukan pertama kalinya dia di bawa polisi. " ujar mang Dudung.
Aku hanya tersenyum dan tak lama kami sampai, aku pun turun dan di temani mang Dudung masuknya. Aku pun mulai melapor jika aku sebagai penanggung jawab nya. Davin pun di bawa keluar dan dia menatap ku heran karena aku yang datang.
"Silahkan bawa, saya cuman peringatkan jika ini terjadi lagi kami tidak akan segan-segan untuk masukan dia ke penjara" ucap tegas Polisi yang menangkap Davin.
"Baik Pak, kami permisi" ucap ku lalu ke luar.
Davin tidak berkata apa-apa dia langsung naik ke mobil dan duduk di depan. Aku membuka pintu belakang dan duduk di belakang. Tak butuh waktu lama kami pun sampai di rumah dan Davin langsung turun lalu masuk ke dalam rumah.
"Gak bilang makasih, dasar es batu" umpat mang Dudung dan aku hanya tersenyum.
"Aku heran deh neng, padahal semua anggota keluarga rumah ini gak ada yang dingin dan cuek seperti den Davin" ucapnya.
"Mungkin ada alasan tersendiri dia seperti ini" balas ku.
"Iya si neng, den Davin seperti itu sajak masuk SMA, dulu dia gak seperti itu".
" Ya sudah lah mang, mungkin memang pengennya seperti itu"ucap ku lalu turun dan melangkah masuk namun saat sampai di ruang keluarga tiba-tiba Davin muncul dan berkata "makasih" dengan nada dingin.
"Sama-sama" balas ku lalu tersenyum.
Davin pun naik dan aku melangkah masuk ke dapur karena haus jadi aku ambil minum dulu sebelum masuk kamar. Aku pun istirahat karena lelah juga, apa lagi sejak usia kandungan delapan bulan aku males banget gerak.