Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Keesokan harinya, awak media sudah berkumpul di perusahaan Widi dan Denis. Seketika Widi bingung melihat kerumunan awak media yang cukup ramai, Ini pertama kalinya bagi Widi didatangi awak media.
"Kenapa ramai sekali, Dina?" tanya Widi seraya tangannya menutupi wajah.
"Itu awak media Bu Widi."
"Ngapain mereka ke sini?"
"Sepertinya mereka penasaran sama yang viral saat itu, Bu" balas Dina dengan ragu-ragu.
Widi bingung, seolah-olah buntu jalan untuk dia keluar dari masalah ini. Di tengah kebingungan tiba-tiba HP Widi berdering panggilan masuk dari Pak Cakra.
"Halo Assalamualaikum Pak Cakra, ada apa?" tanya Widi dengan sopan.
"Widi tolong ke kantor saya sekarang," sahut Pak Cakra dari sebrang sana.
"Maaf Pak Cakra, ada apa ya?" Widi pun bingung.
"Sudah, kamu datang saja ke sini, " balas Pak Cakra, karena penasaran ia menuruti saja perintah Pak Cakra.
"Pak, ayo kita ke perusahaan Pak Cakra," titah Widi pada sopirnya.
"Nggak biasanya Pak Cakra nyuruh aku ke perusahaannya, daripada mati penasaran mending aku datang saja deh."
Setibanya di kantor, Widi juga di kejutkan dengan hal yang sama di kantornya. Ia bingung bagaimana cara masuk ke dalam, sedangkan depan gerbang terlalu ramai dengan awak media.
"Maaf Bu Widi. Bagaimana caranya kita masuk ke dalam?" tanya sopir yang tengah bingung dengan kerumunan orang.
"Sebentar Pak, saya telepon Pak Cakra dulu," balas Widi bergegas menekan tombol yang langsung menuju nomor Pak Cakra.
Tut
"Halo Widi. Kamu sudah di mana?" tanya Pak Cakra dengan nada khawatir.
"Saya sudah di depan Pak, tapi ramai sekali. Bagaimana cara saya masuk ke dalam?" tanya Widi seraya melihat ke luar yang sangat heboh.
"Kamu lewat belakang saja, saya sudah menyuruh seseorang menunjukkan jalan."
"Oh baik Pak."
Tak berselang lama, datanglah seseorang menggedor kaca mobil Widi. Yang diutus Pak Cakra untuk menuntun jalan lewat belakang atau jalan rahasia.
"Bu Widi ya?" tanyanya dengan lirih, takut jika awak media mendengar.
"Iya, Bapak orang yang di bilang Pak Cakra kan?" tanya Widi seraya menunjuk dengan sopan.
"Iya Bu, mari saya tunjukkan." ucapnya dengan melaju sedikit kencang, agar tidak terlihat oleh wartawan.
"Ayo Pak, kita ikutin Bapak tadi," titah Widi sedikit gelisah.
Mobil Widi melaju meninggalkan kerumunan wartawan, tak berselang lama tibalah mobil Widi di halaman belakang yang cukup luas. Bapak yang menuntun jalan Widi tadi, membukakan pintu mobil Widi pun bergegas turun.
"Mari Bu, ikuti saya."
"Baik pak," Widi mengekor di belakang Bapak itu seraya melihat ke arah gerbang yang sudah di tunggu ratusan orang, tak lama mereka tiba di ruangan Pak Cakra.
"Silahkan Bu, sudah di tunggu Pak Cakra," ucapnya dengan ramah.
"Terima kasih Pak," balas Widi dengan tersenyum ramah.
Widi langsung masuk ke dalam ruangan Pak Cakra. Ternyata di dalam ruangan sudah ditunggu banyak orang termasuk Denis dan bersangkutan di dalam foto viral dengan dirinya.
"Siang Pak Cakra, Pak Denis." Sapa Widi dengan ramah, ia mengangguk pada orang yang tidak di kenali.
"Silahkan duduk Widi." titah Pak Cakra menunjuk ke arah sofa empuk yang sudah tersedia di ruangannya, Widi menuruti perintah Pak Cakra.
"Berhubung sudah ada Widi di sini, mari kita bahas soal yang viral. Widi Bagaimana bisa terjadi hal seperti ini?" tanya Pak Cakra butuh penjelasan agar bisa menyelesaikan dengan mudah.
"Beneran Pak, Saya dan Pak Denis tidak ada hubungan apa-apa, apalagi itu pertemuan kami kedua kalinya setelah insiden tumpahan teh," ujar Widi dengan tegas seraya melirik ke arah Denis yang sedang senyum-senyum sendiri.
"Iya, saya mengerti. Denis juga cerita, sekarang harus bagaimana?" tanya Pak Cakra yang ikut pusing perkara anaknya.
"Apa kalian mencurigai seseorang?" sambung Pak Cakra. Widi dan Denis saling melempar pandangan.
"Bagaimana Widi? " tanya Pak Cakra.
"Hmm." Widi mencoba mencari seseorang yang benci dengan dirinya.
"Bagaimana dengan kamu Denis? Apa ada orang yang benci sama kamu?" tanya Pak Cakra dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Hm, kalo yang benci mah banyak Pa. Aku nggak tahu siapa? Belakangan ini aku nggak memikirkan hal itu,"
"Atau ada orang yang suka dengan kamu, tidak sengaja kamu membuat ia sakit hati?" tanya lagi Pak Cakra. Merasa belum puas dengan jawaban anaknya.
"Aku anggap itu hal biasa, Pa. Apa itu membuat cewek-cewek yang menyukai aku sakit hati?" Denis pun heran, ia merasa tidak melakukan kejahatan para wanita yang menyukainya.
"Cih, belagu amat jadi cowok, sok kegantengan!"batin Widi merasa aneh dengan ucapan Denis.
"Terkadang kita merasa ucapan kita biasa saja, tetapi, tanpa disadari ucapan itu mampu membuat orang sakit hati." jelas Pak Cakra.
Denis dan Widi menganggukkan kepalanya paham apa yang dikatakan oleh Pak Cakra.
"Kok aku jadi curiga sama Dela? Tapi gak mungkin deh, soalnya ua Henti udah sesenggukan meminta maaf sama aku. "batin Widi.
.
.
.
Di rumah pun Widi sama tampak gelisah, ia terus mondar-mandir di dalam kamar.
Sementara itu, Ibu dan Bapaknya Widi merasa heran karena anaknya tak kunjung keluar dari kamar sejak pulang kerja tadi.
"Widi mana Bu, kok nggak keluar-keluar ya?" tanya Wendi pada istrinya seraya menatap pintu kamar Widi.
"Mungkin cape, kan Bapak tahu Widi baru pulang kerja."
"Tapi, Bapak penasaran dengan kejadian siang tadi."
"Sabar aja, nanti juga dia keluar sendiri Kok."
Tak berselang lama, Widi pun akhirnya keluar dari kamar. Ibu dan Bapaknya pun menatap penuh tanya padanya, ia keluar dengan wajah yang tampak banyak pikiran.
"Malam Bu, Pak." Sapa Widi dengan senyum kecut langsung duduk di kursi sebelah Ibunya.
"Kamu kenapa Nak, demam ya?" tanya Nia menempelkan punggung tangan di dahi Widi.
"Widi nggak apa-apa kok Bu," balasnya yang terdengar lemas.
"Kalau nggak ada apa-apa, kenapa muka kamu pucat? Coba ceritakan aja sama Bapak apa yang terjadi di luar sana," sahut Wendi yang tidak dapat memandangi wajah putrinya.
Huft!
Widi hanya bisa melengos, ia tahu kondisi buruk orang tuanya ketika menceritakan kejadiannya di kantor. Capek-capek dia merahasiakan masalah di kantor, tidak sengaja siaran televisi menayangkan wartawan yang ramai di depan kantor.
Seketika Nia dan Wendi menoleh ke sumber suara televisi yang membuat mereka tertarik untuk mendengarnya, begitu terlalu fokus mengamati siaran televisi. Seketika Nia dan Wendi terkejut melihat perusahaan Widi ikut terseret di berita.
"Loh, itu bukannya perusahaan kamu Widi?" tanya Wendi yang masih fokus pada siaran televisi.
Deg!
^^^"Sialan padahal aku merahasiakan ini dari orang tua, eh malah dia yang beritahu!" batin Widi.^^^
"Widi, kamu baik-baik saja kan?" tanya Nia memegang lembut bahu anaknya.
"Eh, iya Bu maaf." Widi pun tergugu di hadapan orang tuanya, ia senyum-senyum malu dengan tingkahnya.
"Kamu kenapa sih Nak, dari tadi seperti anak ayam yang kehilangan induknya," celetuk Nia dengan wajah bingungnya, ia tahu Widi sedang tidak baik-baik saja.
"Coba cerita ada apa?" sambung Wendi.