NovelToon NovelToon
Lezatnya Dunia Ini

Lezatnya Dunia Ini

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Spiritual / Keluarga / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:8.9k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sujud Syukur Yang Mengharukan Dan Si Preman Udin

Suatu malam yang dingin, keluarga Pak Jengkok berkumpul di ruang tamu sederhana mereka. Meski rumah mereka sudah jauh lebih nyaman sejak direnovasi, ruang tamu itu tetap menjadi tempat favorit untuk berkumpul. Malam itu, suasana berbeda. Ada rasa penasaran yang bercampur dengan kegembiraan, karena malam ini mereka berencana untuk menghitung semua penghasilan dari warung, TikTok, dan YouTube selama beberapa bulan terakhir.

Pak Jengkok duduk di depan meja kecil dengan sebuah buku catatan dan kalkulator di tangan. Sementara Bu Slumbat dan Gobed duduk di dekatnya, penuh harap. HP masing-masing mereka tergeletak di meja, siap mencatat angka-angka yang akan segera mereka lihat.

“Baiklah,” kata Pak Jengkok sambil menarik napas panjang. “Kita mulai dari hasil warung dulu ya, Mah, Bed.”

Bu Slumbat mengangguk, sedangkan Gobed yang masih mengenakan seragam sekolahnya ikut bersemangat. Pak Jengkok mulai membuka buku catatan pemasukan harian warung mereka. Satu per satu angka-angka dari hasil penjualan makanan dan minuman di warung tertera. Setelah dihitung, mereka melihat total hasil dari warung mereka selama beberapa bulan terakhir telah mencapai angka yang mengejutkan, Rp 25 juta. Angka itu membuat mereka semua tersenyum bangga.

“Wah, nggak nyangka ya, Mah. Dulu kita cuma jualan seadanya di teras rumah, sekarang warung kita laris manis kayak gini,” ujar Pak Jengkok sambil tersenyum. Ada sedikit air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.

Gobed menyenggol bahu ayahnya, “Itu baru dari warung, Pak. Kita belum cek yang dari TikTok sama YouTube!”

Bu Slumbat lalu membuka aplikasi TikTok di HP-nya. Dengan jemarinya yang gemetar, dia melihat laporan penghasilan mereka dari video-video lucu dan masakan yang telah mereka posting selama ini. Ternyata, dari TikTok mereka telah mendapatkan Rp 15 juta.

“Ya Allah, Mas!” seru Bu Slumbat sambil menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca. “Dulu aku nggak tahu apa itu TikTok, nggak pernah terpikir bisa dapat uang sebanyak ini dari sana.”

Gobed tertawa kecil, “Iya, Mah. Coba kalau dulu Mah nggak belajar TikTok, kita nggak bakal dapat segini.”

Pak Jengkok, yang tadinya terlihat tenang, mulai terisak pelan. “Aku nggak nyangka hidup kita bisa berubah sejauh ini.”

Suasana ruang tamu mulai berubah menjadi hening, hanya terdengar isakan kecil dari Pak Jengkok. Suara napas berat dan air mata mulai turun perlahan. Tapi itu belum selesai. Gobed, yang paling jago soal YouTube, membuka laporan penghasilan dari kanal YouTube keluarga mereka.

“Kalian siap lihat yang dari YouTube?” tanya Gobed dengan senyum penuh misteri.

“Cepat, Bed! Kita penasaran,” jawab Bu Slumbat yang sudah tak sabar.

Setelah beberapa detik, Gobed menunjukkan layar HP-nya kepada orang tuanya. Angka yang tertera di situ adalah Rp 30 juta.

Bu Slumbat langsung menjerit pelan, dan air mata mulai mengalir deras di pipinya. “Ya Allah, Mas! Kita benar-benar diberi rezeki yang luar biasa. Dulu kita cuma bisa mimpi punya uang sebanyak ini.”

Pak Jengkok menunduk, tak kuasa menahan tangisnya. Ingatannya kembali ke masa-masa sulit mereka dulu, ketika jadi pemulung dan berjuang mencari makan dari hari ke hari. Dulu, rumah mereka nyaris roboh, dapurnya bocor kalau hujan, dan untuk makan saja seringkali sulit. Semua kenangan itu seolah kembali menyerang hatinya, membanjiri pikirannya dengan rasa syukur yang mendalam.

Mereka bertiga duduk diam sejenak, membiarkan emosi mereka mengalir. Hingga tiba-tiba, Pak Jengkok bersuara dengan suara serak, “Mah, Bed… ayo kita sujud syukur.”

Tanpa ragu, mereka bertiga turun dari kursi, bersujud di lantai, menghadap kiblat. Air mata mengalir, tidak ada suara selain desahan napas dan doa yang terucap di hati mereka masing-masing. Mereka bersyukur dengan sepenuh hati atas rezeki yang tak disangka-sangka ini. Mereka yang dulu begitu miskin dan hampir putus asa, kini bisa hidup dengan lebih dari cukup.

Setelah beberapa saat, mereka bangun dari sujud mereka. Wajah-wajah mereka masih basah dengan air mata, tapi senyum lebar menghiasi bibir mereka.

“Pak,” kata Bu Slumbat dengan suara lirih, “aku ingat dulu kita nggak bisa beli baju baru untuk Gobed. Sekarang, kita bahkan bisa renovasi rumah, beli HP, dan bahkan punya tabungan.”

Gobed, yang biasanya ceria, kali ini hanya duduk diam sambil menatap orang tuanya. Meski masih kecil, dia tahu betapa berat perjuangan keluarganya dulu. Melihat ayah dan ibunya menangis bahagia membuatnya terharu. Tapi, tiba-tiba suasana berubah ketika Gobed tiba-tiba berkata, “Tapi, Pak, Mah, aku juga mau minta satu lagi, boleh?”

Pak Jengkok dan Bu Slumbat menoleh ke arah Gobed yang tiba-tiba serius. “Mau apa, Bed?” tanya Pak Jengkok dengan lembut.

“Boleh nggak, aku beli PS5? Sekali-sekali kita nikmati rezeki kita buat mainan juga,” katanya sambil senyum nakal.

Pak Jengkok dan Bu Slumbat terdiam sejenak. Lalu, mereka tertawa terbahak-bahak. “Ya, boleh lah, Bed! Setelah semua yang kita alami, masa nggak boleh nyenengin anak sendiri?” kata Pak Jengkok sambil mengacak-acak rambut Gobed.

Malam itu, keluarga kecil ini tertawa bersama, menyadari betapa jauhnya perjalanan mereka dari masa-masa sulit. Mereka tak hanya merayakan kesuksesan materi, tapi juga kekuatan dan kebersamaan yang telah membawa mereka melewati semuanya.

Kehidupan keluarga Pak Jengkok yang dulu penuh perjuangan, kini semakin mapan. Mereka bisa menikmati hasil kerja keras mereka dengan tenang, bahkan sampai membeli PS5, konsol permainan yang diimpikan banyak anak-anak, termasuk Gobed. Hari itu, setelah berdebat singkat tentang keinginan Gobed, akhirnya PS5 mendarat di rumah mereka.

Ketika PS5 baru itu tiba, Gobed langsung bersorak kegirangan. Dia memandang konsol tersebut seperti piala kemenangan, hadiah atas segala kerja keras keluarga mereka. Pak Jengkok dan Bu Slumbat hanya tersenyum dari jauh, melihat kebahagiaan anak mereka yang tak terbendung.

"Pak, Mah, makasih ya!" kata Gobed, melompat kegirangan dan langsung menyambungkan konsol itu ke TV.

Namun, tidak semua orang senang dengan keberhasilan keluarga Pak Jengkok. Di kejauhan, ada seorang bocah yang memandang dengan tatapan penuh iri: Udin, si anak preman kecil yang terkenal galak dan suka pamer di lingkungan mereka. Udin yang sudah terbiasa membanggakan geng motornya di sekolah, kini merasa posisinya terancam. Apalagi, Gobed, yang dulu ia pandang rendah, sekarang punya sesuatu yang tidak bisa dimilikinya—PS5.

Suatu hari setelah pulang sekolah, Gobed sedang asyik bermain PS5 di rumah, sementara suara tawa dan riang terdengar dari dalam rumah. Udin, yang kebetulan lewat bersama beberapa anak buahnya, melihat pintu rumah Gobed yang terbuka. Dari luar, dia bisa mendengar suara permainan yang sedang dimainkan Gobed.

“Huh, dasar sok kaya,” gumam Udin dengan nada sinis. Ia mengerutkan dahi, merasakan bara iri mulai menyala di dalam dirinya. “Gobed itu bukan siapa-siapa, cuma anak bekas pemulung, kok bisa punya PS5?”

Salah satu teman Udin, si Riko, ikut menimpali, “Iya, Din, padahal dulu keluarganya susah banget. Sekarang malah pamer kaya.”

Ucapan Riko semakin memanaskan hati Udin. Tanpa pikir panjang, Udin mendekati rumah Gobed, mengetuk pintu dengan keras, disusul oleh teman-temannya yang ikut berdiri di belakangnya.

“Keluarlah, Gobed!” teriak Udin dengan nada menantang.

Gobed yang sedang asyik bermain, menghentikan permainan sejenak dan berjalan menuju pintu. Ketika ia membuka pintu, Udin langsung masuk tanpa izin, matanya tajam melihat PS5 yang sedang menyala di depan televisi.

"Ini, PS5 yang kamu beli dari uang haram ya?!" tanya Udin dengan nada menuduh.

Gobed, yang tidak menyukai nada kasar itu, menatap Udin dengan tegas. “Bukan urusanmu, Din. Ini dari hasil kerja keras keluargaku. Kalau kamu iri, silakan kerja keras juga.”

Suasana tiba-tiba menjadi tegang. Anak-anak yang berada di belakang Udin mulai berbisik, merasa suasana semakin memanas. Mereka tahu Udin tidak suka jika dihadapkan dengan perlawanan.

Udin mendekatkan wajahnya ke Gobed, berusaha terlihat lebih besar dan menakutkan. “Gue bisa ambil itu PS5 kapan aja kalau mau, Bed. Lu pikir, gue nggak punya cara buat ngambil?”

Namun, bukannya takut, Gobed tetap berdiri dengan tenang. “Kalau kamu mau ambil sesuatu yang bukan hakmu, silakan saja, Din. Tapi aku yakin, kamu tahu apa akibatnya. Jangan cuma sok preman di depan orang lain. Lebih baik kita bersaing secara sehat.”

Perkataan Gobed membuat Udin sedikit tertegun. Anak-anak di sekitar mulai memperhatikan situasi, dan Udin merasa gengsinya terguncang. Bagaimana bisa Gobed, anak yang dulu selalu ia anggap lemah, kini berbicara dengan begitu percaya diri?

Tiba-tiba, salah satu teman Udin, si Anto, menyenggol Udin. “Din, udah lah, nggak usah cari masalah sama Gobed. Nanti kita malah kena masalah.”

Tapi Udin, dengan ego yang terluka, tetap menatap Gobed dengan penuh amarah. Dia mengatupkan giginya, merasa dihinakan di depan teman-temannya. Namun, di balik amarah itu, ada rasa takut yang tidak ia tunjukkan. Ia tahu, sejak keluarga Gobed berubah, banyak orang di lingkungan itu mulai menghormati mereka. Dan jika Udin membuat masalah besar, bukan tidak mungkin ia yang justru akan tersingkir.

“Ini belum selesai, Bed,” kata Udin sambil melangkah keluar. “Gue bakal bikin lo nyesel udah ngeremehin gue.”

Udin berlalu pergi bersama teman-temannya, meskipun dalam hatinya ada rasa ragu dan ketidakpastian. Ia tahu bahwa dirinya tidak bisa seenaknya lagi di lingkungan tersebut. Sementara itu, Gobed kembali masuk ke rumah, masih dengan perasaan lega namun waspada. Ia tahu, meskipun Udin pergi untuk saat ini, masalah mungkin belum sepenuhnya selesai.

Setelah kejadian itu, keluarga Pak Jengkok tetap melanjutkan aktivitas mereka seperti biasa. Gobed lebih sering bermain PS5 dengan teman-temannya, dan warung mereka tetap ramai dikunjungi pelanggan. Namun, di benaknya, Gobed tahu bahwa ia harus selalu waspada dengan ulah Udin, si preman kecil yang masih menyimpan dendam.

Namun, satu hal yang membuat Gobed tetap yakin adalah kepercayaan dirinya bahwa hidup harus dijalani dengan cara yang benar, tanpa harus menyakiti orang lain.

1
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯
dapat inspirasi di mana nama unik begitu wkwk
Zhu Yun💫: Gak suhu kakak, cuma mencoba menuangkan imajinasi aja 😁

follback y kakak
DJ. Esa Sandi S.: eh iya ya ... 11 mantap lah ..

087737663621 (Esa) please ping me yah .. aku mau berguru lebih lanjut padamu suhu /Pray/
total 16 replies
anggita
like👍+☝hadiah iklan. moga novel ini sukses.
DJ. Esa Sandi S.: makasih Anggita,, moga kamu juga sukses ya/Smile/
total 1 replies
anggita
Jengkok, Slumbat, Gobed...🤔
DJ. Esa Sandi S.: hehehe iya, tau gak artinya?
total 1 replies
Princes Family
semangat kak..
DJ. Esa Sandi S.: makasih ya dek , sukses kembali untukmu ya /Drool/
total 1 replies
Maito
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
DJ. Esa Sandi S.: terimakasih suportnya ya 🤗. semoga kamu sukses selalu ya
total 1 replies
Gemma
Terjebak dalam cerita.
DJ. Esa Sandi S.: hehehe . thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!