Celsi harus menjalankan misi yang mengharuskannya berhadapan dengan pria berhati iblis—gelap seperti malam dan dingin bak es. Namun, semakin jauh langkahnya, ia terseret dalam pusaran dilema antara sang protagonis yang menarik perhatian dan sang antagonis yang selalu bermain cantik dalam kepalsuan. Terjebak dalam permainan yang berbahaya, Celsi mulai kehilangan kendali atas pilihannya, dan kenyataan semakin buram di tengah kebohongan dan hasrat tersembunyi
#rekomendasi viral
#kamu adalah milikku!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwika Suci Tifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Celsi berjalan menuju ruang tengah untuk bertemu Mommy dan Papinya. Dia mengarahkan pandangan ke sekeliling ruangan, dan netral matanya bertemu sosok wanita yang meskipun sudah berumur, masih terlihat muda dan sedang merangkai bunga.
Celsi berlari menuju wanita tua itu yang merupakan Mommy-nya dalam dunia novel ini.
"Mommy, kita pergi jalan-jalan bareng, yuk!" ajak Celsi sambil memeluk Mommy dari belakang.
"Eh, Celsi sayang..."
Mommy berbalik arah dan memeluk Celsi dari depan.
"Ayo dong, Mommy," pinta Celsi lagi.
Sekarang, Celsi berdiri di depan Mommy, menatapnya dengan penuh harap.
"Tidak bisa, sayang, nanti ada acara perkumpulan keluarga."
"Itu kan malam, sebentar saja boleh, kan?"
"Tidak bisa, sayang."
Celsi cemberut, otaknya berkelana memikirkan cara untuk keluar dari rumah ini. Jika tidak bisa bersama keluarga, maka Celsi akan menyelamatkan dirinya sendiri karena di sinilah hanya Celsi yang asli.
"Kalau begitu, boleh tidak Celsi pergi sebentar? Tidak akan lama, kok, Mommy."
"Tidak bisa, sayang, kamu itu lama kalau siap-siap, apalagi di kamar mandi. Lihat tuh, sudah jam 6 sore."
Celsi cemberut saat melihat jam, berarti kejadiannya akan terjadi empat jam lagi.
"Ya sudah, Mommy, Celsi siap-siap dulu."
Setelah berpamitan, Celsi berlari menuju kamarnya. Percuma saja membujuk Mommy, akhirnya hanya penolakan yang ia dapat. Tidak tahu apa kejadian berdarah akan segera terjadi.
Celsi mengunci kamarnya, lalu berlari menuju jendela dan mengarahkan pandangan ke bawah.
"GILA..."
Celsi ternganga melihat ke bawah, mirip seperti adegan di film Rapunzel.
"OIYA...."
Celsi kegirangan saat menemukan ide cemerlang. Tanpa basa-basi, ia mengikat selimut, kain, dan baju apa saja yang ada. Setelah cukup panjang, Celsi melemparkannya ke bawah.
Begitu tali kain itu menyentuh tanah, sisi lainnya ia ikat ke tiang dekat kasur.
Celsi membaca doa, lalu mulai turun dengan bantuan kain yang telah ia ikat.
"Hap..."
Celsi menepuk tangannya dan berkacak pinggang saat rencananya berhasil.
"Mau ke mana, Nona?"
Celsi tersentak kaget saat mendengar suara serak di belakangnya, berbicara tepat di samping telinganya. Ia memutar badannya, dan kini tatapannya bertemu dengan mata hitam netral.
Celsi menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat pemandangan luar biasa di depannya. Seolah-olah pria itu adalah malaikat yang jatuh dari langit.
Wajahnya yang tampan dengan tatapan dingin, ditambah pakaian hitam yang dikenakannya, menambah pesonanya. Mirip malaikat pencabut nyawa.
Celsi menatap pria di depannya tanpa berkedip. Dia baru sadar saat mendengar suara sistem.
"Orang yang kamu kagumi itu adalah pemeran utamanya."
"Hah..."
Celsi tersentak kaget, mundur selangkah, dan menatap pria itu dengan waspada.
"Kenapa Xavier ada di sini? Bukankah seharusnya malam nanti?" batin Celsi kebingungan.
Xavier menaikkan alisnya saat melihat perubahan mimik wajah Celsi yang tadinya terpesona, kini ketakutan.
Wanita itu diyakini adalah anak satu-satunya dari Khiel yang bernama Celsi.
'Menarik,' batin Xavier dengan seringai di bibirnya.
Akhirnya, Xavier membuka suara setelah keheningan yang cukup lama.
"Mau kabur ke mana, Nona?"
'Haduh, gue panik banget, sumpah. Tangan gue udah keringat dingin. Apa yang harus gue jawab?' batin Celsi.
"Ehmmm..."
Celsi berusaha menetralkan ekspresinya, seolah tidak tahu siapa pria yang ada di depannya.
"Heh... emang lo siapanya gue?" ucap Celsi ketus.
"Malaikat kematian," jawab Xavier dengan senyum menyeramkan.
Celsi melotot, tetapi segera menormalkan kembali ekspresinya.
"Garing juga candaannya."
"By the way, lo ada urusan apa di mansion gue?" tanya Celsi, berusaha bersikap santai dan tenang di hadapan Xavier.
"Revenge."
'Jujur amat nih orang,' batin Celsi sambil menahan gemas. Kalau bukan malaikat maut, mungkin Celsi sudah jatuh cinta pada Xavier.
"Tidak baik balas dendam. Meskipun kamu merasa puas, apakah yang hilang dari kamu akan kembali dengan membalas dendam? Jawabannya tidak," ucap Celsi bijak.
Xavier terkekeh mendengar ucapan enteng wanita di depannya.
Celsi menelan ludahnya susah payah saat merasakan aura mencekam dari pria itu. Ia menghindari tatapan Xavier yang sungguh menyeramkan.
Xavier menarik tengkuk Celsi dan kembali berbicara.
"Heh... baiklah kalau begitu, gue akan bantai keluarga lo dan gue mau lihat reaksi lo. Revenge, yes or no?"
"Kalau begitu, itu sama saja kita seperti orang yang melakukan itu. Gue cuma akan mendoakan agar dia mendapatkan balasan yang setimpal," jawab Celsi sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Baik, gue pegang kata-kata lo," ucap Xavier dengan seringai.
"Sudah, excuse me."
Celsi menatap tajam Xavier, lalu menyenggol lengannya dengan sengaja dan melanjutkan langkahnya. Namun, tiba-tiba kepalanya terasa pusing, dan akhirnya ia pingsan.
Xavier menangkap tubuh Celsi setelah memberinya suntikan bius, lalu membawanya ke mobil.
Celsi mengejapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya matanya terbuka dengan sempurna. Celsi mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
' lagi-lagi gue bangun di ruangan berbeda'
Celsi menatap sekelilingnya yang hanya bewarna hitam kecuali selimutnya yang bewarna merah tidak ada ventilasi hanya ada lampu remang-remang.
Celsi bahkan tidak bisa mengetahui keadaan luar hal itu membuat Celsi bergidik ngeri.
Celsi berusaha memanggil system dalam batinnya namun tidak ada sahutan dari system.
Celsi berusaha mengingat-ingat apakah ada ruangan seperti ini didalam novel.
" Ada" teriak spontan saat mengingatnya.
Celsi sekarang berada diruang penyiksaan Xavier yang berada di Mension ya dan kamar ini adalah penjara pemerkosaan.
Didalam novel Black love terdapat adegan-adegan +++ yang sungguh kejam.
Celsi meneguk ludahnya susah payah saat mengingat adegan itu, saking sadisnya Celsi hanya membaca sedikit adegan itu dan pada akhirnya Celsi tidak tau apa yang terjadi selain adegan ranjang. Hehehe....
Celsi meratapi nasibnya yang harus terjebak dalam novel laknat ini. Tidak ada jalan lain selain menyelesaikan misi ini, namun Celsi ragu apa bisa kembali hidup-hidup.
" Hiks...hiks..."
Tangis Celsi pecah. Celsi tidak ragu jika orang-orang sebelumnya gagal menjalankan misi ini.
Celsi tidak tau harus berbuat apa, kerena di ruangan ini terdapat CCTV.
Tiba-tiba saja terdapat layar lebar yang menayangkan adegan berdarah sama seperti yang terjadi di novel bab 1 yang bedanya tidak ada pemeran utama wanitanya.
Tubuh Celsi bergetar hebat saat menonton Vidio itu teryata rasanya beda saat hanya membaca saja dan melihat secara live.
" Xavier anjing, setan mati aja sana hiks..." Maki Celsi tanpa sadar.
Celsi menutup tubuhnya dengan selimut dan telinganya ia tutupi agar tidak terdengar suara yang membuat Celsi takut. Berusaha tertidur walaupun sulit akhirnya Celsi tertidur.
Walaupun situasi tidak bersahabat.
Xavier yang sejak tadi menatap layar yang memperlihatkan Celsi dan segala tingkahnya membuat Xavier puas namun ada mimik wajah seolah Celsi sudah tau apa yang telah terjadi hal itu membuat Xavier tertarik untuk mengorek lebih dalam informasi apa yang diketahui Celsi. Ditambah Celsi menyebutkan nama aslinya yang jarang orang tau nama aslinya kecuali orang terdekatnya, selain itu mereka hanya mengenalnya sebagai Zildan.
Seringai menyeramkan tersungging di bibir Xavier. Lalu kembali menonton Vidio hasil karyanya selama empat jam penuh baru akhirnya Vidio penyiksaan itu selesai.
Ditemani Wine yang menemaninya menonton Vidio yang menyenangkan. Setelah selesai Xavier meneguk wine terakhirnya setelah itu meninggal ruangan kerjanya.
Xavier berjalan menuju ruangan Celsi yang berada di ruangan bawah tanah. Di setiap langkahnya penuh dengan aura mengintimidasi dan tatapan datar membuat siapapun yang berpapasan bergetar hebat. Bahkan para pelayan memutar balik arahnya.
Xavier melewati Lorong-lorong hingga akhirnya tiba di depan pintu yang bewarna hitam yang berada di paling pojok bersebelahan dengan gudang.
Xavier membuka pintu dengan sidik jarinya sesuai sensor setelah itu pintu terbuka dan terlihat lah jenjang yang menurun kebawah.
Xavier kembali berjalan dan pada akhirnya kembali bertemu dengan pintu yang berwana sama dimana Celsi berada.
Xavier membuka kenop pintu dan disuguhi dengan pemandangan gelap nan remang-remang. Tidak ada benda lain selain kasur dimana Celsi tertidur sekarang.
Xavier berjalan menuju ranjang lalu menarik selimut yang menutupi tubuh Celsi namun tidak ada tanda-tanda Celsi terbangun dari tidurnya.
Xavier menatap datar melihat kedamaian Celsi tidur, seolah apa yang terjadi padanya bukanlah hal yang serius.
" Sepertinya kurang pertunjukannya"
Tanpa penasaran Xavier menarik rambut Celsi.
Celsi terbangun dari tidurnya saat merasakan rambutnya yang ditarik seseorang dengan sangat kuat.
"Shit...."
"Aw...."
Celsi merasakan kesakitan, berusaha melepaskan jambakan di rambutnya.
Xavier melepaskannya setelah melihat Celsi terbangun.
Xavier mencubit kedua pipi Celsi dengan kedua tangannya dan tatapannya bertemu dengan netral biru Celsi.
Celsi merintih kesakitan akibat ulah Xavier, tidak cukup rambutnya yang merasakan sakit sekarang pipinya pun ikut terasa sakit.
Sepertinya ini karma untuk Celsi karena setiap hatinya menghayal bertemu psikopat sungguh Celsi menyesal mengkhayal kan itu, karena nyatanya tidaklah seindah yang digambarkan di novel-novel.
Dan juga tidak ada ganteng-ganteng pria yang menatap tajam yang ada seram yang dirasakannya.
' System gue mau balik hiks..' batin Celsi yang terus memohon.
"Anjing...."
Tubuh Celsi terhempas ke lantai dingin yang bewarna hitam.
"Aw...."
Celsi menatap Xavier penuh amarah, hatinya tidak pernah henti-hentinya mengutuk dan memaki Xavier.
Xavier tanpa merasa bersalah berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Celsi yang terduduk mengenaskan di bawah lantai sana.
Cukup segitu saja untuk pembukaan hari ini. Xavier akan melakukannya secara perlahan dan melihat sampai mana perempuan itu akan bertahan.
Sedangkan Celsi sudah mengepalkan tangannya menahan amarah dan kekesalannya yang menumpuk dalam hatinya, rasanya Celsi ingin membunuh Xavier anjing itu. Biarkan saja ia kemakan omongan sendiri yang penting harga dirinya tidak jatuh.
" Tuan anda tidak bisa melakukannya yang ada tuan kembali ke awal lagi untuk memulainya lagi. Misi Anda hanya merubah nasib pemeran utama pria dan wanita dan juga tuan tidak bisa membunuh pemeran utama prianya yang ada tuan lah yang terlebih dahulu terbunuh. Tolong tuan sadar diri"
Celsi menoleh kebelakang menatap System dengan sinis. Celsi bangkit dari duduk yang mengenaskan dan duduk di tempat yang lebih baik yaitu ranjangnya.
Celsi memikirkan bagaimana cara untuk merubah nasib para pemeran pria tanpa mendapatkan siksaan.
Niat awal Celsi ingin membuat pemeran utama prianya mencintai pemeran utama prianya namun itu semua harus dipikirkan ulang, karena di dalam novel pemeran utama sudah melakukan berbagai cara namun tidak pernah berhasil dan setelah melihat bagaimana pemeran utama prianya Celsi menjadi tambah tidak yakin.
Di novel pemeran utama wanitanya telah melakukan berbagai cara seperti orang tidak tertarik, benci namun nihil. Lalu pemeran utama wanitanya juga berakting lemah dan tersakiti namun juga nihil malah pemeran utama prianya makin bersemangat menyiksa pemeran utama wanitanya dan akhirnya pemeran utama wanitanya pasrah saja hal itu membuat pemeran utama prianya bosan, akhirnya pemeran utama wanitanya dibunuh. Terus cara apalagi yang harus Celsi lakukan?"
Celsi memijit-mijit kepalanya yang terasa sakit. Stress akan cobaan hidup.
'system" panggil Celsi dalam batinnya.
Tidak ada pergerakan System tetap berdiri diam tanpa pergerakan.
'system'
'SYSTEM....'
Nihil tetap saja tidak ada jawabannya. Celsi menatap tajam System.
" Maaf tuan saya tidak bisa membaca batin, tadi saya berkata seperti itu karena melihat dari mimik wajah tuan"
"Huf...."
Celsi menghela nafas panjang. Celsi tidak bisa bertanya apa-apa, karena ada kamera pengintai .