Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengungkap Kebenaran (1)
"Kau tidak ada pilihan, Max. Menikah dengan Iris sekarang juga atau putramu serta mamimu aku bunuh." Winata tidak bisa mengulur waktu lagi.
"Semudah itu ternyata membunuh orang. Termasuk apa yang sudah kau lakukan pada Maldevi bukan?" Hati Max mendadak sakit teringat bagaimana wanita yang dia cintai harus meregang nyawa karena ulah mereka.
Winata menyunggingkan bibir, lalu menjawab, "Kau tidak ada bukti, tapi menuduhku seperti itu."
"Kata siapa tidak ada bukti?" Kini ini Sandy membuka suara, dia ikut muak menghadapi pria tua bangka ini. "Semua bukti ada disini. Mulai dari pertemuan kalian dengan Nyonya Anita, hingga penyekapan Dean serta Nyonya Mala di hutan tempat dimana bisnis ilegal anda berada."
Sandy mengangkat tinggi map plastik yang ada datangnya. Puas rasanya melihat wajah Winata dan Iris kebingungan.
"Apa maksud mu? Aku tidak tahu menahu tentang kecelakaan itu." bantah Winata mencoba tenang kembali.
"Apakah aku perlu merincikan kejadian sebenarnya? Baik jika begitu akan katakan." Sandy mulai membuka map dan mengeluarkan sebuah kertas. Sepertinya memang sudah disiapkan sejak awal.
"Semua bermula dari Iris yang menaruh hati dengan Max. Saat itu kami," ujar Sandy menunjuk dirinya, Max dan Iris bergantian. "Satu sekolahan dan saat kuliah ternyata Iris berada satu lingkungan kampus juga denganku dan Max. Awalnya masih biasa saja, keponakan mu itu masih bisa menahan diri untuk tidak menempel terus dengan kami."
Sandy memperhatikan raut wajah Iris yang menatap tidak suka padanya. Pria itu hanya tersenyum dan kembali melanjutkan. "Hingga di pertengahan kuliah, Max bertemu dengan gadis cantik dan ramah bernama Maldevi. Keduanya jatuh cinta dan mulai menjalin hubungan. Itu awal sifat iblis keponakan mu bangkit, Tuan Winata."
Mata Iris semakin sengit menatap Sandy, sejak dulu Sandy adalah penghalang dirinya untuk bisa dekat dengan Max.
"Semakin hari hubungan Max dan Maldevi semakin romantis, memantik rasa cemburu yang amat dasyat di hati Iris. Beragam upaya dia lakukan untuk mengganggu Maldevi, namun sering gagal karena Max selalu melindungi gadis pujaannya. Dan memang, sedari awal Max tidak suka dengan Iris, karena dia keponakan dari pria yang tak lain ayah tirinya. Pria yang amat Max benci. Perlu di garis bawahi, bukan kau saja yang membenci Max. Tapi Max juga membencimu, aku juga, aku juga membencimu, Tuan Winata."
Wajah Winata mulai memerah saat Sandy berkata seperti itu.
"Lanjut, lulus kuliah ternyata Maldevi lolos interview menjadi sekretaris di perusahaan Max. Memang dasarnya otak pintar mana mungkin bisa kalah dengan keponakan mu, yang hanya mengandalkan nama Tante Jena. Memang Tante Jena punya kuasa apa di perusahaan, dia hanya mantan istri Tuan Marten."
"Kauuu... " Iris ingin menjawab tapi Sandy tidak memberikan kesempatan.
"Diam. Kau tidak di izinkan bersuara." bentak Sandy bersikap tegas. "Pernah suatu hari Iris berniat menjebak Maldevi dengan musuh Max. Tapi upaya itu gagal karena kami berhasil datang tepat waktu. Meskipun sempat salah. paham dengan seseorang." ujar Sandy, hal itu tentu tidak akan mereka lupakan karena kejadian itu merubah pertemanan mereka dengan seseorang yang tak lain Rico.
"Tidak sekali dua kali, keponakan mu tersayang melakukan cara licik untuk menyingkirkan Maldevi. Bahkan berani memberikan Maldevi obat perangsang, bukan kan itu sangat menjijikkan." Kali ini suara Sandy terdengar marah, seakan Iris sudah memantik api pada mereka.
Wajah Max pun terlihat memerah, tangan pria itu mengepal erat.
"Hingga pernikahan terjadi antara Max dan Maldevi. Kau saat itu mengamuk bukan? Menyewa club dan mabuk berhari-hari." kata Sandy menatap sinis Iris. Wanita itu memegang erat gaun yang dikenakan.
"Dan puncaknya adalah kalian mengorek informasi tentang keluarga Maldevi. Hingga bertemu dengan Nyonya Anita, istri pertama ayah Maldevi. Bersama Nyonya Anita kalian membuat rencana keji. Bahkan melibatkan Tante Jena juga." Sandy menggelengkan kepala seakan ikut merasakan sesak.
"Tiga orang wanita menginginkan kematian Maldevi dan satu orang pria menginginkan kematian Max. Dan ternyata benar, keinginan tiga orang ini terlaksana. Sedangkan anda, harus mengubah rencana lain. Dan inilah rencana nya, memaksa Max menikah dengan Iris." ujar Sandy mengarahkan pandangan ke sekitar ruangan ini.
"Kau mengada-ngada, Sandy." Iris beteriak tidak terima. "Memang sejak dulu kau sangat tidak menyukai aku. Selalu menghalangi aku setiap kali ingin berdua dengan Max.'
BRAKKK
Sandy menendang salah satu kursi yang ada di sampingnya. " Aku mengada-ngada?" tanya pria itu. menunjuk dirinya sendiri.
"Seluruh bukti sudah kami miliki, bahkan sudah aku serahkan ke kantor polisi. Jika kalian tidak percaya, minta om mu itu untuk menghubungi anak buahnya yang bertugas menjaga bisnisnya di hutan. Aku yakin semua pasti sudah hancur tidak tersisa."
Perkataan Sandy membuat Winata segera merogoh ponselnya di saku. Dia menghubungi anak buahnya, hingga suara seseorang terdengar di telinga.
"Selamat malam, Tuan Winata. Bisnis mu sudah aku hancurkan, semua aku kembalikan kepadamu pihak berwenang."
"Siapa kau? Dimana anak buahku?" tanya Winata saat tahu yang mengangkat telepon suara perempuan.
"Anak buahmu, seluruhnya sudah ditangkap oleh pihak kepolisian." jawab wanita dengan kencang.
"Tidak, tidak. mungkin. Polisi berasa di pihak ku. Tidak hanya polisi, pihak lain yang ikut terlibat juga sudah aku suap." ujar Winata tidak percaya dengan ucapan wanita di sebrang telepon sana.
"Winata, tolong aku. Tolong aku, Winata. Mereka sudah menangkap ku." suara wanita lain terdengar di telepon, membuat mata Winata membelalak seakan tidak percaya.
"Hegar, da yang melakukan ini. Tolong aku, Winata."
Baik Max dan Sandy tersenyum puas melihat wajah pias Winata. Iris juga ikut terkejut karena mengenali suara wanita itu.
"Bagaimana mungkin?" tanya Winata menatap Max dan Sandy. "Katakan, bagaimana mungkin kalian bisa mendapatkan semua itu hah?"
"Maaf, Tuan Winata. Ibarat bangkai mau ditutupi dengan rapat, pasti akan tercium juga baunya."
"Kalian jangan senang dulu, nyawa Hiro ada di tanganku." Pria itu langsung mengubungi nomor seseorang.
"Bawa mereka ke tempat yang sudah aku siapkan. Siksa Jena hingga mati dan untuk anak itu buat menangis, jangan beri apapun hingga mati kelaparan." perintah Winata seakan tidak membiarkan mereka selamat.
"Kau lihat, aku bisa melakukan apapun pada mami dan juga putramu, mereka akan mati." ujar Winata yang merasa masih bisa membalikkan keadaan.
"Kau...... " geram Max marah.
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....