Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Mertua
Panas terik matahari di luar sana terasa membakar kulit, seorang perempuan paruh baya berjalan kaki dengan mengadu alisnya, mata tuanya terasa silau menatap jalan aspal yang seolah menguap, mengeluarkan panas.
Lama tak berkunjung, bahkan terakhir kali ia bertemu dengan sang anak menantu adalah ketika hari raya tahun lalu.
Rindu? Ah, entahlah. Emak-emak bernama Asih Suwarsih itu terlalu cuek dan judes untuk dikatakan rindu. Perlakuannya kepada sang anak juga bisa dikatakan tidak terlalu baik. Beruntung saja, sang menantu yang polos dan bodoh seperti Atun malah membuat perempuan itu sedikit nyaman. Atun anak baik menurutnya. Tentu saja itu hanya ia ucapkan di dalam hati, tidak mau memuji.
"Duuullll!" teriaknya ketika sudah berada di depan pintu rumah anaknya. Ia menggedor pintu beberapa kali.
"Kemana si Abdul?" gumam perempuan tersebut celingukan menoleh kiri kanan mencari tetangga yang bisa di tanyai. Namun tak di temukan juga, lantaran siang yang terlalu panas itu membuat hampir semua orang enggan keluar rumah. Termasuk dirinya, berjalan kaki dari gang depan sana sudah membuat keringatnya mengucur hebat.
Tak berapa lama, belum sempat perempuan itu mengoceh, pintu terdengar di buka dari dalam.
"Emak!"
Mata sayu Atun terbelalak melihat kedatangan ibu mertuanya yang tak kalah bengis dari Emak tirinya.
"Minggir ah, emak capek banget ini." ucapnya meminta Atun tak menghalangi langkahnya.
"Maaf Mak." ucap Atun merasa tak enak hati berdiri mematung, ia begitu terkejut dengan kedatangan ibu mertuanya.
"Ambilkan emak minum." ucapnya lagi sambil menyandar di kursi kayu.
"Iya Mak." Bergegas mengambilkan air minum.
"Abdul Mana?" tanya Emak Asih Suwarsih itu, meraih gelas berisi air putih lalu meneguknya hingga tandas.
"Mas Abdul belum pulang dari kemarin Mak." jawab Atun seadanya.
"Lha! Bukannya tadi subuh dia bilang mau pulang?" emak mertua Atun itu berkata dengan serius, kekhawatiran juga terlihat di wajahnya.
Atun menggeleng, dalam hatinya ia bergumam sedikit lega bahwa suaminya itu ternyata semalam pulang ke rumah emaknya.
"Aduh, Abdul kemana ya?" gumamnya khawatir, duduknya mendadak gelisah.
"Memangnya ada apa Mak?" tanya Atun penasaran melihat gelagat emak mertuanya. "Apakah emak lagi perlu uang?" tanya Atun menebak.
Emak asih menggeleng, terlihat ia menelan ludahnya beberapa kali.
"Emangnya Abdul sering gak pulang?" tanya perempuan yang sudah tergolong tua itu, ia membetulkan penutup kepalanya.
"Mas Abdul sering lembur Mak. Tapi kalau sampai tidak pulang, ya tidak terlalu sering." jawab Atun lagi.
"Kamu enggak tanya, dia enggak pulang itu kemana?" cecer Emak Asih lagi.
Atun menggeleng.
"Tun Atun.... Kalau suami tidak pulang itu ya kamu harus tanya! Kamu dimana? Kemana aja? Ngapain nggak pulang? Pergi sama siapa? Begitu!" kesal Mak Asih kepada Atun.
"Atun tanya Mak, cuma terkadang Mas Abdul enggak suka kalau Atun banyak tanya." jelas Atun semakin membuat mertuanya mendesah berat.
"Kamu itu istrinya, kamu harus tahu kemana suamimu. Jangan sampai di luar sana dia semena-mena, entah itu main judi, ataupun main perempuan!" marahnya lagi.
Atun tertunduk mendengarnya. "Emak tidak tahu saja, terlalu sering memikirkan semua itu membuat hati dan jiwa Atun sangat lelah." gumamnya, tentu saja hanya di dalam hati.
"Semalam Abdul pulang ke rumah emak, dan subuh pulang terburu-buru. Kamu tahu enggak apa yang membuat Emak datang kemari?"
Lagi-lagi Atun menggeleng perlahan.
"Sertifikat rumah ini, yang emak simpan di dalam lemari emak, hilang! Emak curiga Abdul yang mengambil dan membawanya." jelas emak Asih, membuat Atun melebarkan matanya.
"Rumah ini Mak?" tanya Atun setengah tergagap.
Emak asih mengangguk. Perempuan tua itu menghela nafas berkali-kali, menyandar dan memijat kepalanya yang terasa pusing.
"Tapi Mak! tadi itu pukul delapan pagi Atun melihat mobil mas Abdul masuk ke komplek perumahan desa ujung sana, ketika Atun mau pulang dari rumahnya mbak Rara. Atun balik lagi ke rumah mbak Rara. Atun pikir mas Abdul mau jemput aku, tapi ternyata tidak ada."
Alis Mak Asih bertaut, ia mencerna ucapan menantunya itu. "Ngapain Abdul kesana?"
"Atun tidak tahu, Mbak Rara juga tidak memberi kabar kalau mas Abdul ada ke sana."
"Emak takut suamimu itu kembali bermain judi Tun. Emak takut...." ucapnya pelan kemudian menjeda.
"Sudah lah Mak, tidak perlu terlalu khawatir. Nanti sore Atun akan balik pagi ke rumah Mbak Rara, semoga saja nanti Atun ketemu Mas Abdul, atau mungkin mas Abdul-nya pulang. Emak tunggu saja di sini ya." bujuk Atun, menenangkan mertuanya.
Perempuan itu menghembus nafas beratnya. "Kamu ngapain ke rumah Rara?" tanya emak asih itu kembali ke mode juteknya.
"Emak sakit." jawab Atun.
"Sakit?" emak asih menautkan alisnya, lalu melanjutkan kata-katanya. "Sakit opo Tun?"
"Sakit gigi, sama bisulan Mak." jawabnya polos, namun membuat mertuanya terkekeh.
"Syukurin! Sebaiknya kamu tidak usah ngurusin dia, biar aja dia kesakitan. Bila perlu kamu sumpahin aja Emak tirimu yang jahat itu mampus sekalian!" Ucap emak Asih sangat bersemangat, bahkan wajahnya tampak berapi-api.
Mata Atun membola mendengar reaksi Emak mertuanya itu. Ternyata banyak orang yang tahu kalau dirinya hanya anak tiri Emka Rodiah.
"Eh, itu maksud emak_" Emak Asih tersenyum kaku.
"Atun sudah tahu semua Mak. Bulek Lilis yang cerita." jelas Atun kemudian tersenyum tipis.
"Oh, begitu." Emak asih menghembus nafas lega. "Syukurlah." gumamnya lagi.
Atun beranjak dari duduknya, lekas ia menyiapkan makan di meja sederhana untuk mertuanya. Ia juga lekas menyiapkan kamar untuk emaknya, kebetulan kamar emak Asih itu masih tertata seperti dulu ketika ia tinggal di sana bersama almarhum suaminya. Atun hanya membersihkan dan mengganti seprei nya.
Sore hari itu, Atun duduk di depan rumahnya dengan galau, bagaimana tidak, sang suami belum tampak juga batang hidungnya.
Khawatir, curiga, dan cemburu pula. Kemanakah gerangan Abdul berkelana hingga tak ingat pulang? Andaikan bekerja harusnya saat ini ia sudah pulang.
Ataukah subuh tadi Abdul pulang? Tapi Atun tidak ada dirumahnya. Ataukah Abdul marah?
Atun merasa kepalanya pusing tujuh keliling memikirkan suaminya, ia lelah mengira-ngira.
Tepat pukul enam sore, tampak mobil berwarna hitam milik Abdul memasuki gang menuju rumahnya diiringi deru mesin yang tentu saja Atun sangat mengenalnya. Senyumnya mengembang dengan perasaan bercampur aduk. Haruskah bertanya? ataukah menyambutnya dengan senyuman seperti biasa?
"Kamu masuk!" perintah emak Asih tiba-tiba mengejutkannya.
Atun menoleh mobil suaminya. Tapi, seperti emak lebih berkepentingan dengan Abdul.
"Masuk!" perintah Emak Asih lagi, perempuan itu sungguh sedang menahan amarahnya.
Dapat di tebak, sebentar lagi akan ada serangan dahsyat dari perempuan tua itu kepada Abdul. Akan lebih baik jika ia tak ikut campur, Atun segera masuk meninggalkan emak mertuanya yang siap menerkam itu.
"Emak?" ucap Abdul gugup, tangannya buru-buru menutup pintu mobil.
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )