Bagaimana jadinya jika seorang siswa SMA yang hidup sebatang kara mendapatkan anugrah sebuah Sistem Spin Kekayaan dan Kekuatan oleh seorang pengemis yang ternyata adalah seorang Dewa?.
Rendi Murdianto, seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara, orang tuanya meninggalkan dirinya ketika masih kecil bersama neneknya.
Hidup Rendi sangatlah miskin, untung saja biaya sekolah di gratiskan oleh pemerintah, meskipun masih ada kebutuhan lain yang harus dia penuhi, setidaknya dia tidak perlu membayar biaya sekolah.
Seragam sekolah Rendi pemberian tetangganya, sepatu, dan perlengkapan lainnya juga di berikan oleh orang-orang yang kasihan padanya. Bahkan Rendi mau saja mengambil buku bekas yang kertas kosongnya hanya tinggal beberapa lembar.
Kehidupan Rendi jauh dari kata layak, Neneknya mencoba menghidupi dia semampunya. Namun, ketika Rendi duduk di bangku SMP, Neneknya harus di panggil sang pencipta, sehingga Rendi mulai menjalankan hidupnya seorang diri.
Hidup tanpa keluarga tentu mem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alveandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria Sepuh
Rendi Murdianto, seorang anak yang hidup sebatang kara semenjak duduk di bangku SMP.
Orang tua Rendi meninggalkannya ketika dia masih kecil bersama dengan Neneknya. Dia menjalani kehidupan jauh dari kata layak.
Untuk hidup sehari-hari saja, kadang mereka berdua harus meminta belas kasihan pada tetangga mereka.
Untung saja biaya sekolah Rendi di gratiskan oleh pemerintah, sehingga dia tidak perlu repot-repot mencari uang untuk membayar uang sekolah.
Seragam sekolah dan keperluan lainnya, semua barang pemberian tetangga mereka, hingga pernah suatu ketika, Rendi harus meminta buku bekas temannya yang kertas kosong tinggal beberapa lembar saja dia gunakan.
Tekadnya untuk merubah hidup sangat kuat, sayangnya tekad saja tidak cukup tanpa adanya dorongan finansial yang mendukungnya.
Puncak kesedihan Rendi ketika dia duduk di bangku SMP, Neneknya di panggil sang pencipta, sehingga membuat Rendi sangat sedih. Orang yang merawatnya sejak kecil, orang yang selalu memberikannya kasih sayang, orang yang selalu mendengarkan ceritanya kini telah tiada.
Tentu saja Rendi sangat terpukul, tapi dia tidak menyerah dengan keadaan, dia sudah berjanji pada Neneknya agar suatu saat nanti bisa menjadi orang yang sukses. Namun, perjalanan Rendi sangatlah berat, dia harus menahan ejekan demi ejekan temannya seiring berjalannya waktu.
Ironis memang, tapi inilah cerita Rendi pria lemah sebatang kara yang tidak memiliki apapun, dia hanya memiliki tekad untuk memenuhi janjinya pada sang Nenek.
...***...
"Rendi!" panggil seorang pria paruh baya pada bocah yang sudah duduk di bangku SMA kelas tiga itu.
"Iya pak Kosim!" sahut Rendi yang langsung menghampiri juragan tempat dia bekerja paruh waktu.
"Kamu belikan lima mie Ayam pak Catra, kembaliannya kamu ambil saja." Pak Kosim memberikan uang enam puluh ribu Rupiah.
Rendi tersenyum senang karena akan mendapatkan uang jajan lima ribu Rupiah "baik pak, pedas semua yah seperti biasa?"
"Iya, cepet Ren, Sulis sudah uring-uringan."
"Siap pak!" Rendi bergegas ke tempat pangkalan Mie Ayam Pak Catra.
Rendi memang bekerja di rumah Pak Kosim sebagai penjaga gerbang Rumah, karena sekolahnya sampai jam tiga sore, jadi dia mengambil sip malam dengan seorang penjaga lainnya.
Rendi bisa bekerja di Rumah Pak Kosim, berkat dia sempat menyelamatkan anak gadis Pak Kosim yang bernama Sulistiawati atau biasa di panggil Sulis, yang hampir tertabrak Mobil saat sedang menunggu jemputan di sekolah.
Rendi memang satu sekolah dengan Sulis, tapi karena watak Sulis yang judes, dia menyuruh Rendi agar pura-pura tidak mengenalnya ketika di sekolah. Rendi tidak membantah sama sekali, baginya sudah di terima bekerja di Rumah Pak Kosim saja sudah berkah untuk Rendi.
Sulistiawati, dia gadis cantik yang manja, di tambah sifatnya yang judes dan kalau bicara ketus, membuat pria malas dekat dengannya, sehingga sampai sekarang, Sulis tidak pernah merasakan apa itu yang namanya pacaran.
...***...
Rendi sangat senang ketika pulang beli Mie Ayam, dia senyum-senyum melihat uang lima ribu kembalian yang ada di tangannya.
"Syukurlah, aku bisa membeli buku yang tinggal satu lembar lagi." ucapnya sambil menggenggam erat uang tersebut.
Rendi baru bekerja di Rumah Pak Kosim dua mingguan, dia merasa enggan mau minta kasbon, karena baginya sudah di kasih tempat tinggal dan makan sehari tiga kali saja sudah cukup untuknya. Selama ini dia harus susah payah mencari makan, malah kebanyakan Rendi berpuasa. Karena itulah Rendi tidak menuntut lebih dari Pak Kosim.
Biasanya Rendi membeli buku atau peralatan sekolah dengan mengerjakan tugas sekolah temannya. Bayarannya seiklasnya, ada yang memberi dua puluh ribu, ada juga yang memberi sepuluh ribu. Namun, karena Rendi sudah terbiasa hidup susah, baginya uang dengan jumlah kecil pun, sudah cukup banyak untuk dirinya.
Saat dia sedang berjalan sambil bersenandung ria, mata Rendi tertuju pada seorang pengemis tua renta, yang terlihat sangat kurus sedang duduk di pinggir jalan dengan lemas.
Rendi yang teringat Neneknya, dia tentu saja langsung menghampiri pengemis tersebut.
"Kakek tidak apa-apa?" tanya Rendi perhatian.
Pria sepuh tersebut menatap Rendi dengan sendu "Cu, beri kakek makanan, Kakek sudah dua hari tidak makan."
Tentu saja hati Rendi langsung terusik, dia saja yang masih muda, kalau sedang tidak ada makanan rasanya tidak karuan, bagiamana dengan pria sepuh renta tersebut.
Rendi bingung mau menjawab apa, dia melihat Mie Ayam yang ada di plastik yang dia tenteng.
Rendi ragu sejenak, mau memberikan Mie Ayam pada pria sepuh tersebut atau tidak. Kalau dia memberikannya takut Pak Kosim marah.
Rendi menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya, dia langsung mengambil satu bungkus Mie Ayam tersebut.
"Kakek, makanlah ini dan ini ada uang kecil, buat pegangan Kakek." Rendi tidak peduli jika di marahi Pak Kosim, baginya menolong pria tua itu lebih penting.
"Terima kasih banyak, Cu." ucap Pria sepuh tersebut sambil tersenyum.
"Sama-sama Kek. Rendi pergi dulu yah Kek." ketika Rendi berdiri dan akan pergi, pria sepuh tersebut memanggilnya.
"Cu, tunggu dulu."
Rendi menoleh ke arah Pria sepuh tersebut "iya, ada apa yah Kek?"
Pria sepuh tersebut menyodorkan sebuah ponsel, tapi layarnya hanya berisi gambar Spin "ambillah itu sebagai hadiah, karena kamu sudah baik dengan Kakek."
Rendi menatap benda yang seperti Ponsel tersebut, dia menyentuhnya tapi layarnya tidak berubah sama sekali.
"Ini apa K...." saat Rendi mau bertanya pada pria sepuh tersebut, sosoknya sudah menghilang dari sana.
Sontak saja Rendi terkejut, tubuhnya merinding "jangan-jangan dia jurig!"
Rendi memasukkan benda yang seperti ponsel tersebut ke sakunya, dia kemudian lari pontang-panting karena ketakutan.
Rendi tidak berani menoleh ke belakang, dia terus berlari hingga sampai di Rumah Pak Kosim.
Teman penjaga Rendi bertanya "kamu kenapa Ren? Seperti di kejar setan saja."
Rendi mencoba menyetabilkan napasnya, sebelum dia menjawab "Iya, aku melihat setan!"
Rendi terlihat sangat ketakutan, sehingga temannya itu mengernyitkan dahi, kemudian dia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha... Kamu gila yah? Mana ada Setan sore-sore begini." ejek temannya sambil tertawa terpingkal-pingkal.
"Terserah kamu saja!" ucap Rendi ketus dan langsung masuk ke dalam Rumah pak Kosim.
Rendi bingung mau memberikan alasan apa, karena Mie Ayam yang dia beli tadi di berikan pada pria sepuh yang kelaparan, tapi pria itu tiba-tiba menghilang.
Rendi hanya bisa menghela napas berat, dia yakin kalau Sulis akan memarahinya habis-habisan nantinya.
Rendi dengan langkah berat menghampiri pak Kosim "Pak ini Mie Ayamnya, tapi tadi aku tidak sengaja menjatuhkannya satu."
Baru saja Rendi berkata, Sulis yang memang menunggu Mie Ayam tersebut langsung marah "Kamu ini teledor banget sih jadi orang! Baru di kasih tugas seperti itu saja tidak becus!"