Impian Khanza sebagai guru Taman Kanak-kanak akhirnya terwujud. Diperjalanan karier nya sebagai guru TK, Khanza dipertemukan dengan Maura, muridnya yang selalu murung. Hal tersebut dikarenakan kurang nya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil serta ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaan nya. Karena kehadiran Khanza, Maura semakin dekat dan selalu bergantung padanya. Hingga akhirnya Khanza merelakan masa depannya dan menikah dengan ayah Maura tanpa tahu pengkhianatan suaminya. Ditengah kesakitannya hadir seseorang dari masa lalu Khanza yang merupakan cinta pertamanya. Siapakah yang akan Khanza pilih, suaminya yang mulai mencintai nya atau masa lalu yang masih bertahta di hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 36
...sebelumnya.
"Oh ya, bagaimana rencana makan malam dengan FN Group?"
"Ayah dengar katanya dari pihak sana meminta dimajukan waktunya. Kamu sudah mempersiapkan semuanya?"
"Belum, Yah. Herman sedang meeting diluar."
"Kok, Herman? Ayah tanya sama kamu, Darren."
Darren menghela nafas panjang. Sumpah demi apapun perutnya lapar sekali sekarang. Tidak sarapan dirumah dan nasi uduk yang dia inginkan harus rela dimakan oleh ayahnya padahal dia mendapatkan nya dengan membuat drama dengan sekretaris pribadinya, Herman.
"Maaf, Yah. Darren makan dulu ya, laper." Tidak menunggu tanggapan dari ayahnya, Darren meninggalkan ruangannya.
Tinggalah Agung sendiri diruangan putranya. "Oh iya, ya, kan tadi bekal Darren aku makan." monolognya.
***
Seperti biasa setelah semua keperluan putrinya rapi, Khanza, mengantarkan nya kesekolah dengan menggunakan mobil pemberian suaminya yang memang di peruntukkan untuk antar jemput Naura.
"Bunda, hari ini Bunda tunggu Naura lagi seperti kemarin?" Naura kira kemarin Khanza ada sebelum putrinya keluar karena menunggui nya dari semenjak dia masuk kelas.
"Kenapa memang, sayang?" Saat ini keduanya masih didalam mobil hendak berangkat sekolah. Setelah memastikan seatbelt yang melingkar didada Naura sudah benar barulah Khanza memasang seatbelt di badannya.
"Nanti Bunda bosan kalo nunggu Naura sampai pulang. Mending Bunda dirumah aja, istirahat. Naura tahu Bunda kan capek, tadi siapin masak sarapan untuk Naura."
"Iya, sayang. Nanti setelah antar Naura, Bunda langsung pulang.
Naura tersenyum, "Naura, sayangggg banget sama Bunda. Dan makasih nasi uduk nya tadi pagi. Enak banget. Naura sampai kekenyangan ini." Dia mengusap perutnya yang memang sedikit membuncit. "Sayang, daddy gak makan masakan Bunda." Senyum Naura memudar.
Begitupun dengan Khanza saat mendengar ucapan putrinya. Jika dipikir-pikir suaminya jarang sekali makan masakan dirinya. Kalo makan itu hanya sedikit. Terlihat sekali seperti terpaksa. Namun kini Khanza belajar masa bodo. Dia tidak perduli masakannya akan dimakan atau tidak oleh suaminya. Apalagi semenjak peristiwa kemarin malam saat Khanza yang secara tidak sengaja menemukan tanda merah dileher suaminya. Sakit. Teramat sakit hatinya. Mungkinkah karena itulah suaminya tidak sudi makan masakan dari tangannya. Ada wanita lain yang membuat perut suaminya kenyang selama ini.
"Bunda, Bunda kok ngelamun?"
Khanza mengerjap.
"Bunda kalo gak enak badan tidak usah anter Naura sekolah. Biar Naura berangkatnya diantar Pak Budi saja. Supir dikediaman keluarga Darren yang selalu standby jika diperlukan tenaga nya.
Khanza terharu karena perhatian putri sambungnya, "tidak sayang, Bunda sehat. Kenapa Naura bisa berpikir Bunda sakit?"
"Habis, Naura lihat sejak Daddy pulang malam Bunda selalu melamun. Suka bengong."
Deg!
Rupanya Naura sangat peka dengan perubahan dirinya. Padahal sudah berusaha menyembunyikan kegelisahan hatinya. Dan berusaha bersikap wajar dan ceria didepan putrinya. Khanza maju lalu mencium kening Naura dalam. Setelah itu barulah dia menjalankan mobilnya.
Seperti biasa sepanjang perjalanan dimobil diisi celotehan Naura. Dia yang sudah di bangku Sekolah Dasar sikapnya masih saja bawel. Tidak seperti sebelum Naura bertemu Khanza dulu, pemurung, selalu takut jika bertemu orang asing. Dan semuanya berubah sejak Naura beribukan Khanza yang penyabar, penyayang dan tulus.
"Bunda!"
"Ya, sayang?"
"Bunda gak kangen ngajar lagi?" dari obrolan random Naura tiba-tiba beralih topik yang tidak pernah Khanza tebak sebelumnya.
"Kenapa gitu nanya Bunda kangen apa gak mengajar?" Tanya Khanza sambil memegang kendali mobil. Menjaga jarak dengan pengemudi lain didepannya. Terkadang matanya awas melihat ke belakang melalui spion terutama saat dia hendak berbelok atau pun mendahului pengendara didepannya yang jalan nya terlalu lelet menurutnya. Khanza mempelajari hal-hal penting dalam mengemudi yang dia peroleh dari mengikuti kelas kursus menyetir.
"Tanya aja. Kan Naura udah besar."
"Udah besar ya?" Senyum jahil ketika berkata Naura, putri sambungnya itu sudah besar.
"Iya sudah besar. Jadi Bunda lebih santai sekarang." Naura menjawab sambil melipat tangannya didada dan pipi yang menggembung, kesal karena sang ibu sepertinya tertawa mengejek.
"....sudah pantas punya adik," cicit Naura sambil mencuri pandang ke arah ibunya. Bicara pelan karena takut sang ibu tersinggung dan marah padanya. Selama ini Naura berpikir kenapa Bundanya tak juga hamil-hamil padahal dia sudah ingin sekali memiliki adik. Apalagi adik perempuan jadi dia ada teman bermain nanti.
yg terus kejam terhadap Khanza 🤔🤭