NovelToon NovelToon
My Murid My Jodoh

My Murid My Jodoh

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Beda Usia / Teen School/College / Cinta pada Pandangan Pertama / Terpaksa Menikahi Murid
Popularitas:236.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: ils dyzdu

Cinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar.

Halim merasakan sesuatu yang begitu menggebu untuk segera menikahi gadis itu. Agar Halim tidak mengulangi kesalahannya di masa lalu.

Apakah Halim berhasil mendapatkan hati Medina?
Apakah Medina menerima cinta dari Halim yang merupakan Gurunya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ils dyzdu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Bibir Halim berkedut-kedut seperti menahan senyum.

“Dek, Adek tadi manggil Abang, ya?”

Medina mengangguk. “Iya. Karena Bang Halim ‘kan udah jadi Suami Medina. Masa tetap manggil Bapak. Kalau di sekolah nanti manggil Suami sendiri dengan Bapak, berdosa gak ya, Bang?”

Aduh! Dada Halim terasa tidak nyaman. Dadanya begitu sesak, dengan bunga-bunga cinta yang subur sedang bermekaran di dalamnya.

Halim bahagianya bukan main. Satu persatu keinginannya dikabulkan Allah.

Menikah dengan Medina, cek! Dipanggil Abang, juga cek! Asal jangan dipanggil Allah aja! Hiiii, astaghfirullah! Jauh-jauh dulu, Ya Allah. Punya anak sama cucu dulu sama Medina, ya Allah.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Halim jadi bertakbir, dengan nada takbiran lebaran Idul Fitri di dalam hati. Dia sibuk tersenyum menatap wajah cantik Istrinya yang duduk di sebelahnya ini.

Tapi karena rasa dada yang tidak nyaman, tangan Halim refleks menyentuh dadanya.

Medina yang memperhatikan langsung mengerutkan alis.

“Abang, Abang kenapa?”

Halim tersentak dari kegiatan refleksnya yang aneh itu.

“Eh, Abang kenapa?” Halim membeo.

“Abang lapar, ya? Sebentar, ya? Medi ambilkan makan dulu.”

Medina bangkit dari duduknya dan pergi ke dapur. Halim bahkan belum sempat mencegah Medina pergi.

Yang dia pegang ‘kan dada? Kenapa Medina berpikiran kalau dia lapar? Kalau dia pegang perut, baru bisa dibilang lapar ‘kan?

Halim senyum-senyum sendiri jadinya. ‘Duh, Dek! Kenapa Adek menggemaskan gini ‘sih?’

Tak lama Medina datang dengan membawa nampan berisi piring nasi beserta lauk pauk, dan segelas air putih.

Medina meletakkan nampan itu di atas meja. Dia kemudian mengambil piring nasi itu dan menyerahkan pada Halim.

“Abang, Abang makan dulu, ya?”

Aduh! Suara dan nada bicara Medina kenapa lembut kali? Entah kenapa Halim ingin jingkrak-jingkrak sekarang. Yiha! Yiha!

Halim menerima piring itu dengan senyuman manis. Membuat sang Istri tersipu dan salah tingkah.

Melihat Medina begitu karena senyumannya, Halim bertekad akan senyum terus di depan Medina. Dia akan membuat gadis pujaannya itu selalu tersipu akan senyuman manis yang dia punya. Eaaaak.

“Abang, maaf, ya? Medi gak bisa temani makan.”

“Oh, gapapa, Dek. Adek masih ada kerjaan, ya?”

“Ehm, Medi mau ijin mandi, Bang. Medina udah gerah seharian pakai baju ini. Boleh ya, Bang?”

Halim mengangguk. “Iya. Ya udah, Adek mandi aja sekarang. ‘Kan udah gak ada orang.”

Medina tersenyum lebar. “Makasih ya, Bang?”

Medina langsung ngacir menuju kamarnya. Sedang Halim masih sibuk senyum-senyum menatap Istrinya yang berlari itu.

‘Subhanallah! Istri Sholehah. Mau ke kamar mandi aja dia ijin. Uuuhh. Aku makin cinta.’

Sekarang matanya menatap piring yang sedang dia pegang. Dia menatapnya dengan tatapan memuja.

‘Ini pelayanan Medina yang pertama setelah jadi Istri aku. Kok aku sayang mau makannya! Bisa gak ya aku kasih balsem sama boraks, abis itu dibungkus biar jadi mumi. Mumi piring berisi nasi Istriku yang cantik. Hihihi.’

Halim terkikik sendirian di ruang tamu. Kalau ada orang yang lewat, mungkin dikira Halim lagi kesurupan.

Halim ambil hp yang tersimpan di kantung celana. Cekrek! Cekrek! 2 foto sudah cukup mengabadikan momen indah ini.

Krucuk. Krucuk.

Perut Halim berbunyi, yang tandanya sudah minta di isi.

Halim mencebik. ‘Uuhh! Baru aja aku berpikiran yang bagus-bagus! Uuuhh dasar perut! Aku makan aja kali, ya? Buat tenaga untuk berduaan sama Istri aku. Hehe.’

Dengan membaca basmallah, Halim melahap makanan itu. Dalam hati dia sudah semangat untuk merasakan lezatnya masakan Istrinya nanti. Di rumahnya, rumah mereka.

“Assalamu’alaikum. Assalamu’alaikum.”

Suara seseorang di luar mengalihkan atensi Halim yang lagi sibuk makan. Dia segera meletakkan piringnya ke atas meja, dan langsung berdiri menuju pintu.

“Wa’alaikumsalam. Eh, ada Tante sama Om. Mari masuk, Tante, Om.”

“Ya Allah, Haliiim! Akhirnya lu kawin juga!” teriak heboh wanita yang tak lain adalah Mama Reno.

Halim langsung cengengesan.

Mama dan Papa Reno masuk ke dalam dan dipersilakan duduk.

“Tante, Om. Sebentar, ya? Halim panggil Ibu sama Medina.”

Halim membungkuk untuk mengambil piring makannya tadi. Akan dia bawa sekalian ke dapur. Segan pulak lah ya ‘kan? Masa ada bekas piring makan dia terhidang di meja? Gak sopan kali.

“Iya, Lim!” Mama Reno mencolek lengan Suaminya setelah Halim tidak tampak lagi. “Pa, Halim makin ganteng ya semenjak nikah.”

Papa Reno mencebik. “Ya elah, Ma. Baru juga beberapa jam Halim nikah. Udah dibilang semenjak.”

Muncung Mama Reno langsung maju. “Uuuhh, Papa! Dasar laki-laki! Memang gak tahu mana ganteng sama gak!”

Papa Reno seketika menjadi bingung mendengar ocehan gak jelas Istrinya ini. Sebenarnya lebih ke sakit kepala ‘sih.

“Ma, Mama udah minum obat?”

Mama Reno langsung mendelikkan mata. “Apa? Papa kira Mama gila, ya? Berantam aja udah kita sekarang, yok!” Mama Reno udah menggulung lengan bajunya, mengambil ancang-ancang.

Sedang Papa Reno sudah meringis dan menggaruk kepala.

.....**.....

Halim langsung menuju dapur. Dia menyibak tirai dan langsung disuguhkan dengan Mertuanya yang sedang membungkus tempe.

Halim tersenyum sendu. Malam-malam begini, Mertuanya masih sibuk bekerja. Padahal satu harian ini sudah sibuk dengan acara akad nikah mereka. Subhanallah.

Halim berjalan mendekati Widya. “Ehm, maaf, Bu?”

Widya yang sedang asyik langsung terjengkit kaget. “Copot! Copot! Subhanallah! Eh, Halim.”

Halim hampir saja pasang ekspresi kaget. Tapi untung langsung bisa dia bersikap biasa aja. Paling hanya terkekeh yang dia lakukan, di depan Mertuanya yang ternyata latah ini.

“Bu, di depan ada Mama sama Papanya Reno.”

“Oh, iya? Ya udah, Ibu biar ke depan. Halim panggil Medi, ya?”

“Iya, Bu.”

Widya segera beranjak pergi menemui tamunya. Sedang Halim ke wastafel untuk mencuci piring bekas makannya tadi.

Setelah selesai baru dia pergi ke kamar Istrinya.

Halim mengetuk pintu dengan pelan sekali.

“Adek.”

“Saya, Bang,” sahut Medina dengan lembut sekali, dari dalam kamar yang tertutup pintunya.

Halim senyum-senyum sendiri mendengar suara Medina yang lembutnya bagaikan baldu itu. Kemudian dia sadar untuk apa dia memanggil Medina.

“Adek, di depan ada Mamanya Reno. Kita temui, yuk?”

“Sebentar ya, Bang.”

Halim tersenyum lagi. Sungguh dia belum ada niatan untuk masuk ke kamar Istrinya. Dia menunggu dengan sabar di depan pintu.

Ceklek. Pintu terbuka. Menampilkan Medina yang sudah berabaya dan berhijab syar’i seperti biasa. Dia tersenyum pada Halim.

Entah sudah yang ke berapa kali Halim terpukau dengan kecantikan alami Istrinya ini.

‘Dah lah! Ingin rasanya segera aku bawa ke kamar.’

“Abang temani Ibu dulu, ya? Medi bikin teh dulu.”

“Ah, iya. Abang duluan, ya?”

Medina mengangguk dan pergi ke dapur. Halim langsung pergi ke ruang tamu.

Melihat Halim, Mama Reno langsung sumringah.

“Ya Allah, Lim! Gak nyangka banget gue, elu nikahnya sama Medina. Anak Murid elu sendiri lagi!”

Halim terkekeh dan mengusap tengkuk belakangnya.

“Alhamdulillah, Tante. Jodoh Halim gak jauh-jauh rupanya.”

“Si Reno ‘tuh, ya! Bukannya dibilang kalau elu udah ngomong bakalan buat acara hari ini!” Mama Reno mengalihkan atensinya pada Widya.

Widya ketawa. “Haha, Reno sibuk kali, Kak. Makanya dia lupa.”

Tak lama Medina datang membawa teh manis panas dan sepiring cemilan.

Omongan Mama Reno yang hebohnya tidak ketulungan itu, membuat suasana rumah ramai dan pecah.

Di sela-sela ngobrol, Mama Reno hendak minum. Saking enaknya bercakap, dia sampai tidak tahu kalau tehnya ternyata masih panas. Asal main seruput aja. Jontor dah bibirnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 21:30. Mama dan Papa Reno pamit untuk pulang. Sebenarnya ‘sih dia masih ingin mengobrol. Tapi mengingat hari ini sibuk dan capek, pasti sang empunya rumah ingin cepat istirahat.

“Sekali lagi selamat, ya? Duh! Gue jadi terharu. Dah, ya? Gue pulang dulu, Halim, Medina. Ayo, Wid! Kami pulang dulu. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” jawab mereka kompak.

“Hati-hati, Tante.”

“Iyo!” teriak Mama Reno dari motor yang sudah jalan.

Widya menoleh pada Anak dan Menantunya. “Dah, yuk masuk! Kalian cepat istirahat, ya? Pasti capek seharian ini.”

“Iya, Bu,” jawab Halim dan Medina.

Widya berlalu menuju kamarnya. Dia juga berpesan pada Halim untuk jangan lupa mengunci pintu.

Halim langsung mengunci pintu. Setelah selesai dia berbalik dan memperhatikan Istrinya membereskan sisa jamuan tamu tadi.

Halim mendekat dan membantu membawakan nampan itu menuju dapur.

“Abang. Piring bekas makan Abang tadi mana? Biar Medi cuci sekalian?”

“Tadi udah Abang cuci,” jawab Halim yang sedang ada di kamar mandi untuk mengambil wudhu.

Medina meringis. “Kok Abang yang cuci? Maaf ya, Bang.”

Medina menunggu jawaban Halim yang belum selesai berwudhu.

Setelah selesai berwudhu, Halim menghampiri Medina yang sedang berdiri bersandar pada meja makan.

Halim tersenyum lembut. “Gapapa, Dek. Cuci piringnya besok pagi aja, ya? Sekarang ambil wudhu, ya? Abang tunggu di kamar untuk sholat berjamaah.”

Medina sedikit tersentak kaget. Tapi dia langsung mengangguk patuh pada Suaminya.

Halim tersenyum dan mengusap singkat puncak kepalanya yang masih tertutup hijab. Setelah itu dia pergi menuju kamar.

Medina langsung jantungan. Apakah setelah sholat, Suaminya akan menunaikan kewajibannya? Apakah Medina sudah siap?

......***......

Assalamu'alaikum Pembaca aku 🤗.

Kira-kira habis sholat, orang itu ngapain ya, Weh? Apakah main congklak seperti kata Kak Irma Dwi?🤣

Makasih banyak udah mampir ya, Weh. Selamat membaca para Pembaca aku yang manis melebihi gula tebu.

Akoh pada kalian, sarang heo love muah muah 💐❤️🤟🏻

Gimana menurut kalian gambar ku ini, Weh? Aku belajar gambar art kayak gini.

Ecek-ecek nya ini Halim sama Medina. Wkwk.

1
kori fvnky
Biasa
kori fvnky
Kecewa
Mika Saja
wah siap2 ketemu mantan TTM nih si Halim,,,,,,bang Reno kpn nyusul Halim nih
Mulyana
lanjut
Rizky Aidhil Adha
vote buat debay HalMed😅😘
dina
alur ceritanya sederhana, mudah dipahami
Hesty
thoor jgn aa poligami dan pelakorr yachh
semnget buat novwlnya
Jumlan Mokoginta
seru
oca rm
ka, kapan up lagi?
Febrianti Ningrum
kalo jantung bang Halim keluar dari t4nya nanti mesina jadi janda muda.. kasian bang.. sering2 cek up ke dokter ya bang hiihii 😁😁
menik sobul
hilal jodoh
Febrianti Ningrum
emang kamu udah nanya Med sama cewek tadi atau sama halim nya sendiri? jgn langsung beranggapan kalo cewek td itu istrinya halim. harusnya klo gak tau ya bertanya, kan jadi sesat gitu pikirannya. su'udzon kan jadinya sm halim..
Febrianti Ningrum
plisss kakak author yg baik jangan sampai ada kondlik yg beraaat,rumi,njelimet,dan puanjaaaang.. cukup konflik sedikit dan ringan kemudian bisa diatasi dg baik. and than happy ending 😊
Febrianti Ningrum
auto buyar moment romantisnya weeeh
Febrianti Ningrum
😅😅😅😅
Febrianti Ningrum
Cerdas memang si Nona ini, biar meyakinkan kalomitu kata2nya oaknHalim direkam sekalian.. Valid buktinya!
Febrianti Ningrum
Nona jodohin aja sm pak Abbas heehee
Febrianti Ningrum
spek bidadari mah banyak yg antri..
Febrianti Ningrum
hadeeeh nama bagus2 annisa medina kok di panggil me, coba panggilannya agak bagusan dikit, dina apa nisa gt.. risih aja dipanggil me
Febrianti Ningrum
pliiiis dek balas.. abang halim uring2an ini 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!