Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh
Keduanya sudah sampai di sebuah cafe berbintang. Fariq dan Rachel sedang mencari-cari tempat duduk yang sesuai. Namun laki-laki itu malah menunjuk kearah dua orang dewasa.
"Itu Papa, gabung ke sana aja."
Saat Rachel menoleh, ternyata orangtuanya sedang bersama Ratna–ibu Vina. "Nggak usah, Mas. Masak gabung sama Papa. Kan kita mau makan berdua."
"Lho ... Sekali-kali sayang. Lagian kamu pasti jarang sama Papa 'kan."
"Mungkin Papa lagi meeting. Masak kita ganggu."
"Mana ada meeting di tempat seperti ini. Berdua lagi."
"Kita cari tempat lain aja, Mas."
"Ayo ... Nggak boleh gitu sama orang tua. Kita gabung aja."
Alhasil Rachel mengalah, ia harus mengikuti langkah suaminya. Bukannya dia tidak mau bertemu dengan orangtuanya. Namun Rachel tidak terlalu suka harus berhadapan dengan istrinya Ryan. Dia memang tidak pernah ribut dengan wanita itu, tetapi Rachel tidak terlalu mau berkomunikasi dengan Ratna.
"Papa."
"Ariq, Rachel ... Duduk-duduk."
Rachel dan Ratna saling memandang, tetapi hanya sekilas saja. Mereka berdua pun tidak lupa untuk saling melempar senyuman.
"Kalian mau makan?"
"Iya, Pa. Papa lagi meeting?" tanya Fariq. "Kalau lagi kerja, kami bisa pindah."
"Nggk usah. Kalian di sini aja," ucap Ryan.
Sebagai anak Rachel tetap hormat pada orangtuanya. Begitu ketika bertemu dengan Ratna, dia tetap akan mencium punggung tangan wanita itu. Fariq mengikuti apa yang di lakukan oleh istrinya. Kemudian mereka berdua duduk bergabung bersama orang dewasa itu.
"Kamu Ariq?"
"Iya, Tante."
"Jangan panggil Tante. Mami aja, dia istri Papa," ungkap Ryan.
Fariq langsung menatap istrinya, dia baru sadar saat Rachel tidak mau bergabung. Karena ada Ratna, istri dari ayahnya.
"Rachel apa kabar?"
"Baik ... Tante apa kabar?"
"Baik juga," balas wanita itu.
Walaupun dia berbaik hati dengan istrinya ayahnya. Rachel tidak akan pernah merubah posisi ibunya. Dia tidak akan pernah mau memanggil Ratna sebagai ibunya.
"Rachel ... Ada suami kamu lho, harusnya kamu bicara yang bener."
"Emangnya Rachel salah ya?"
"Mas, udah. Jarang-jarang lho aku makan sama Rachel." Ratna menoleh kearah anak suaminya. "Mami seneng tau kamu mau gabung."
"Enggak kok Tante, tadi di paksa sama suami Rachel."
"Ariq."
"Iya, Tante ... Mami." Fariq tidak tau harus memanggil apa wanita itu. Karena posisinya sangat membingungkan.
"Jagain Rachel ... Dia baik, sopan. Jangan sakiti dia," ujar wanita itu. "Rachel memang bukan anak Mami. Tapi Mami nggak akan rela kalau dia di permainkan."
"Ariq janji, Mi. Ariq nggak akan selingkuh."
Ketiganya langsung menatap pria itu, dia tidak sadar bahwa ucapan bisa menyinggung hati mertuanya.
"Eh ... Maksud Ariq, Ariq akan tetap bersama Rachel gimanapun keadaannya nanti."
Walau seperti itu, Ryan sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan menantunya. Bahkan dia sangat bahagia Fariq tidak akan seperti dirinya. Mereka pun makan bersama disertai dengan obrolan kecil diantara keempatnya. Tidak ada pembahasan tentang Vina, sepertinya mereka melupakan gadis itu.
[] [] []
Malam hari Fariq dan Rachel berada di rumah ibu Rachel. Mereka akan mencoba membagi waktu untuk Ratna dan Indi. Itu sebabnya untuk malam ini mereka di rumah Indi, mertua Fariq. Sedang berada di sofa, ketiga orang itu menyaksikan acara televisi tidak lupa dengan beberapa cemilan ringan di atas meja.
"Mama."
"Kenapa Ariq?"
"Ariq mau ngomong sesuatu."
"Ngomong aja, nggak usah sungkan-sungkan."
Sejenak Fariq menoleh kearah Rachel. "Eummm ... Kalau Ariq ajak Rachel pindah rumah gimana?"
Wanita paruh baya itu menghembuskan napasnya. "Ariq ... Mama tau maksud kamu. Tapi Mama cuma punya Rachel. Mama nggak mau jauh-jauh dari dia."
"Mama nggak masalah kalau kalian pergi-pergi ke rumah Rita. Tapi Mama nggak bisa kalau kalau kalian pindah rumah. Mama nggak mau Rachel jauh."
"Mungkin maksud Mas Ariq, biar kita berdua mandiri, Ma." Sambungan Rachel.
"Rachel ... Mama mau kalian tetap disini. Mama merasa kesepian. Kalau kamu pergi siapa nanti teman Mama?"
Fariq dan Rachel saling menatap, bukan maksud Fariq untuk memisahkan anak dan ibu itu. Tetapi dia mau menjadi laki-laki bertanggung jawab dengan memberikan rumah ternyaman kepada Rachel tempat mereka menua bersama.
"Ya udah, deh. Ariq juga nggak maksa kok. Yang penting Mama seneng."
"Kamu nggak masalah 'kan?" tanya Indi. "Mama nggak bermaksud mengontrol kalian. Tapi Mama nggak mau sendirian. Mama cuma punya Rachel."
"Iya ... Ariq paham, Ma. Dengan Rachel nggak pergi dari sini membuat Mama bahagia, Ariq nggak akan ajak dia pindah."
Dalam hatinya Indi sangat bahagia, dia tidak salah memilih menantu buat anaknya. "Gimana sama pekerjaan Mama di kantor?" tanya Rachel.
"Banyak, Rachel. Tapi mau gimana lagi 'kan, harus Mama kerjakan."
"Kenapa Mama nggak istirahat aja?" tanya Fariq. "Ariq 'kan ada. Mama nggak perlu kerja lagi."
"Nggak apa-apa, Ariq. Mama masih bisa kok. Lagian Mama nggak sendiri, 'kan banyak karyawan."
"Iya, Ariq tau. Tapi kesehatan Mama lebih penting."
Rachel kagum dengan suaminya, bukan hanya pada dirinya ternyata suaminya juga menjaga ibunya.
"Ariq nggak janji bisa memenuhi kebutuhan Mama. Tapi Ariq akan usahakan buat Mama dan tentunya istri, Ariq."
"Enggak apa-apa. Nanti kalau udah waktunya Mama istirahat kok."
"Mama tau nggak tadi Rachel ketemu sama Papa."
Wanita itu menoleh kearah anaknya.
"Jadi hotel yang Mas Ariq bilang waktu itu, katanya, Papa mau kasih ke Rachel."
"Kamu mau?"
"Rachel sih enggak mau. Tapi Papa bilang hadiah pernikahan."
"Mama nggak melarang kamu sayang ... Kamu juga berhak mendapatkan harta Papa kamu, bukan cuma–"
"Ma."
Seperti biasa, Rachel tidak mau jika suaminya mengetahui tentang saudara tirinya. Diapun sedang mencoba untuk menghindarkan Fariq dan Vina agar tidak bertemu atau pun saling mengenal.
"Udah lama ya kita nggak liburan."
"Kamu sendiri yang sibuk. Mama kapan pun bisa."
"Eummm ... Iya juga sih, Ma," ucap Rachel. "Atau besok kita jalan-jalan?"
"Kamu ajak Mama jalan-jalan. Terus suami kamu?"
"Ikut juga," jawab Rachel.
"Kalian aja berdua. Sekalian bulan madu, biar Mama cepet dapat cucu."
"Doain aja, Ma."
"Itu suami kamu dari tadi nguap terus."
Fariq terkekeh geli. "Ngantuk, Ma. Mungkin karena kecapekan juga ini."
"Ya udah. Tidur aja sana."
Fariq menoleh kearah istrinya.
"Tunggu apa lagi Rachel. Ariq udah lihatin kamu, malah diam aja."
"Lho ... Hubungan Rachel sama Mas Ariq lagi ngantuk apa?" tanyanya kebingungan.
"Ariq mau tidur, temenin dia."
"Harus ditemenin Mas?" tanya Rachel.
"Anak Mama nggak asik." Fariq langsung berlalu pergi.
"Rachel ... Nggak boleh mengabaikan suami ya. Tidur sana."
"Iya Mama ku sayang."
Akhirnya Rachel ikut beranjak dari tempat duduk, ia menyusul suaminya masuk ke dalam kamar mereka. Lagi pula benar kata ibunya, dia tidak boleh mengabaikan suaminya walaupun hanya sebentar.