Anisa menerima kabar pahit dari dokter bahwa dirinya mengidap kanker paru-paru stadium empat, menandakan betapa rapuhnya kehidupan yang selama ini ia jalani.
Malamnya, ketika Haris pulang dari dinas luar kota, suasana di rumah semakin terasa hampa. Alih-alih menghibur Anisa yang tengah terpuruk, Haris justru membawa berita yang lebih mengejutkan. Dengan tangan gemetar, Anisa membaca surat yang disodorkan Haris kepadanya. Surat yang menyatakan perceraian antara mereka berdua setelah 15 tahun membina rumah tangga.
Ternyata, memiliki kehidupan yang harmonis ekonomi yang bagus, serta anak-anak yang lucu tak bisa mempertahankan sebuah hubungan Anisa dan Haris.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Yuk, simak di Bunda Jangan Pergi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunda 25
Rayhan, anak bungsu Anisa yang menginjak usia empat tahun, terbangun dan berjalan menuju dapur setelah melihat rumah sepi karena semua anggota keluarga yang lain sudah pergi ke sekolah atau bekerja. Melihat Rayhan sudah bangun, Anisa tersenyum dan menyapa anaknya itu.
"Hai, Sayang! Sudah bangun ya? Ayo sarapan dulu." Anisa segera menyiapkan sereal bercampur susu untuk Rayhan. Bocah itu begitu senang, matanya berbinar dan segera menyantap sarapannya dengan lahap.
Sementara Anisa duduk di sampingnya, memperhatikan Rayhan makan dengan senyum lebar di wajahnya. Namun, tak lama kemudian, Anisa menerima panggilan telepon dari salah satu staf karyawan di kafenya yang mengabarkan ada masalah yang perlu segera diatasi. Dengan ekspresi khawatir, Anisa berdiri dari tempat duduknya sambil berkata, "Rayhan, Mama harus angkat telepon ini ya. Jangan kemana-mana, ya. Terus makan serealnya." Rayhan mengangguk penuh semangat, masih sibuk mengunyah sereal kesukaannya.
Anisa pun beranjak dari meja makan, menjauh sedikit agar suara telepon tidak mengganggu Rayhan yang sedang asyik menikmati sarapannya.
Tak lama kemudian, Tania memasuki ruang dapur guna untuk membuat segelas jus untuknya. Tania akan berangkat ke kafe nanti siang. Jadi, dia ingin menikmati waktu sebentar dengan Rayhan ketika melihat bocah itu di dapur. Tania menyapa Rayhan, begitu juga dengan Rayhan yang mulai ramah dengan Tania.
"Apa kamu mau?"tanya Tania ketika melihat Rayhan yang menatap gelas jus di tangannya dengan mata yang berbinar. Rayhan, langsung mengangguk antusias membuat Tania tersenyum. Tania, kembali membuatkan segelas jus jeruk untuk Rayhan, bocah itu menunggu dengan patuh di meja makan. Begitu selesai, Tania langsung memberikannya kepada Rayhan.
Anisa berjalan kembali ke dapur setelah setelah selesai mengobrol dengan ponselnya, dan matanya langsung melebar saat melihat Rayhan yang tengah hendak meminum jus jeruk. Tanpa berpikir panjang, Anisa berteriak keras.
"Rayhan, jangan minum itu!" Rayhan yang terkejut langsung menurunkan gelas dari bibirnya. Sedangkan Tania yang sedang duduk di sebelahnya, menatap Anisa dengan heran dan bingung.
"Kau tahu Rayhan punya riwayat alergi dan dia baru saja makan sereal campur susu, kenapa kau berikan dia jus jeruk? Dokter sudah melarangnya minum jus jeruk dalam waktu yang bersamaan!" Anisa mendekat ke Tania dengan sorot mata tajam dan suara meninggi. Tania yang kini merasa bersalah, mulai gugup dan menjawab.
"Maaf, Anisa. Aku lupa akan larangan dokter. Aku hanya ingin membuat Rayhan senang dan memberinya minuman segar." Anisa menghela napas, berusaha menahan amarahnya tetapi tetap saja tak bisa.
"Lupa? Bagaimana kamu bisa lupa? Aku telah menulis catatan setiap makanan yang akan di makan oleh anak-anak. Tania, kamu adalah calon ibu mereka, bagaimana kamu bisa melupakan hal itu?"tanya Anisa dengan raut wajah yang tak dapat dijelaskan. Anisa benar-benar marah terhadap Tania yang hampir saja membahayakan kondisi sang anak.
"Catatan itu sudah lama aku membacanya, Anisa. Sudah hampir tiga bulan selama aku tinggal di sini. Dan aku mengurus tiga orang anak bukan hanya satu orang. Kenapa kamu begitu marah? Aku memang salah karena lalai dalam tugas ku. Tetapi, Anisa aku hanya seorang wanita yang sedang belajar untuk menjadi ibu sambung yang baik untuk mereka, itu juga atas permintaan mu. Aku tak memiliki niat jahat untuk membuat mereka dalam bahaya,"ujar Tania.
"Justru kamu wanita aku mempercayai mu untuk mengurus mereka. Tania, kamu bisa belajar dari sekarang untuk menjadi ibu sambung yang baik untuk ketiga anakku dan Mas Haris,"lanjut Anisa.
"Sepertinya aku tak bisa Anisa. Aku tak bisa seperti mu. Aku tak memiliki pengalaman untuk mengurus anak-anak. Karena aku belum pernah merasakan melahirkan dan memiliki anak,"Tania berdiri dan pergi meninggalkan dapur tersebut. Anisa hanya terdiam melihat kepergian Tania dari ruang dapurnya.
Tania kembali ke kamar dan membereskan semua barang-barangnya. Tania, menarik koper keluar dari kamar tidurnya. Anisa hanya terdiam menatap kepergian Tania. Anisa tahu ucapannya terlalu kasar sehingga membuat Tania tersinggung. Haris, kembali ke rumah karena ada dokumen perusahaan yang tertinggal. Lalu, Haris terkejut saat melihat Tania yang keluar dari rumah dengan membawa koper bersama dengan nya.
"Apa yang terjadi Tania? Kenapa kau membawa koper?"tanya Haris begitu tiba di teras rumah.
"Maaf, Mas. Sepertinya aku tak bisa lagi menjaga dan membantu Anisa untuk merawat anak-anaknya,"setelah mengatakan itu Tania terus menarik koper tersebut hingga tiba di depan mobil. Haris menatap Anisa dengan perasaan bingung yang berdiri di ambang pintu dapur. Haris, melangkah masuk. Dia tahu pasti sesuatu telah terjadi antara Anisa dan Tania.
"Anisa, apa yang terjadi? Kenapa Tania pergi?"Haris bertanya, Anisa hanya diam dan tak menjawab.
"Anisa,"panggil Haris lagi.
"Jika kamu belum bisa menerimanya, lebih baik jangan memaksa diri. Dari pada terjadi hal seperti ini!"setelah mengatakan itu, Haris pun pergi meninggalkan dapur tanpa menoleh sama sekali ke arah Anisa. Wanita itu hanya terduduk lemah di kursi meja makan. Anisa mendengar suara mobil Haris yang sudah pergi meninggalkan halaman rumahnya.
Bi Nan, yang baru saja selesai menemani Rayhan di kamarnya pun masuk ke dapur guna untuk membuatkan susu untuk Rayhan. Tetapi, begitu kakinya tiba di ambang pintu dapur, Bi Nan terkejut dan sedikit berteriak.
"Bu, apa yang terjadi? Kenapa seperti ini?"Bi Nan, melihat Anisa pingsan dan segera menghubungi Haris, meminta Haris untuk menghubungi rumah sakit di mana Anisa sering melakukan pemeriksaan agar mereka dapat menjemput Anisa di rumah.
Tak berselang waktu, sebuah ambulance keluar dari halaman rumah Anisa. Beberapa tetangga melihat dan menyakini jika sesuatu mungkin telah terjadi. Karena, selama ini mereka tak pernah tahu dengan kondisi Anisa.
Tiba di rumah sakit, dokter dan perawat bergegas mendorong brankar ke arah UGD. Bi Nan, menggendong Rayhan dan mengikuti dokter dan perawat hingga ke depan ruang UGD. Setelah Anisa berada di dalam Haris pun tiba dengan langkah yang tergesa-gesa.
"Bi, bagaimana kondisi Anisa?"tanya Haris, seraya mengambil alih Rayhan dalam gendongan Bi Nan.
"Saya belum tahu, Pak. Dokter masih memeriksanya,"ujar Bi Nan. Haris mengangguk dan duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruang UGD. Lalu, Haris menghubungi Tania dan meminta Tania untuk menjemput Alvin di sekolah karena setelah naik kelas, Alvin harus datang ke sekolah untuk mendaftar ulang. Sedangkan, Salsa dia pergi untuk mengikuti kelas menggambar sesuai keinginannya. Tania setuju menjemput Alvin dan Salsa, setelah mendengar kabar tentang Anisa yang masuk ke rumah sakit.
akhirnya km akan meninggal dgn perasaan sakit hatimu ketika anak2mu yg tidak membutuhkan kamu
kurang suka dgn sosok Anisa yg menyerah sebelum berjuang
dasar bapak lucnut dpt daun muda uang sekolah anak2 di abaikan
semoga Anisa sembuh thor