Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.
Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Itu Dia?
Saat Paula dan Draven turun dari mobil di halaman sekolah, mata-mata di sekitar mereka langsung tertuju. Sorotan kagum dan iri seolah mengikuti langkah mereka, dua sosok yang dianggap pasangan ideal oleh banyak orang. Status sosial mereka yang tinggi, reputasi keluarga, dan penampilan sempurna membuat mereka seperti magnet di sekolah itu. Paula, dengan senyumnya yang anggun, menikmati perhatian itu, sementara Draven hanya berjalan di sampingnya dengan sikap dingin yang biasa.
Di lorong kelas, Belle sedang berjalan santai, memikirkan pelajaran dan kejadian-kejadian yang baru saja ia alami. Saat Belle melihat ke arah pintu masuk sekolah, ia tiba-tiba tertegun. Dari kejauhan, sosok Draven dan Paula tampak jelas, baru saja masuk ke gedung sekolah, berjalan bersama seperti pasangan yang serasi. Jantung Belle berdebar sedikit lebih cepat.
"Jadi, dia benar-benar bersekolah di sini?" pikir Belle dalam hati. Matanya tetap fokus pada Draven, meski ia mencoba untuk mengabaikan perasaan tak nyaman yang merayap di hatinya.
Di sisi lain, Draven yang tengah berjalan bersama Paula tiba-tiba merasa ada sesuatu yang berbeda. Ia menangkap bayangan seseorang dari ujung lorong yang berlawanan arah. Mata Draven menyipit, berusaha memastikan siapa sosok itu. Saat sosok itu mendekat, Draven merasa tatapannya teralihkan Belle. Tanpa sadar, ia memperlambat langkahnya, menatap samar ke arah Belle, memastikan bahwa itu benar-benar dia.
"Belle… Apakah itu dia?" Draven bertanya pada dirinya sendiri, merasakan dadanya berdenyut aneh. Ia tidak bisa berpaling, meski di sebelahnya, Paula sedang berbicara tentang sesuatu yang tidak begitu ia dengar. Hanya Belle yang ada di pikirannya sekarang.
Belle yang menyadari tatapan Draven, segera mengalihkan pandangannya. Ada perasaan aneh yang mengganggunya sebuah kebingungan dan perasaan campur aduk antara lega dan risih. "Kenapa aku harus merasa seperti ini?" pikirnya sambil cepat-cepat berjalan menuju kelas.
Draven terus menatap punggung Belle yang semakin menjauh, sementara Paula masih sibuk dengan dunianya sendiri, tak sadar bahwa pikiran Draven sedang berada jauh dari dirinya.
Belle berjalan cepat menuju kelasnya, masih mencoba mengendalikan perasaan yang bercampur aduk setelah melihat Draven. Ia berusaha fokus pada langkahnya, namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika Darwin muncul di depannya, tersenyum seperti biasa.
“Hey, kau sudah bertemu dengan Draven?” tanya Darwin dengan nada penasaran, sambil memandang Belle dengan alis sedikit terangkat.
Belle terdiam sejenak, hatinya bergetar mendengar nama Draven disebut lagi. Namun, ia menegakkan bahunya dan memberikan senyum yang penuh keteguhan.
“Aku tidak punya urusan apa pun dengannya,” jawab Belle dengan nada datar, berusaha menyembunyikan segala gejolak yang berputar di dalam dirinya. Meski hatinya tahu, ia tidak bisa benar-benar mengabaikan keberadaan Draven begitu saja, namun Belle bertekad untuk menjaga jarak.
Darwin menatap Belle dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. “Kau yakin? Rasanya dia terlihat sangat tertarik padamu sejak kita bertemu di Manchester.”
Belle mendesah, merasa semakin tidak nyaman. “Itu masa lalu, Darwin. Aku di sini bukan untuk terjebak dengan hal-hal seperti itu,” jawab Belle dengan tegas, lalu melangkah melewati Darwin tanpa menunggu jawaban.
Namun, Darwin tidak menyerah begitu saja. Ia berjalan di samping Belle, tetap mempertahankan senyumnya. “Kau tahu, kadang-kadang masa lalu itu sulit benar-benar dilepaskan, terutama kalau masa lalu itu masih ingin mendekat.”
Belle menghentikan langkahnya, menoleh sekilas ke arah Darwin, matanya penuh ketegasan. “Aku tidak tertarik untuk memikirkannya. Aku punya hal-hal lain yang lebih penting untuk aku urus sekarang.”
Darwin mengangkat bahu, tak ingin memaksakan obrolan lebih lanjut. “Baiklah, Belle. Tapi jika kau butuh bicara, aku ada di sini, oke?”
Belle hanya mengangguk kecil sebelum kembali melanjutkan langkahnya ke kelas. Meski ia terlihat tenang di luar, di dalam hatinya, ia tahu bahwa kehadiran Draven di sekolah ini akan mengubah banyak hal sesuatu yang ia belum siap hadapi.
Amanda melangkah cepat menuju Darwin, matanya menyipit dengan rasa penasaran yang jelas terlihat di wajahnya. Setelah melihat interaksi singkat antara Belle dan Darwin tadi, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Darwin, ada apa dengan Belle?" tanya Amanda langsung tanpa basa-basi, suaranya penuh rasa ingin tahu. "Dia terlihat aneh hari ini."
Darwin menatap Amanda sebentar sebelum akhirnya menarik napas panjang. "Entahlah," jawabnya dengan nada datar. "Tapi yang aku tahu, Belle sempat punya hubungan baik dengan Draven saat kita di Manchester."
Amanda terdiam sesaat, matanya melebar. “Oh ya? Bagaimana itu bisa terjadi? Sangat kebetulan sekali mereka bisa bertemu di sana,” ujar Amanda terkejut, nadanya sedikit lebih tinggi dari biasanya.
Darwin mengangguk kecil, mencoba menceritakan kembali dengan singkat. "Iya, waktu itu kita sempat bertemu Draven dan Paula di Manchester. Dan dari situ, Belle dan Draven jadi sering bersama. Tapi sepertinya Belle sekarang tidak ingin bicara tentang itu."
Amanda menyilangkan tangannya, memikirkan apa yang baru saja ia dengar. "Huh, jadi Draven juga berhubungan dengan Belle? Aku sama sekali tidak menyangka. Bagaimana bisa dia terlibat dengan seseorang yang akan menikah dengan Paula?" Amanda mendesah pelan, tidak suka dengan kemungkinan yang ada.
"Ini bukan sesuatu yang disengaja," jawab Darwin, mencoba meluruskan. "Mereka hanya kebetulan sering bersama waktu itu. Dan aku pikir Belle memang tidak ingin punya urusan lebih jauh dengan Draven."
Amanda mendecak kecil, matanya menyipit lagi. "Ya, tapi tetap saja, sekarang Draven dan Paula seperti pasangan yang sempurna. Belle sebaiknya tidak terlibat terlalu jauh." Suaranya terdengar sedikit ketus, meskipun ia mencoba menyembunyikan kecemburuannya.
Darwin menatap Amanda dengan lembut, menyadari perasaannya yang tak nyaman. "Jangan terlalu dipikirkan, Amanda. Aku yakin Belle tahu batasannya. Dia tidak akan mencari masalah."
Namun, Amanda tetap merasa was-was. "Semoga saja begitu," gumamnya pelan, sebelum ia menarik napas panjang dan menatap Darwin. "Aku hanya tidak ingin ada drama yang tidak perlu."
Draven berjalan mendekati Darwin dan Amanda dengan langkah mantap. Matanya masih menyimpan tanda tanya besar sejak melihat seseorang dari kejauhan. Tanpa membuang waktu, dia langsung bertanya, "Darwin, tadi aku lihat seseorang yang kukenal. Apa itu dia?" Suaranya terdengar serius, penasaran.
Darwin mengerutkan dahi, mencoba mencerna maksud Draven. "Maksudmu siapa?" tanyanya sambil mengangkat bahu.
Sebelum Draven sempat menjawab, Amanda menyela dengan nada menyindir, "Apa kau mengenalnya? Atau kau mau mendekatinya lagi?" Ada kilatan di matanya, meskipun dia berusaha menyembunyikan rasa penasaranya yang mulai muncul.
Draven tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan. "Apa kau cemburu, Amanda?" godanya, suaranya sedikit melembut. Meski hubungan mereka sudah lama berakhir, Draven tahu bagaimana membuat Amanda tersentak.
Namun, respon itu membuat Darwin, yang kini pacar Amanda, merasa tidak nyaman. Ia menatap Amanda dengan kening berkerut. "Kenapa kau peduli tentangnya, Amanda?" tanya Darwin dengan nada serius, jelas menunjukkan rasa cemburu yang mulai menguasainya.
Amanda menghela napas, merasa terpojok oleh pertanyaan itu. "Bukan begitu, Darwin," jawabnya dengan cepat, berusaha menjelaskan dirinya. "Ini menyebalkan. Maksudku... kenapa Draven tiba-tiba mencari seseorang yang baru saja dilihatnya? Dan kenapa aku harus tahu soal itu?" Nada suaranya terdengar kesal, tapi lebih karena ia merasa terjebak dalam situasi yang rumit.
Draven hanya menatap Amanda sejenak sebelum menoleh kembali kepada Darwin. "Sudahlah, aku hanya penasaran. Aku pikir aku mengenalnya," katanya, lalu mengalihkan topik. Namun, di dalam hatinya, ia tak bisa mengabaikan pikiran tentang Belle. Apa benar yang dilihatnya tadi adalah Belle? Apakah dia benar-benar berada di sekolah yang sama dengannya?
Saat Draven menatap langit-langit, mencoba mengalihkan pikirannya, Darwin dan Amanda saling berpandangan, jelas bahwa percakapan ini belum selesai. Darwin masih merasakan ketegangan di udara, sementara Amanda terlihat resah, tidak nyaman dengan kehadiran Draven yang masih menggantungkan rasa penasaran di antara mereka.
serta jangan lupa untuk mampir di ceritaku ya❤️
ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..
contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.
jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam
atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.
intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus