Bunda Jangan Pergi!

Bunda Jangan Pergi!

Bunda 01

Malam itu langit tampak mendung, dan suara petir yang keras menggema, tetapi hujan tak kunjung turun. Haris tiba-tiba pulang ke rumah setelah tiga hari menghilang dengan alasan ada pekerjaan di luar kota. Anisa, istri yang setia menemani Haris selama 15 tahun dalam pernikahan mereka, merasa lega melihat suaminya kembali. Mereka telah dikaruniai tiga orang anak yang menjadi buah hati mereka.

Namun, kebahagiaan Anisa sirna saat Haris mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. Raut wajah Haris terlihat tegang dan serius, membuat Anisa merasa ada yang tidak beres. Anisa membaca kertas yang diberikan Haris, dan ternyata itu adalah surat perceraian. Hatinya hancur, matanya berkaca-kaca. Tidak ada yang bisa diucapkan, perasaan syok dan kecewa bercampur aduk dalam dadanya.

"Mas Haris, mengapa ini? Apa yang terjadi?" tanya Anisa dengan suara bergetar. Haris hanya diam, tak mampu menjawab pertanyaan istrinya. Anisa mencoba menahan tangis, dia menatap tajam Haris yang kini menghindari tatapannya.

"Kamu tidak bisa begitu saja menceraikan aku tanpa alasan yang jelas. Kita punya tiga orang anak, Mas Haris. Apa mereka tidak berarti apa-apa bagimu?" seru Anisa dengan suara yang semakin lirih.

Haris terdiam, wajahnya penuh penyesalan. Namun, dia tetap tidak memberi jawaban pada Anisa. Anisa merasa tak mampu lagi berbicara, dia menangis tersedu-sedu sambil memegangi surat perceraian tersebut. Malam itu, hatinya hancur, dunianya runtuh, dan kebahagiaan yang telah dia bangun bersama Haris seakan sirna ditelan malam.

"Baiklah,"jawab Anisa kemudian, setelah melihat Haris lama terdiam.

"Tetapi, aku punya satu permintaan sama kamu, Mas."Lanjut, Anisa.

"Apa? Katakan! Jika kamu menginginkan rumah ini. Kafe dan seluruh aset lain yang kita punya, aku akan memberikannya padamu dan anak-anak, Anisa. Tetapi, untuk mempertahankan hubungan ini aku sudah tidak bisa,"Haris berkata pelan diakhir ucapannya yang terdengar cukup lirih. Pria yang dikenal sangat menyayanginya dan memberikan seluruh hidupnya pada pernikahan mereka, kini mencoba meninggalkan semua kebahagiaan itu dengan alasan yang Anisa sendiri tak tahu.

Anisa menatap pria yang pernah mencintainya begitu dalam dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Tak sanggup menahan lagi air bening itu pun berhasil lolos dan membasahi pipi mulus Anisa.

"Jangan pernah katakan pada anak-anak soal perceraian ini. Meskipun kita bukan suami istri lagi, aku tak masalah. Aku ikhlas dan menerimanya. Tetapi, tolong biarkan anak-anak tetap menganggap kita adalah orang tua yang baik untuk mereka,"ujar Anisa. Hari mengangguk dan menyetujui semua permintaan Anisa. Seluruh aset yang selama ini mereka dapat bersama sudah Haris berikan kepada ketiga anak-anaknya. Bahkan, sebuah kafe penghasilan sampingan keduanya juga Haris berikan kepada Anisa, agar mereka dapat hidup dengan kayak dan tak berkurang apapun.

Anisa merasa berat untuk menerima surat itu, tapi dia sadar bahwa ini adalah keputusan terbaik bagi mereka berdua. Dengan tangan gemetar, Anisa menandatangani surat perceraian tersebut. Setelah selesai, dia menyerahkan kembali surat itu pada Haris. Haris mengambil surat tersebut, menatap Anisa untuk yang terakhir kalinya, dan berjalan keluar dari rumah itu. Hujan turun begitu lebat, menyelimuti langkah Haris yang pergi meninggalkan Anisa dan ketiga anak mereka yang sudah tertidur pulas. Anisa menangis sejadi-jadinya, meratapi keputusan yang telah diambilnya. Namun, dia tahu bahwa ini adalah langkah terbaik untuk mereka semua. Terlebih untuk ketiga anak yang masih kecil, yang belum mengerti tentang dunia dan perasaan orang dewasa.

Keesokan paginya, di ruang makan.

Anisa bangun lebih awal dari biasanya untuk menyiapkan sarapan bagi ketiga anaknya. Anak pertamanya, Alvin, adalah seorang siswa kelas 5 yang selalu bersemangat untuk pergi ke sekolah.

Sementara itu, anak keduanya, Salsa, yang berusia 6 tahun, baru saja memulai petualangan barunya di TK. Dan yang terakhir, si bungsu Rayhan, baru berusia 3 tahun dan masih menghabiskan waktu di rumah bersama ibunya. Anisa menyajikan nasi goreng, telur ceplok, dan sosis di meja makan. Ketiganya duduk bersama, siap menikmati sarapan yang telah disiapkan oleh Anisa dengan penuh cinta.

Namun, suasana pagi yang ceria itu tiba-tiba dikejutkan dengan suara pintu depan yang terbuka.

"Pa...Papa?" Alvin terkejut melihat sosok yang sudah lama tidak mereka lihat. Haris, sang ayah, menggantungkan jaketnya di gantungan dan tersenyum kepada keluarganya.

"Hai, anak-anak. Papa pulang untuk menemani kalian sarapan pagi ini," ucap Haris dengan senyum yang lebar. Anisa menatap Haris dengan senyuman kecut. Meskipun mereka telah resmi bercerai, Haris menepati janjinya untuk tetap hadir dalam kehidupan anak-anak mereka.

Anak-anak mereka belum mengetahui tentang perceraian itu, dan Anisa ingin menjaga rahasia itu sebisa mungkin. Sarapan pagi itu berlangsung dengan suasana yang cukup canggung. Namun, di balik kecanggungan tersebut, ada rasa bahagia yang tidak bisa disembunyikan oleh anak-anak. Mereka merasa senang bisa bersama dengan kedua orang tua mereka, meski hanya dalam waktu yang singkat. Setelah sarapan, Haris berpamitan untuk kembali bekerja. Dia mencium kening ketiga anaknya dan berjanji akan datang lagi nanti sore.

Ketika pintu tertutup, Anisa menghela napas lega dan memandangi ketiga anaknya yang kembali ke kamar masing-masing untuk mengambil tas sekolah. Di tengah kesendirian, Anisa berdoa agar anak-anaknya tetap bahagia meski harus merasakan keadaan rumah tangga yang tidak utuh. Dan dengan tekad yang kuat, dia berjanji akan terus menjaga kebahagiaan anak-anaknya, meski harus melawan rasa sakit yang mendalam akibat perceraian dengan Haris.

"Bunda, kami sudah siap. Ayo, ke sekolah!"ajak Alvin, Anisa mengangguk. Lalu, menggendong Rayhan dan menggandeng tangan Salsa menuju mobil yang ada di depan rumah mereka. Kehidupan Anisa dan Haris tergolong kehidupan yang harmonis dan berkecukupan. Tidak pernah di terpa oleh masalah apapun. Tetapi, tiba-tiba Haris menggugat cerai Anisa tentu saja hal itu masih Anisa pikirkan hingga saat ini.

Anisa menyetir dengan tatapan yang kosong. Terdengar suara canda tawa anak-anaknya yang duduk di kursi penumpang.

"Bunda,"

"Bunda, awas!"pekik Alvin dan Anisa tersadar dan langsung membanting setir mobil untuk menghindari mobil lain yang hampir tertabrak dengan mereka.

"Kalian nggak apa-apa?"tanya Anisa yang panik dan cemas, memeriksa keadaan anak-anaknya. Rayhan, menangis dan Anisa langsung menggendong Rayhan dan menenangkannya. Sedangkan, Alvin menenangkan Salsa yang ikut menangis karena rasa takut. Beberapa saat kemudian setelah anak-anaknya tenang. Anisa pun melanjutkan perjalanannya mengantar Alvin dan Salsa ke sekolah mereka.

_____

Hallo, Guys! Ini adalah novel dengan Tema Kreatif, Slice Of Life🙏🏿 mohon dukungannya ya. Novel ini menceritakan tentang seorang ibu tunggal yang membesarkan ketiga anaknya serta melawan penyakit yang mematikan!

Please! Baca jangan skip-skip oke ♥️

Terpopuler

Comments

muna aprilia

muna aprilia

lnjut

2024-04-05

0

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

awal yg menyedihkan.

2024-04-04

0

LISA

LISA

awalnya udh sedih

2024-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!