Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Let's Start
Aza menghela nafasnya, oke let's start Aza....
Tenda-tenda hijau army dan biru langit menyembul diantara lapang camp bak gunung dan perbukitan, memayungi acara yang akan diselenggarakan tepat di tengah lapang dekat gerbang camp, dimana meja kursi ikut mengisi dengan beberapa velbed disana.
Spanduk cek kesehatan gratis terpampang di bagian depan atas gerbang dalam bahasa setempat, mengatakan jika gerbang camp terbuka untuk pemeriksaan gratis.
Demi menarik antusias warga, tim kedokteran yang bekerja sama dengan pasukan militer negri dan militer setempat memberikan makanan bergizi gratis serta pertunjukan boneka tangan untuk anak-anak disana. Patutlah acara charity yang diadakan mulai ramai dikunjungi setelah sebelumnya para militer setempat mengundang dan mengajak warga.
Sudah sejak dini hari, camp sibuk mempersiapkan 'tuk acara hari ini. Bahkan membuat beberapa diantara mereka menyisakan jam tidur yang sedikit.
"Mbak Nitia bantuin di dapur?" Maya menaruh beberapa kotak obat-obatan dasar di meja.
"Iya dok. Bantu cek jumlah nutrisi juga biar sesuai anjuran dokter Dimas..." angguk Yuan ikut menaruh peralatan kesehatan.
"Tapi abis itu selesai, balik lagi kesini kan? Nanti istirahatnya gantian deh..." Maya memastikan untuk berjaga-jaga jika nantinya warga yang datang banyak, atau sekedar membuat hatinya tenang dimana Nitia adalah perawat senior di tempatnya.
"Za, meja kamu disini. Diantara saya sama dokter Maya saja, biar saya sama dokter Maya bisa ikut mengawasi sekaligus kamu bisa tanya-tanya..." titah dokter Alteja diangguki Aza.
Dokter senior yang bahkan di beberapa bagian kepala sudah terdapat rambut putih itu masih semangat untuk melakukan aksi kemanusiaan, dengan harapan akan banyak dokter-dokter muda yang berjiwa sepertinya, tak hanya mengejar uang saja dalam mengabdi.
Bergeser dari tenda khusus pemeriksaan, Hera sudah menggelar karpet yang tak terlalu luas beserta beberapa boneka tangannya diantara meja dan kursi kecil.
Tak lagi canggung, Hera memang bertugas sebagai perawat di bangsal anak yang ada di RSCM, patut ia sering melakukan hal ini demi membujuk, menghibur dan menenangkan pasien anak.
Mulutnya sudah komat-kamit menghafal bahasa setempat bercampur bahasa universal demi dimengerti anak-anak yang nantinya datang menonton pertunjukan, dengan tema kesehatan dan kebersihan diri.
"Sudah bisa dimulai dok?" suara berat memecah kesibukan para nakes disertai telunjuknya yang mengarah ke gerbang camp, dimana beberapa orang nyatanya mulai berdatangan disambut oleh sejumlah personel tentara.
"Here we go..." thesahan nervous dokter Maya ikut menambah euforia bertugas.
"Oke...sini kumpul dulu..." Dimas yang baru saja datang, berlari menyerbu kumpulan nakes lain demi mendengar intruksi dokter Alteja sebagai pimpinan.
"Saya berharap misi kemanusiaan kita disini sukses dan membawa keberkahan untuk semuanya. Bekerjalah sungguh-sungguh demi sumpah profesi, demi ibu pertiwi dan demi rasa kemanusiaan..." jedanya.
Para juniornya dibuat mengangguk-angguk setuju nan segan pada setiap ucapan dokter senior yang sudah melanglangbuana puluhan tahun ini.
"Sebelum kita bertugas, marilah kita berdo'a kepada Tuhan yang Maha Esa. Berdo'a menurut kepercayaan masing-masing, dimulai."
Kompak mereka memejamkan matanya. Dokter Dimas yang mengatupkan kedua tangannya khusyuk di depan dada...
Begitupun dokter Maya yang memegang dadanya khidmat.
Sementara Aza menengadahkan kedua tangannya, "bismillah...."
Sejenak mereka membisu khusyuk, tak ada yang mengeluarkan kata, begitu khidmat melangitkan do'a, hingga suara parau dokter Alteja kembali memecah.
"Aamiin."
"Yo, ke tempat masing-masing!" pimpin dokter Alteja lagi. Sesuai hasil technical meeting, mereka sudah menempati posisi masing-masing...
Aza menarik karet masker lalu memasangnya di telinga, termasuk sarung tangan karetnya sepaket stetoskop menggantung cantik di leher.
Nisa dan Laras menyilahkan kumpulan warga mulai dari lelaki, perempuan, muda, tua, dewasa dan anak-anak masuk silih berganti, tak ada batasan atau membeda-bedakan.
Bukan kali pertama Aza melakukan aksi kemanusiaan ini, membuatnya tak canggung lagi berinteraksi dengan calon pasien hingga ia bisa sedikit memainkan candaan agar suasana lebih mencair.
Ketegangan jelas terlihat di wajah-wajah si calon pasien. Entah karena keberadaan para prajurit yang terlihat garang layaknya algojo perang atau karena image seorang dokter yang serius penuh eksekusi.
Jagat memperhatikan kegiatan sejak tadi, di depan bersama lettu Rafi. Terkhusus pada Aza, matanya tak bisa tak mengabsen si gadis bawel itu, beberapa kali ia mencuri pandang saat Aza tengah serius memeriksa pasien.
Gestur Aza cukup mewakili apa yang sedang dikatakan Aza saat ini pada pasiennya, sehingga Jagat merasa tau apa yang Aza lakukan.
Aza menunjuk tenggorokan lalu ke dada dan menempelkan stetoskopnya untuk kemudian menyentuh bagian perut si pasien di balik sarung tangan karetnya.
Jagat berdecak kecut, sesaat Aza memeriksa dan menyentuh perut pria dewasa. Seperti ada hawa panas dan rasa tak terima...
Kehangatan dan keramahan yang Aza berikan untuk si pasien menular juga ke hatinya. Fix, setelah ini ia akan bicara pada bapak dan ibu untuk melanjutkan perjodohannya dengan anak ayah Lukman itu. Dan sepulang dari sini, ia akan langsung meminta ditemani ke kediaman Aza.
"Ngga ikut ngantri, bang?" kekeh Rafi membuyarkan pandangan Jagat dari Aza, ganggu!
"Ngantri yokk, biar dapet makan gratis...kapten Yuda ndadak jadi seksi..." Dika mendadak hadir diantara mereka kaya roh halus yang bisa nyempil sekalipun di celah bulu idung. Entah dari mana datangnya.
Pandangan yang tak bisa dijabarkan langsung mendarat ke arah Dika, "iya...seksi...seksi konsumsi..." lanjutnya cekikikan, menghentikan pandangan itu.
"Kirain saya ndan mau ikut duduk disana, nontonin dongeng boneka tangan..." tunjuk Toni.
"Boleh juga....cantik ya, yang dongengnya..." kekeh Dika, dan Jagat hanya bisa mendengus geli, temannya itu memang sana sini oke.
"Kamu Dik, sana sini oke...terus yang kemaren ditinggal orang Jaksel gimana?" Jagat membuka kartu belang Dika.
"Huuu, so-so'an playboy...benerin dulu isi dompet!" seru Rafi mencibir puas yang lantas membuat Dika mencebik, "ck. Keluarin kartu sakti, cewek-cewek mah klepek klepek...kaya welut sawah..."
Kembali tawa mereka tercipta.
"Cocok lah ya.... Cocok buat jadi ibu anak-anak..." lettu Rafi tertawa renyah masih menatap Hera yang kini sudah membuat anak-anak terhibur oleh pertunjukannya.
Namun ucapan Rafi nyatanya bukan tanpa aksi, ia sudah berjalan ke arah tenda dimana Hera sedang asik mendongeng di depan anak-anak sana.
Setidaknya sedikit tawa dapat menghapus setitik kesedihan akan kehidupan sebagai warga negara berkonflik dengan sejuta krisis kehidupannya.
Kapten Yuda tak dapat bergabung dalam forum bujang-bujang yang seneng ghibah itu, karena rupanya ia sedang sibuk membagikan makan gratis bersama beberapa perwira lain.
"Heh.. Heh...mau kemana ale, Fi..." tahan bang Franky menjegal langkah bersemangat Rafi, "komandan panggil ale, Jagat dan Yuda untuk misi...tak usah sibuk ngurusin cewek kaoo..biar sama si Dika saja, gantian... Dia sudah tua, sudah waktunya ada yang urus, mijitin kalo habis pulang nugas..." praktis saja mereka tertawa diatas penderitaan Rafi.
"Lah, saya disebut sudah tua, Jagat apa kabar bang?!" tuduhnya memancing dorongan dari Jagat, "saya sudah ada." jumawanya.
.
.
.
.
.
lanjut