Aron Wengler, pemuda berusia 26 tahun itu selalu bermimpi hal yang aneh di setiap malamnya. Tapi dia merasa hal itu bukan hanya sekedar mimpi. Dia beranggapan mungkin itu adalah kehidupan pertamanya.
" Bunuh! Bunuh! Bunuh!"
Teriakan keras dan tatapan penuh nafsu para penonton selalu membuat Aron terintimidasi. Dia tidak punya pilihan lain selain bertarung demi nyawa yang menempel di raganya.
Akankah di masa sekarang dia juga bisa bertahan hidup di kerasnya arena pertarungan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Legenda Petarung 27: Titik Terang
Bugh! Bugh!
Plaaak, syuuut, gedebuk.
Pukulan demi pukulan dilancarkan oleh lawan kepada Aron. Aron hanya bergeming. Seperti rencananya bahwa dia akan membiarkan dulu lawannya. Selain untuk membaca pergerakan lawan, dia juga tidak ingin mengakhiri pertandingan ini dengan cepat. Bukannya apa-apa, Aron tidak mau terlalu menonjol.
Tapi sepertinya, niatnya itu sama sekali tidak akan terwujud. meskipun dia belum juga mengeluarkan seluruh kemampuannya, para penonton terus mengelukkan namanya. Dan hal itu tentu membuat lawan merasa geram. Alhasil lawan Aron menyerang secara membabi buta, saat itu lah dia bergerak.
Bugh!
Bugh!
Gedebuk!
" Aron Walter, MENANG!"
Teriakan wasit diikuti oleh riuhnya suara penonton yang sangat senang melihat orang yang dijagokan menang. Mereka berdiri sambil bertepuk tangan.
" Haaah, aku sungguh tidak ingin menonjol. Tapi tentu itu tidak mungkin kan. Terlebih jika aku memenangkan Turnamen ini. Apa sebaiknya aku membuat diriku kalah? Haah entahlah."
Dan seperti yang sudah diprediksi Aron, bahwa hari itu dia memenangkan pertandingan berturut-turut. Sungguh lawan yang ia hadapi kali ini belum terlihat kuat jika dibandingkan dengan semua lawan yang ia pernah hadapi di Pelea De Lobos.
" Waah benar-benar seperti yang ku bayangkan Ron," ucap Jose. Dia merasa bangga dengan apa yang Aron lakukan.
" Bukan apa-apa Kak," ucap Aron pelan. Selama ini belum pernah ada yang memujinya dengan tulus. Oliver, pria itu hanya memujinya layaknya tuan yang merasa senang dihibur oleh peliharaannya.
" Oh iya, Oliver. Bagiamana kabar dia ya," gumam Aron pelan. Selama berada di tempat baru dan menjalani hidup sebagai Aron Walter, ia sungguh lupa terhadap Oliver. Tapi Aron bersyukur bahwa dia tidak lagi berurusan dengan pria itu.
Di tempat lain, tepatnya di kota dimana Aron pertama kali ditemukan oleh Oliver, sekarang Marcus tengah kembali mencari informasi tentang Aron. Meskipun sebelumnya ia sudah ke sana dan tidak mendapatkan apapun tapi ia masih penasaran. Maka dari itu hari ini Marcus tidak bisa datang untuk menyaksikan pertandingan Aron.
" Haaah, masih sama dengan yang waktu itu. Aku tidak mendapatkan apapun," gerutu Marcus. Ia sedang mendudukkan tubuhnya di sebuah restoran kecil namun terasa nyaman. Tidak lupa Marcus memesan kopi panas. Lumayan untuk meredakan hawa dingin yang ia bawa dari luar tadi.
" Apa ada yang lainnya Tuan," tanya pemilik tempat itu. Seorang pria yang bisa Marcus tebak kira-kira lebih tua darinya beberapa tahun.
" Terimakasih, sepertinya cukup itu dulu. Nanti saya akan meminta jika sudah ingin," jawab Marcus sopan. Ia menatap ke luar, pikirannya terus tertuju kepada anak laki-laki itu. Ia merasa dekat dengannya tapi Marcus sendiri tidak tahu mengapa. Maka dati itu dia bersikeras mencari tahu tentang masa kecil Aron di kota itu.
" Pak, maaf. Bolehkan saya bertanya sesuatu." Baru saja Marcus tercetus ide, ia yakin pemilik restoran itu adalah orang asli. Melihat beberapa foto yang terpajang di dinding, itu merupakan bukti keberadaanya sudah lama di kota tersebut.
" Silakan Tuan, jika bisa pasti saya akan menjawabnya," sahut pemilik restoran dengan ramah.
Sraaak
Marcus mengeluarkan sebuah kertas yang terdapat gambar wajah Aron. Tentunya dengan mata aslinya, bukan yang menggunakan softlens.
" Apa Bapak mengenal anak ini? Namanya Aron, dulu kecilnya dia berada di sini."
Pemilik resto mengamati gambar Aron. Ekspresi wajahnya mengatakan bahwa dia tidak mengenali. Marcus pun pasrah. Tapi saat ia hendak menyimpan kembali kertas itu, pemilik resto menahan tangannya.
" Saya tahu anak itu, dia adalah anak yang cukup tangguh. Meskipun masih kecil tapi dia mau melakukan pekerjaan berat hanya untuk bertahan hidup. Ya, dia beberapa kali juga membantu saya. Awalnya saya agak lupa, tapi mata itu. Mata milik anak itu setahu saya hanya dia yang memiliki."
" Benarkan? Benarkah Anda mengenal Aron. Lalu dimana dia sebelumnya tinggal, aah apakah dia punya orang tua?"
Sikap lesu Marcus berubah jadi semangat. Tapi ia kembali lesu setelah melihat pemilik resto menggelengkan kepalanya.
" Setahu saya dia tidak punya orang tua. Dia dibesarkan di panti, tapi panti itu pun juga sudah lama bangkrut. Maka dari itu Aron bekerja untuk hidup. Tapi, pemilik panti itu saya kenal dan dia masih hidup. Jika Anda mau, saya akan mengantarkan."
" Apa benar, jika boleh mari menemui kepala panti itu sekarang."
TBC
yes Aron berhasil