Niat hati ingin memberikan kejutan di hari pernikahan. Hatinya hancur berkeping-keping di saat sang suami lebih memilih meninggalkannya di bandingkan bertahan di dalam pernikahan.
Pertemuannya Alex dengan wanita bernama Eliza menggoyahkan hati pria itu, padahal pria itu sudah beristri yang tak lain pelakor dalam hubungan Eliza.
Jerat pun mulai Eliza lakukan demi membalas rasa sakit yang dulu pernah Mauren lakukan.
Bagaimana kisah mereka bertiga? akankah hubungan Eliza dan suami orang diresmikan atau justru karma Eliza tuai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 - Terjerat Sekretaris
Cahaya matahari masuk ke sela-sela jendela, sinarnya mampu mengusik tidur seorang wanita yang masih terlelap dalam balutan selimut tebal. Perlahan matanya mulai terganggu oleh pantulan cahaya itu hingga ia memutuskan membuka matanya secara perlahan.
Eh tunggu!
Eliza mulai menyadari kala tubuhnya terasa sakit seperti pertama kali melakukan hubungan badan bersama suaminya dulu. Dia segera melihat tubuh yang di balik selimut dan matanya melotot sempurna jika dia masih tidak mengenakan pakaian.
Deg ...
"Ini sungguh terjadi kepadaku. Aku melakukannya tanpa ikatan pernikahan." Eliza segera duduk sambil tangannya menarik selimut menutupi tubuh polosnya. Eliza juga meringis merasakan perih yang dulu pernah ia rasakan saat awal pertama melakukannya.
"Perih sekali. Seberapa besar milik dia sampai membuat milikku perih begini?" gumam Eliza heran dan matanya ia edarkan, "kemana dia?"
Di saat bertanya seperti itu, pintu kamar mandi terbuka dan Eliza langsung menoleh ke arah suara. Matanya tak berkedip memperhatikan Alex yang terlihat begitu tampan dengan tubuh atletisnya. Air yang menetes di rambutnya menambah kesan sempurna pria itu.
Alex mendongak, "Kamu sudah bangun?" tanya Alex dingin dan wajahnya terlihat tidak bersahabat.
"Bisa kamu lihat," balas Eliza menunduk seraya menghela nafas berat sambil memegang erat selimutnya.
"Terima kasih untuk yang semalam dan kamu tidak perlu mengingatnya lagi. Anggap saja kita tidak melakukan apapun selain kesalahan satu malam," ucap Alex membuat Eliza tertegun atas ucapannya. Pria itu dengan cuek melangkah mendekati lemari pakaian dan memilih baju yang akan di kenakan.
Deg ....
Hati Eliza bagaikan tertusuk duri. "Tidak mungkin mengingatnya setelah beberapa kali kamu melakukannya denganku?" ujar Eliza mendongak menatap sinis pria yang ada di hadapannya.
"Karena itu pengaruh obat dan kamu juga menikmatinya bukan? Jadi kita seimbang dan tidak perlu lagi membahas hal itu. Kita lupakan yang terjadi! Saya tidak mungkin menikmatinya, kamu sendiri terlalu murahan," balas Alex begitu pedas seakan menghina Eliza.
Lagi-lagi dada Eliza terasa sesak mendengar pria itu menuduhnya murahan. Matanya terpejam menahan amarah, tangannya terkepal kuat marah pada diri sendiri tidak bisa menolak dan tidak bisa mencegahnya. Seharusnya Eliza sadar jika pria seperti Alex tidak mungkin mudah di taklukan.
"Kamu benar, saya memang murahan," gumam Eliza pelan dengan bibir gemetar menahan tangis kala kata itu kini tersemat untuknya. MURAHAN, kata yang dulu ia sematkan kepada wanita selingkuhan suaminya kini terucap ditujukan untuknya.
Wajah Eliza menunduk sendu menyesali langkahnya menyerahkan diri demi membalas dendam. Ternyata ia tidak sanggup jika harus mendengar sebutan wanita hina dalam sekejap mata. Alex sendiri yang memohon dan memaksa dia melakukannya hingga Eliza sampai luluh melayani pria itu.
Perlahan kakinya ia turunkan ke lantai, masih menggenggam erat selimut yang melilit tubuhnya.
Alex memperhatikan raut wajah sedih Eliza di balik cermin dimana ia berada saat ini.
Eliza berdiri menahan perih di area intinya dan itu masih di perhatikan oleh Alex dari cermin.
"Sstt, kenapa masih perih sih?" gumam Eliza menarik nafas sampai terpejam dan membuangnya secara kasar. Perlahan Eliza melangkahkan kakinya. Setibanya di dekat pintu kamar mandi, Eliza berhenti dan berkata, "Kalau begitu mulai hari ini saya berhenti menjadi sekretaris Anda." Lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Alex terhenyak menolehkan kepalanya ke arah Eliza, "Apa maksudnya? Dia mau resign disaat baru sehari bekerja? Itu tidak akan ku biarkan, enak saja pergi setelah semuanya terjadi." Alex mengepalkan tangannya.
Beberapa saat telah berlalu, Eliza sudah membersihkan dirinya dan keluar mengenakan handuk yang hanya menutupi bagian tubuhnya. Matanya mencari keberadaan Alex yang tidak ada di sana.
"Dia tidak ada di sini," gumam Eliza terduduk lesu. Dia menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan terisak kecil, "Kenapa rasanya berat sekali melakukan dendam ini? Dan kenapa aku sampai menyerahkan diriku? Ini tidak ada dalam rencana ku, Tuhan."
Lalu Eliza mendongak mengusap air matanya secara kasar dan mengambil pakaian yang berserakan di lantai lalu memakainya kembali. Hanya pakaian itu yang Eliza miliki jadi mau tidak mau dia harus memakainya lagi.
Ketika sedang menyisir rambutnya, matanya tak sengaja melihat cek di atas kasur.
'Ini uang untuk kamu sebagai tanda terima kasih atas pertolonganmu tadi malam.'
Eliza meremas cek itu dan melemparkan ke atas kasur, "Aku bukan jalang, sialan. Hiks hiks, akhh!!" jerit Eliza dalam hati tidak terima dirinya di bayar seakan ternilai seperti wanita panggilan yang di bayar setelah di pakai.
*****
"Kenapa lo tidak bilang dari semalam kalau penerbangan ke luar kota di percepat, hah? Lo itu bikin gue kesal saja, Kenan." Alex mengumpat kesal pada asisten sekaligus temannya itu. Jika berdua begini, mereka tak lagi bicara formal.
"Maaf Bos, ini juga dapat info dadakan kalau meeting nya di percepat. Jadi kita harus segera berangkat sekarang." Kenan tak enak hati tapi mau gimana lagi, ini semua berasal dari info yang di dapatkannya.
"Gue harus meninggalkan Eliza sendirian di apartemen tanpa berpamitan gara-gara elo, sialan," umpat Alex menggeram kesal.
"Eliza!" Kenan yang tengah menyetir mobil terkejut Alex menyebutkan nama Eliza ada di apartemen baru milik Alex. "Alex, jangan bilang kalian tidur bersama dalam ranjang yang sama?" Otak pintar Kenan seketika mencerna kejadian yang mungkin saja terjadi.
"Ya, dan itu semua gara-gara minuman yang diberikan Mauren kepada gue hingga gue harus melakukannya dengan Eliza," ucap Alex berkata jujur pada asisten sekaligus orang kepercayaan dia yang mengetahui segalanya tentang dirinya.
"Oh my God! Lo seriusan meniduri dia, Lex? Ini sungguh luar biasa, jadi dia adalah wanita yang mungkin nanti akan selalu elo sentuh. Ternyata elo menemukan obatnya," pekik Kenan kegirangan jika Bos nya sudah menemukan wanita itu. Itu artinya Eliza adalah wanita yang harus Alex nikahi.
Alex terdiam seribu bahasa, dia malah teringat ucapan nya, dia melihat wajah sedih Eliza.
"Kenan, lo suruh seseorang untuk terus memantau Eliza dari jauh. Pastikan jika wanita itu tidak resign setelah kejadian semalam!" pinta Alex mulai panik sendiri.
"Loh, kenapa, Lex? Tidak mungkin Eliza resign secepat itu tanpa ada sebabnya?"
"Masalahnya gue bilang kepada dia untuk melupakan kejadian yang terjadi dan bilang dia murahan yang tidak bisa menolak gue, eh dia bilang akan resign."
"What? Lo itu Bos tapi bodoh, elo yang memaksa dan elo yang menyalahkan dia? Dasar Bos tidak punya otak. Tentu dia akan resign karena elo menyuruhnya melupakan semua itu. Itu artinya dia tidak ingin bertemu elo lagi setelah kejadian yang membuatnya terluka, elo paham?" Kenan sampai berani mengumpat dan memarahi Bos nya jika sedang bersalah.
"Hanya elo yang berani mengataiku bodoh, sialan. Tapi, apa yang harus gue lakukan sekarang, Kenan?" Alex gelisah sendiri dan bingung seraya mengusap wajahnya secara kasar.
"Dekati dia dengan caramu. Jerat dia dengan denda yang tertulis di surat perjanjian," ucap Kenan memberitahukan jika di surat perjanjian ada denda yang harus di bayar saat keluar sebelum waktunya habis.
"Lo benar, Kenan. Lo itu pintar sekali," ucap Alex menoyor kepala Kenan. Pria itu mendengus kesal.
"Ck, rupanya elo sudah terjerat hasrat satu malam bersama sekertaris mu itu dan gue yakin elo tidak mungkin melupakan malam pertama itu, di jamin 100%." ledek Kenan meyakini jika saat ini Alex sudah terjerat sama permainannya sendiri.
"Jerat hasrat sang sekertaris? Lebih tepatnya jerat hasrat selingkuhanku," gumam Alex tersenyum tipis mengingat bagaimana mereka melakukannya dengan penuh semangat dan kelembutan.