Rain, gadis paling gila yang pernah ada di dunia. Sulit membayangkan, bagaimana bisa ia mencintai hantu. Rain sadar, hal itu sangat aneh bahkan sangat gila. Namun, Rain tidak dapat menyangkal perasaannya.
Namun, ternyata ada sesuatu yang Rain lupakan. Sesuatu yang membuatnya harus melihat Ghio.
Lalu, apa fakta yang Rain lupakan? Dan, apakah perasaannya dapat dibenarkan? bisa kah Rain hidup bersama dengannya seperti hidup manusia pada umumnya?
Rain hanya bisa berharap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon H_L, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antara Hati dan Pikiran
"Lo Reno, kan? Orang yang sama dengan orang di foto ini?"
"Kak?" Rain kembali bersuara, membawa pria itu keluar dari keterdiaman-nya.
"Ah... Sorry. Iya. Ini gue. Lo dapat foto ini dari mana?"
Rain tidak langsung menjawab. Ia malah balik bertanya. "Lo teman Ghio?"
Pria itu kembali terkejut. Rain bisa menangkap ekspresi itu.
"Lo kenal Ghio?"
Rain mengangguk. "Jadi kak Reno beneran teman Ghio?"
Reno mengangguk. Namun, detik kemudian ia kembali bertanya. "Kapan Lo kenal Ghio? Dimana?" tanyanya tidak santai.
Rain melipat bibirnya ke dalam. Tidak mungkin ia bilang kalau ia baru mengenal Ghio, dan juga ia memberitahu kalau ia kenal Ghio sebagai hantu. Bisa saja ia dikata gila.
"Aa... Gue kenal Ghio sebelum dia kecelakaan, kak." bohong Rain.
Reno diam. Kali ini Rain tidak bisa membaca ekspresi itu.
"Kenapa dia gak bilang?"
Rain tidak mendengar ucapan Reno. Cowok itu bergumam terlalu pelan. Rain bahkan tak menangkap satu kata pun.
Lebih dari itu, Rain punya tujuan penting. Rain hampir lupa tujuannya.
"Kalau boleh tahu, kak Reno tahu dimana keluarga, Ghio?" tanya Rain.
Reno menatap Rain sebentar. "Keluarga Ghio?"
"Iya. Ini beneran penting banget, kak. Kalau Lo tahu, please, kasih tahu gue." Rain memohon sambil menyatukan telapak tangannya di depan.
Reno diam menatap gadis itu. Ia tidak tahu apa tujuannya. Tapi, melihat Rain memohon seperti itu, ia merasa itu memang sangat penting.
"Buat apa Lo cari keluarga Ghio?"
Rain menghela napas. Pria ini banyak tanya. Apa susahnya tinggal memberi tahu. Tapi, Rain tetap sabar.
"Ini menyangkut Ghio." kata Rain. "Gue gak bisa bilang, kak. Tapi, ini benar-benar penting banget," mohon Rain.
Rain menunggu Reno bersuara. Tapi, ia tidak mendapat sahutan sama sekali. Pria itu malah terlihat memikirkan sesuatu. Dia melamun.
Rain tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu. Tapi, melihat diamnya Reno, Rain seolah melihat sesuatu di dalamnya. Matanya seolah memancarkan kesedihan.
Rain berpikir, mungkin Reno teringat masa-masa pertemanan atau mungkin persahabatannya dengan Ghio. Memikirkan itu, Rain seolah terbawa suasana. Reno pasti merasa sangat kehilangan.
"Rain!"
"Rain!"
Rain dan Reno serempak mendongak ke arah suara.
"Gue nyariin Lo dari tadi. Gue pikir lo kesasar."
"Maaf, kak." Rain bahkan lupa dengan Willy.
Willy mengalihkan tatapannya dari Rain. Perhatiannya jatuh ke arah pria di depan Rain. Willy mengerutkan dahi. Telunjuknya terangkat menunjuk Reno.
"Reno?" tanya Willy memastikan penglihatannya.
Reno juga sama seperti Willy. "Lo Willy?"
Willy tersenyum lebar. "Iya, Bro. Ini gue. Lo apa kabar?"
Seolah sebuah kejutan, Reno langsung berdiri dan berpelukan ala pria dengan Willy.
"Gue baik, Bro. Wah... Lama gak ketemu Lo gak berubah-berubah aja, ya. Masih anak sultan." kata Reno sambil tersenyum lebar.
Willy menyengir kuda. "Lo aja yang berubah. Sekarang Lo makin jelek aja." Willy kemudian tertawa.
Mereka berdua saling bertukar rindu dan bercanda. Mereka lupa kalau Rain masih ada di sana.
Rain menghela napasnya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Kenapa jadi seperti ini? Kapan Rain akan mendapat jawaban?
"Eh-hem...." Rain berdeham keras, hingga keduanya sama-sama menoleh.
Willy bahkan lupa kalau ia masih menenteng kresek berisi makanan.
"Oh, sorry, Rain. Gue kesenengan," ucap Willy sambil menggaruk kepalanya. "Ah... Jadi Lo jumpa Reno duluan."
Reno mengangkat alis. Ia menunjuk Rain dan Willy. "Kalian berdua... "
Rain memotong ucapan Reno. "Willy kating gue, kak. Kebetulan dia kenal sama Lo. Jadi, kak Willy bantu gue nyari elo."
"Kalian dari kampus yang sama? Gue baru tahu kalau Lo kuliah di situ, Wil. Kenapa gak di sini? Duit bokap Lo, kan, banyak." ceplos Reno.
Willy hanya tersenyum. "Kebetulan dekat aja dari rumah, Ren."
"Jadi, alasan kalian datang jauh-jauh ke sini cuma karena nyariin gue? Effort juga kalian." cengir Reno.
Rain menatap lempeng. Ia datang bukan untuk Reno by the way. Tujuannya hanya untuk Ghio.
"Gue cuma nemenin Rain," kata Willy.
Reno mengangguk. "Gue-"
Reno tak melanjutkan ucapannya. Suara nontifikasi ponselnya mengalihkan atensi ketiganya.
"Sorry. Kayaknya gue harus pergi sekarang. Kelas mau mulai." kata Reno. Ia buru-buru membereskan tas dan labtobnya.
Rain langsung berdiri. Ia jadi panik sekarang. "Kak Reno. Lo belum kasih tahu sama gue." panik Rain.
Reno menepuk jidatnya sendiri. "Astaga. Gue lupa. Ah... Mungkin lain kali aja. Gue buru-buru soalnya." Ia menenteng ranselnya. "Gue duluan. Bro, lain kali kita jumpa."
Reno melangkah cepat begitu saja.
Rain tak bisa membiarkan Reno berlalu begitu saja. Ia segera berlari dan menghalangi jalan pria itu.
"Jalan XXX no.13." kata Reno cepat dan berlalu dari hadapan Rain.
Rain ikut melangkah mengikuti Reno. "Rumah?"
"Iya. Rumah Ghio."
"Jalan apa tadi?"
"Nanti aja, deh. Habis dari sini. Oke?" kata Reno sambil berjalan terburu-buru. Sesekali ia melirik jam tangannya dan Rain.
Willy dari jauh hanya menatap sambil berkedip. Lebih baik ia menunggu saja. Lagi pula, ia tidak mau ikut campur. Rain pasti tidak suka itu.
Rain ikut berjalan buru-buru. Langkahnya seimbang dengan langkah Reno.
"Jam berapa?"
"Sore. Kelas gue kelar agak sore. Atau, kalau Lo bosan nunggu sampai sore, besok aja jumpa sama gue." kata Reno.
Mereka tiba di belokan. Rain berjalan cepat.
"Gue masuk siang. Jadi gue usahain besok datang pagi."
"Besok pagi gue gak bisa." kata Rain.
"Sore."
"Setuju."
"Oke. Gue tunggu besok di sini." Reno berhenti tiba-tiba. Ia menghadap Rain. "Kenapa kita kayak main kejar-kejaran?"
"Lo buru-buru, kak." kata Rain kelewat santai.
Reno langsung melotot. "Astaga. Gue harus presentasi sekarang." katanya, lalu hendak berlari.
Buru-buru Rain mencekal tangan Reno.
"Apa lagi? Bukannya udah?"
Rain memberikan ponselnya. "Nomor Lo, kak."
"08** **** ****" katanya cepat. Hingga akhirnya, Reno benar-benar sudah berlari jauh.
Rain mengucapkan nomor itu secara perlahan. Lalu mengetikkannya di layar ponsel. Untung ia ingat.
Setelah itu, Rain berbalik.
"Dimana kak Willy?" gumamnya. Lalu, Rain menepuk jidatnya. "Di taman. Astaga."
Rain langsung kembali ke taman. Di sana, ia melihat Willy menatapnya dengan tenang.
"Gimana?" tanya Willy setelah Rain duduk.
Rain mendesah. Ia belum mendapat jawaban pasti. Namun, "setidaknya, Reno tahu keluarga Ghio dimana."
"Ghio siapa?" tanya Willy.
Rain berkedip sambil menatap Willy. Rain baru sadar, ia mengutarakan isi pikirannya.
"Orang yang gue cari," katanya sambil mengalihkan pandangan. "Wow! Makanan. Ayo makan, kak. Gue udah lapar banget," kata Rain. Ia mulai membuka makanan.
Willy diam sebentar memikirkan ucapan Rain. Siapa Ghio? Itulah pertanyaan yang melintas di kepalanya. Apakah pria yang berada di foto? Pria yang berada di samping Reno. Apa itu?
"Kak. Ayo makan. Bukannya tadi Lo bilang lapar?" tanya Rain.
Willy tersadar dari lamunannya. "Iya. Ayo makan," katanya. Sepertinya, Rain benar-benar tidak ingin memberitahunya apa pun.
Willy memilih diam dengan segala pikirannya. Tadi, Reno sempat menyebutkan alamat. Dan Rain mengatakan Reno tahu dimana keluarga Ghio.
Siapa Ghio ini? Apakah ini yang disebut Rain sangat penting?
Keluarga Ghio?
Bahkan sudah menyangkut keluarga. Sepenting itu kah orang bernama Ghio itu?
Willy ingat tadi pagi. Saat ia membuka video Reno bersama satu pria, Rain nampak tersenyum. Mungkin saja, pria itu adalah Ghio.
Apa jangan-jangan, Ghio adalah pria yang Rain suka?
"Lo suka sama orang bernama Ghio itu?" Willy bertanya. Dan tanpa ia sadari, tangannya mengepal.
"Hah?"
Mata Rain mengerjap mendengar ucapan Willy. Pertanyaan macam apa itu? Kenapa Willy bisa kepikiran kesana?
"Kenapa kak Willy nanya gitu?" tanya Rain bingung.
"Lo nyariin cowok bernama Ghio, ya? Apa dia orang penting, sampai Lo nanyain keluarganya?" tanya Willy.
Rain, tanpa bicara, mengangguk.
Tangan Willy semakin mengepal hingga nampak urat-urat menonjol.
"Dia pacar Lo?"
Rain menggeleng polos.
"Terus, Lo suka dia?"
Rain diam. Matanya berkedip. Apa ia suka Ghio? Ia suka hantu?
Pikiran Rain berkata hal itu mustahil. Bagaimana mungkin ia menyukai hantu? Tapi, kenapa hatinya seolah menolak pikiran itu?
Dan lagi, mulut Rain seolah bungkam, tak bisa menyuarakan. Sebab tidak ia sadari, hati dan pikirannya saling bertolak arah.