Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab, 27. Mark, melamar Laura.
"Singkapkanlah tirai itu. Agar kau dapat melihat keindahan di luar sana. Usah bayang masa lalu membayangi setiap langkahmu. Karena hari pasti berganti."
Laura tengah meracik, bumbu untuk memasak mie goreng. Aroma harum bumbu yang ditumis, menguar memenuhi segenap ruangan. Laura bersin-bersin, mencium bimbu yang dia tumis.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Laura menyempatkan diri memasak mie goreng kesukaannya.
"Harum kali, Bu, aromanya. Pasti enak, nih." celetuk Nita, saat dia disuruh Laura mengaduk-aduk kuah santan untuk lontong.
"Tolong cicipi rasanya, Nit, apa udah pas garamnya." Nita menyendokkan sedikit kuah ke telapak tangannya, lalu mendecapnya.
"Sudah, Bu, semuanya sudah pas dan mantap!" Nita mengacungkan jempol.
"Coba test rasa dulu ini." Laura menaruh semua bahan dalam mangkok. Mulai dari lontong, mie, telor rebus, bawang goreng dan krupuk.Terakhir disiram dengan kuah santan.
"Wow! Mantap Bu, rasanya. Empat jempol untuk ibu," decak Nita saat suapan pertama masuk kemulutnya.
"Benar, rasanya udah, pas?" Laura mengambil sesendok dan memasukannya kemulutnya. Laura meresapkannya sebentar, lalu manggut- manggut.
"Mantap 'kan, Bu?"
"Lumayanlah, ibu suka pedasnya gak terlalu menggigit."
"Pantasan, Om Mark, jatuh cinta sama ibu. Masakan ibu selalu mengena di perut, Om."
"Ih, kamu ini. Sikit-sikit selalu Om Mark."
"Ada apa denganku. Namaku kok disebut-sebut." ucap Mark tiba-tiba dan sudah berdiri diambang pintu.
Laura dan Nita terkejut. Nita tertawa ngakak.
"Ih, om panjang umur dah. Begitu disebut sudah nongol." Nita, tersenyum menggoda. Wajah Laura memerah karena ulah, Nita.
"Hai, Carry, apa khabar?" sapa Laura.
"Baik tante. Dek Bobby mana, Tan?"
"Ada, di kamarnya." Laura menunjuk keatas, seraya melap tangannya ke celemek. Laura sangat kaget dengan kedatangan Mark yang tiba-tiba.
Rencananya dia akan mengundang Mark dan Carry, saat sore untuk makan bersama. Tak diyana mereka udanh datang duluan.
"Sepertinya mau ada acara besar, ya?" Mark mengendus aroma yang yang melekat di dalam ruangan.
"Om, mau?" Nita menawarkan lontong dihadapannya.
"Maulah, siapa yang mau nolak rejeki," Mark sudah siap-siap mau mengambil sesendok lontong milik Nita.
"Ih, bukan ini, Om. Itu masih ada banyak. " Nita menunjuk kearah meja diseberang mereka, " Nita, buatkan sama , Om ya."
"Sudah, teruskan aja makannya. Biar Om saja yang ambil." Mark, mengambil satu porsi lontong diatas meja. Menghampiri Laura dan meminta kuah santan.
"Ya, ampun. Udah mau cicip juga. Nita tuh, cuma mau test rasa, bang?" ucap Laura geli. Karena Mark gak sabaran.
"Sama abang juga mau test rasa lontongnya. Masak Nita dibolehin, abang gak boleh?" Mark, menekan kata abang, karena baru kali ini Laura menyebutnya dirinya, abang.
Mark, merasa tersanjung, dan menggoda Laura.
Laura yang keceplosan jadi malu.
"Ya, udah abang tunggu saja disana, biar Laura antar nanti. Laura mengusir halus Mark. Bukan apa-apa, Laura merasa tidak percaya diri, karena dirinya berpeluh dan bau bumbu sehabis masak.
Mark berbalik, mendekati tempat duduk Nita.
"Napa, Om? Ditolak ya, Om?" kekeh Nita tertawa lucu, "Kan, tadi udah Nita bilang. Biar Nita aja yang ambil. Om, sih, keras kepala."
"Hem...."
"Eh, Om kok cepat kali datang. Acaranya, 'kan sore. Ini mah masih siang." bisik Nita lagi.
"Bukannya kamu bilang, siang. Gimana, sih." dengus Mark, merasa dikerjain.
"Gak lo, Om. Seingat Nita, bilangnya siang. Om, amnesia kali atau Om dah gak sabaran ngasih kado sama, Ibu."
"Eh, pain bisik-bisik segala! Ngomongin, Ibu, ya?" delik Laura ke Nita, bola matanya sampai melotot.
"Ih, ibu cemburu, ya?" kekeh Nita. Mengangkat mangkok kotornya, dan pergi ke ruang dapur.
Tanpa sepengetahuan Laura, Nita dan Mark memang mau buat kejutan pada hari ultah, Laura. Sayangnya Mark salah informasi. Untunglah tadi dia tidak membawa kotak kue dan buket bunga. Masih disimpan di mobil.
Sementara, Laura rencanaya mau ngundang, Mark setelah segala sesuatunya beres dia siapkan. Siapa sangka, Mark datang tiba-tiba.
"Lontongnya, enak. Rasanya pas di lidah." Mark memuji masakan Laura.
"Makasih, ya. Aku tinggal bentar dulu. Mau mandi soalnya." pamit Laura.
"Emang mau ada acara, ya?" tanya Mark pura-pura.
"Gak juga, sih. Cuma mau makan bersama saja. Rencananya, mau ngasih tau sekarang. Eh, kamu udah keduluan datang." ungkap Laura setengah malu.
"Acara makan bersama, ada yang ultah kah? Biar aku tebak, adek ultah hari ini, ya?" Laura mengangguk. " Oh, selamat ya, panjang umur dan sehat selalu," ucap Mark.
"Amin. Makasih, ya." Laura pamit pergi.
Mark tersenyum manis, sesaat Laura pergi. Nita yang menguping sedari tadi, cekikikan di dapur. Nita merasa senang kalau Mark dan Laura bisa bersatu.
Tepat jam empat, sore. Mereka kumpul dilantai dua. Nita, Carry, Bobby sedari tadi sudah duduk manis.
Mark, masih diluar. Menunggu momen yang pas seperti yang diajari, Nita.
Laura masih didalam kamar. Diumpetin Carry dan Bo. Tiba saatnya, Laura dijemput Carry dari kamar. Matanya ditutup dengan sapu tangan. Carry membantu Laura, sebagia penunjuk jalan
Laura yang tidak tau apa-apa, sempat protes. Karena tidak menduga acara ultahnya dibuat seperti itu.
"Stop, Tante," ucap Carry ketika tiba di ruang keluarga.
"Eits, jangan dibuka dulu, Bu." Teriak Nita saat Laura hendak membuka penutup matanya.
Nita, membisikkan sesuatu pada Bobby. Setengah berlari, Bo, menuruni anak tangga. Menjemput Mark yang sudah menunggu sedari tadi.
Bo, memegangi buket bunga. Sedang Mark, membawa kue ultah penuh dengan lilin yang menyala.
Sesampai diatas, Mark dan Bo, berdiri tepat didepan, Laura. Perlahan, Nita membuka penutup mata Laura.
"Happy Birthday!" teriak mereka serempak, begitu Laura membuka matanya.
Laura terkejut penuh haru. Menatap satu persatu yang berdiri didepannya. Laura merasa suprise sekali. Lidahnya terasa kelu untuk berucap.
"Ayo, Tante, tiup lilinnya." Carry menyanyikan lagu tiup lilin diikuti yang lain.
"Hup....Huup....!!! Laura meniup lilin hingga mati. Diiringi tepuk tangan meriah dari Nita dan Carry.
Mark meletakkan kue tart diatas meja. Menyerahkan buket bunga dan memeluk hangat, Laura.
Lalu Mark, mengeluarkan kotak mungil dari kantongnya. Membukanya, sebuah cincin bermata berlian nampak berkilau.
Laura terkejut, menatap Mark dengan pandangan kabur. Karena genangan air mata yang memenuhi netranya.
"Menikahlah denganku, sayang." Mark menyematkan cincin itu ke jari manis Laura. Laura tidak bisa bicara, ditatapnya Mark dengan linangan air mata.
Laura mengangguk, tanda setuju. Tanpa kata, menghambur ke dalam pelukan, Mark.
Carry datang memeluk, juga Bobby.
Nita, menangis terharu. Tidak tahan melihat pemandangan didepannya.
"Udah, udah, deh pelukannya. Kuenya kapan dipotong, Bu. Nita sudah gak sabar," ucapnya konyol. Semua tertawa mendengar ucapan itu.
Mark menatap Laura, penuh makna.*****
"Sayang,