Tangan Kasar Suamiku
"Haruskah, tangan yang bicara
Setiap kali amarahmu bergelora
Tidak bisakah, mulut menguntai frasa
Meski salah diri setinggi pucuk cemara."
"Plak!"
"Plak!"
Dua tamparan keras mendarat di wajah putih Laura. Saking kerasnya tamparan itu, Laura terhuyung dan tubuhnya terjengkang jatuh ke atas sofa. Tanda merah nampak jelas tergambar di pipi itu
Laura menatap suaminya, Andre, dengan tatapan bingung sekaligus kaget. Kenapa suaminya menampar pipinya tanpa basa-basi? Kenapa pula suaminya pulang tiba-tiba, padahal baru beberapa jam setelah pergi.
"Ada apa bang? Kenapa abang tiba-tiba menamparku?" ringis Laura sembari mengusap pipinya.
Laura mencoba bangkit dari sofa. Tapi dia terduduk kembali karena merasakan pusing yang tiba-tiba mendera kepalanya.
Dengan pandangan yang berkunang, Laura melihat ibu mertuanya dan adik iparnya berdiri dibelakang Andre, dengan senyum licik, yang membuat Laura jijik. Pasti ibu mertua dan adik iparnya ada dibalik semua ini, seperti yang sudah-sudah.
Andre, suami Laura, kerap ringan tangan bila ada sesuatu masalah atau sikap Laura ada yang tidak berkenan di hatinya.
"Ada apa kamu bilang? Kamu masih bertanya-tanya?" sentak Andre murka.
Masih mengusap pipinya yang terasa panas. Laura, melontarkan tatapan penuh tanya.
"Kamu lihat ini!" Andre melemparkan secarik kertas kecil tanda transfer sejumlah uang, yang tertera ke nomor rekening ibu Laura.
Laura heran, bagaimana kertas itu bisa berada di tangan suaminya?
"Masih mau berkelit juga?" tatap Andre dengan kilatan tajam.
Laura, bungkam. Dia benar-benar bingung, kenapa kertas kecil itu bisa jatuh ketangan mertuanya. Sehingga mertuanya mengadu kepada suaminya.
"Maaf, bang. Ibu butuh uang, jadi saya mengirim uang untuk ibu?"
"Tuh, kan, ngaku juga," ucap Bu Maya dengan nada menggas.
"Kenapa kamu tidak minta ijin saya dulu. Aku 'kan suami kamu!"
Laura makin diam , dia tau apa yang telah dia lakukan itu salah. Karena diam-diam mengirim uang ke ibunya tanpa seijin suaminya.
Tapi, meminta ijin pun belum tentu dibolehkan. Lagi pula uang itu adalah uangnya sendiri. Hasil dari menulis novel secara diam-diam. Jadi menurutnya tidak akan ada yang tau hal itu.
Tapi sungguh sial, tanda bukti itu, kok bisa jatuh ketangan mertuanya.
"Kenapa kamu diam?"
"Apakah, Abang akan memberi ijin? Lagian, uang itu adalah uangku."
"Apa? Uang kamu? Ngaca dulu! Dari mana kamu dapat uang sebanyak itu, hah! Pastinya juga hasil dari mencuri uangku!"
"Cukup, Bang! Cukup! Kamu sudah sangat keterlaluan. Menuduh aku mencuri." Buliran air mata sudah mulai merebak di kedua netra, Laura, tapi masih berusaha dia tahan agar tidak menganak sungai.
"Hem, istri macam apa dulu, jika suka mencuri uang suami," sindir Bu Maya
"Cukup! Bu. Aku tidak pernah melakukan itu.Justru ibu yang jadi pencuri karena Ibulah yang mengendalikan uang di rumah ini."
Bu Maya melotot mendengar ucapan menantunya.
"Jangan kurang ajar kamu, ya!" Bu Maya hendak menampar Laura, tapi dicegah oleh Andre.
"Andre, istrimu itu sudah sangat kurang ajar pada ibumu. Bagaimana kamu bisa diam saja!"
Laura sangat kaget saat Mertuanya hendak menamparnya. Meskipun dilerai, Andre. Tapi perlakuan mertuanya sudah sangat berlebihan.
"Laura, kapan kamu ambil uang itu?"
"Memang abang ada kehilangan, uang?" Laura balik bertanya dengan tenang. Tatapannya dingin, menghunus.
"Lalu kamu dapat dari mana?"
"Itu urusanku, abang tidak perlu pusing memikirkan soal itu."
"Palingan juga, hasil melac***," timpal Luna tiba-tiba. Membuat mata Andre dan Bu Maya melotot.
"Jaga mulutmu, Luna! Kamu masih anak kecil jangan turut campur!" hentak Andre garang. Membuat nyali Luna mengkerut.
"Kamu ngutang ke orang lain, ya. Jangan membuatku malu, Laura!"
Laura diam, tak menyahut lagi. Dia sudah muak dengan perlakuan suami dan ibu mertuanya serta adik iparnya, yang selalu memperlakukannya seperti budak saja dirumahnya sendiri.
"Kamu, makin kurang ajar, ya. Tidak menghargai suami sendiri!" Andre sudah mengangkat tangannya bersiap hendak menampar lagi wajah Laura.
Namun, tangannya menggantung di udara, saat melihat tatapan istrinya yang sedingin salju. Wajahnya menantang, tidak menunduk atau hendak menghindar dari tangan kasar Andre.
"Memang dasar! Istri tidak tau diri!" umpat Bu Maya, saat melihat reaksi Laura dengan tatapan dinginnya.
Perlahan Andre menurunkan tangannya, dan berbalik cepat menghindari mata Laura.
"Oke, aku tidak akan mencampuri urusanmu, tapi dari mana kau peroleh uang itu?",,ucap Andre lirih.
"Uang itu adalah gaji pertama aku, menulis novel online," sahut Laura datar.
"Novel online?" jawaban serempak keluar dari mulut Andre, Luna dan Maya. Ketiganya saling menatap.
"Lantas, kenapa uang itu kau berikan pada ibumu saja. Seharusnya keluarga ini yang lebih kau utamakan," sindir Maya.
"Ibu, serakah sekali. Setelah menguasai uang suamiku, ibu mau mengambil uangku juga," ucap Laura datar. Namun matanya menatap tajam pada mertuanya. Bu Maya, bungkam dengan wajah memerah. Baginya ucapan menantunya itu memang benar adanya.
"Sudah! Masalah ini aku anggap selesai. Aku mau balik ke Kafe. Lain kali kalau ibu mengadu, cari dulu sumbernya yang jelas." Andre, melangkah pergi, meninggalkan istri dan ibunya.
Tadi, ibunya menelepon kalau istrinya telah mengirimkan sejumlah uang secara diam-diam ke orang tua Laura. Awalnya, Andre tidak percaya. Bagaimana istrinya bisa memiliki uang untuk dia kirimkan pada orang tuanya.
Sementara yang memegang uang selama ini adalah ibunya. Sejak ibunya tinggal bersama mereka, ibunyalah yang memegang kendali atas keuangan rumah tangganya.
Ibunya selalu bercerita kalau istrinya itu sangat boros, tidak pandai menggunakan uang. Bertepatan dengan kelahiran putranya, Bobby, ibunya lah yang memegang uang.
Istrinya yang awalnya protes, tapi pada akhirnya diam saja. Entah setuju atau tidak, tapi Laura pernah memperjuangkan haknya itu. Hanya saja dirinya sebagai suami Laura tak menggubrisnya.
"Sudah, biar sajalah ibu yang pegang uang dan mengurus keperluan di rumah ini. Toh, dia ibuku, tidak mungkin menelantarkan keluarga ini."
"Tapi, Bang, aku 'kan istri kamu. Masak ibu yang pegang semua uang di rumah ini.Kalau abang memang mau ngasih jatah sama ibu, silahkan. Tapi jatah untuk aku dan Bobby juga harus abang kasih."
"Apa salahnya sih, ibu yang pegang. Kalau ada hal yang perlu tinggal minta sama ibu, beres 'kan?"
"Tapi, bang!" protes Laura waktu itu. Tapi Andre tetap ngotot, sengotot mertuanya yang ingin tetap memegang kendali atas keuangan keluarga mereka.
Entah, Andre mengetahui atau tidak. Bu Maya tidak pernah mau memberikan uang sekedar pegangan untuk Laura.
Memang sih, untuk urusan dapur dan kebutuhan sehar-hari semua di penuhi. Susu untuk kebutuhan anaknya juga selalu ready.
Namun, Laura tidak pernah pegang uang sepersen pun. Bila ada kebutuhan mendadak harus minta dulu pada mertuanya dan ujung-ujungnya bikin nyesek hati. Pastinya, rayuan pulau kelapa berubah jadi omelan sepanjang jalan kenangan.
Laura tetap diam, agar tidak terjadi keributan dalam rumah tangganya. Untuk bekerja diluar rumah, Laura tidak tega karena Bobby masih kecil.
Akhirnya Laura mendapat ide, karena kesukaannya membaca novel, Laura pun mencoba menulis novel secara online dan mengirimnya ke sebuah platform.
Entah karena nasib baik atau memang sudah rejekinya. Secara perlahan, tulisan Laura makin disukai banyak pembaca. Hingga dia bisa mengirim uang ke ibunya. Juga, masih memiliki sedikit tabungan.*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
harus Laura, mertua kaya gitu harus di tatar mmg🤭🤭🤭
2024-03-22
0
Lela Lela
semangat bagus kamu laura
2023-11-02
0
auliasiamatir
keren banget.. langsung aku subscribe
2023-10-04
0