Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus menemani siapa?
Rumah Sakit
Papa Ricardo membawa Deandra ke rumah sakit di mana tempat Poppy di rawat. Para medis begitu sigap menerima Deandra yang masih tidak sadarkan diri, dan Dokter IGD segera menanganinya. Harland yang kebetulan masih ada jadwal kunjungan kerja, terpaksa berpamitan pada Ricardo dan bergegas meninggalkan rumah sakit.
Kini, tinggallah Bu Nani yang berada di ruang rawat VVIP setelah Deandra disarankan untuk dirawat karena suhu tubuhnya semakin panas selain ada cedera di bagian kening yang baru saja mendapatkan jahitan karena ada robekan.
Lalu di manakah Aidan?
Pria lumpuh itu berada di depan kamar yang ditempati Deandra bersama Papa Ricardo. Pria paruh baya itu sedari tadi menghunuskan tatapan tajamnya kepada putranya tersebut.
“Buat apa kamu ke sini! Sebaiknya kamu ke ruang ICU, jaga istri tercintamu itu di sana! Tidak perlu lagi kamu ingin tahu keadaan Deandra, atau kamu masih belum puas menyakiti istri yang kamu anggap pelayan ini! Sudah tahu dia dalam keadaan sakit, masih saja kamu mau menyakiti fisiknya! Dasar suami brengsek!” sentak Papa Ricardo, hati kecilnya masih emosi.
Aidan bergeming ketika Papa Ricardo membentaknya, sesekali dia menarik napasnya dalam-dalam.
Sedangkan diujung lorong lantai lima, dari kejauhan terlihat sosok wanita paruh baya dengan penampilan sosialitanya jalan tergopoh-gopoh mendekati keberadaan Aidan dan Papa Ricardo.
Wanita paruh baya itu tersenyum hangat. “Assallamualakum, Aidan, Pak Ricardo ... ternyata saya tidak salah lihat tadi,” sapa Mama Daisy dengan ramahnya.
“Alaikumsalam,” jawab Papa Ricardo sembari mendongakkan wajahnya. Sedangkan Aidan menoleh ke belakang.
“Mama,” sapa Aidan.
“Tadi mama sempat lihat ada nak Aidan waktu di lobby, Mama panggil kok tidak disahuti?” tanya Mama Daisy.
“Oh ... Maaf Mah, aku benar-benar tidak dengar.” Memang dia tidak mendengar, karena otaknya hanya tertuju jelas Deandra.
“Nak Aidan dan Pak Ricardo kenapa ada dilantai ini, ruang ICU kan ada di lantai 4?” tanya Mama Daisy, sembari melirik pintu yang bertuliskan Lily 101.
Papa Ricardo menatap datar wajah besannya tersebut dengan merutuki Mama Daisy dalam hatinya. “Deandra sakit, jadi saya bawa ke sini untuk segera di tangani,” kata Papa Ricardo dengan datarnya.
“Oh sakit, kok tidak kasih tahu saya ya, Pak. Haduh anak itu kalau sakit agak rewel loh Pak. Mohon maaf jadi ngerepotin Pak Ricardo,” jawab Mama Daisy, berpura-pura terkejut.
Hati Papa Ricardo mendesis melihat kepura-puraan besannya tersebut. “Bu Daisy kalau mau menjenguk silahkan masuk saja.” Papa Ricardo sok menawarkannya sembari menunjuk pintu kamar yang ada di dekat mereka bertiga.
Raut wajah Mama Daisy mulai berubah menjadi sendu, dan mengalihkan tatapan ke menantunya. “InsyaAllah saya akan menjenguknya nanti, kebetulan saya sebelum ke sini mau mengurus Poppy di ruang ICU. Dan kalau bisa ... mungkin Aidan mau menemui Poppy. Dia sangat butuh perhatian darimu, dia butuh stimulasi dari orang yang mencintainya agar lekas bangun dari komanya,” tutur Mama Daisy, dengan suara tercekat menahan kesedihannya.
Papa Ricardo memasukkan salah satu tangannya ke saku celana, seakan membuat dirinya sedikit rileks.
“Benar yang dikatakan Bu Daisy, kamu jarang menjenguk istri tercintamu. Ada baiknya selagi ada di sini, temuilah istrimu itu biar cepat sadar dari komanya,” pinta Papa Ricardo, suaranya pelan namun penuh penekanan.
Aidan terlihat galau, dia ikut ke rumah sakit karena Deandra, tapi di satu sisi ada Poppy yang lebih membutuhkannya di rumah sakit. Lucky yang berada tidak jauh dari mereka bertiga, diberi kode oleh Papa Ricardo agar lebih mendekat.
“Bawa Tuanmu ke ruang ICU,” perintah Papa Ricardo.
“Baik Tuan Besar,” jawab patuh Lucky.
Mama Daisy tersenyum tipis. “Kalau begitu kami pamit ke bawah dulu Pak Ricardo,” ucap Mama Ricardo.
“Silahkan.”
Sebelum meninggalkan lantai 5 Mama Daisy kembali melirik daun pintu kamar Lily 101. “Kebagusan sekali Deandra di rawat diruang VVIP! Dan ngapaiin juga Aidan harus mengurus atau menemani Deandra!” batin Mama Daisy geram. Namun, rasa geramnya masih tertutupi dengan sikap tenangnya itu.
Aidan kali ini tidak berdaya, dia menuruti Mama Daisy ke ruang ICU, namun pikirannya berada di lantai 5.
Dari kejauhan Papa Ricardo menyeringai tipis melihat kepergian Mama Daisy dan Aidan yang meninggalkan lantai 5.
...----------------...
RUANG ICU
Sehubungan untuk menjenguk pasien ICU tidak boleh berbarengan, maka Mama Daisy terlebih dahulu masuk ke dalam. Sedangkan Aidan menunggu di luar dan melihatnya dari jendela besar yang sudah dibuka kain gordennya.
Wanita yang dia cintai, wanita yang pernah mengandung buah hatinya. Wanita yang pernah menemani mengarungi rumah tangga selama lima tahun, masih tak berdaya di dalam sana. Namun, entah kenapa dalam beberapa hari ini dia lupa dengan wajah istri yang dirindukannya.
“Nak Aidan, masuklah ... mama sudah melihatnya,” pinta Mama Daisy yang tiba-tiba saja menepuk lembut bahu pria itu, membuat Aidan terbangun dari lamunannya.
“Iya Mah,” jawab Aidan pelan, lalu dia menggerakkan kursi rodanya untuk masuk ke ruang ICU.
Perawat yang menjaga mempersilahkan untuk masuk, dan meninggalkan mereka berdua untuk beberapa saat. Kursi roda Aidan sudah berada di samping ranjang istrinya, lalu dia menatap sendu wajah istrinya yang semakin hari terlihat tirus.
Aidan menyentuh tangan Poppy dan mengusapnya dengan lembut. “Maafkan aku, jika sudah beberapa hari ini aku tidak menemuimu, sayang,” gumam Aidan sendiri, lalu dia mengecup punggung tangan Poppy. “Maafkan aku, jika mengabaikanmu ... itu bukan maksudku. Aku hanya sedang memberikan hukuman buat orang yang telah mencelakakan kita, yang telah membuat kita kehilangan anak kita, Poppy. Aku hanya ingin dia merasakan apa yang kita rasakan, kalau perlu —,” Aidan mengantung perkataannya.
“KENAPA TIDAK SEKALIAN BUNUH AKU SAJA! BIAR AKU MATI! BIAR KALIAN PUAS!”
Perkataan Deandra masih terekam jelas diingatan Aidan, hingga mampu membuatnya dia menarik tangannya dari tangan Poppy sembari menggelengkan kepalanya sesaat. Perasaannya terasa gamang, di satu sisi dia ingin membalas dendamnya pada Deandra, namun di sisi lain dia tidak menginginkan Deandra kehilangan nyawa. Cukup sekali hatinya ketakutan saat mendapat kabar Deandra tenggelam di pantai, namun rasa takut itu ditepisnya secepat mungkin.
Aidan meraup wajahnya dengan kasar, lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangannya, hati yang gamang itu masih enggan untuk pergi dari relung hatinya.
“Ada apa denganku,” batin Aidan galau. Tanpa dia sadari jemarinya menyentuh bibir dan ingatannya kembali di saat dia menyentuh lembut bibir ranum Deandra untuk pertama kalinya. Rasa itu seakan masih tertinggal di bibirnya.
Bersambung ...
Yuk Kakak Readers jangan lupa, klik LIKE, tinggalkan komentarnya, dikasih kembang sama kopi juga boleh, nonton iklan apalagi jadi tambah semangat. Terima kasih sebelumnya.
keren thor..
aq suka ma novel2 mu.....
sukses selalu thor...../Heart//Heart//Heart//Heart/