Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Semakin hari kondisi Zahra semakin melemah. Dia tidak bisa beraktifitas seperti dulu lagi. Dia harus sering-sering istirahat. Dia hanya mengajar anak-anak mengaji di sore hari saja, selebihnya dia berada di kamarnya. Kini obat-obatan juga sudah menjadi makanannya sehari-hari.
Sudah beberapa hari juga, dia tidak bertemu dengan Rendra. Rasanya seperti ada yang kurang.
"Zahra, aku masih belum bisa menemukan pendonor sumsum tulang belakang yang cocok buat kamu. Jadi, sudah aku jadwalkan untuk kemoterapi dua hari lagi karena badan kamu semakin melemah. Memang persentase keberhasilan kemoterapi sangat kecil, tapi kita harus tetap berusaha membunuh sel kanker itu agar stadium bisa berkurang dan tidak semakin bertambah."
Zahra hanya menganggukkan kepalanya setelah mendengar penjelasan Dokter Hendra. Sebenarnya dia sedang memikirkan Rendra. Sedang apa dia sekarang? Mengapa dia tidak menemuinya? Apakah dia baik-baik saja?
"Hmmm, Dokter apa Rendra sudah kembali ke rumahnya?" tanya Zahra pada akhirnya.
Hendra terdiam beberapa saat, lalu dia menjawab pertanyaan Zahra. "Dia ada di kamarnya. Lagi sibuk ngerjain sesuatu sambil memulihkan lukanya."
Zahra tak menimpali perkataan Hendra lagi.
"Mau bertemu dengan dia?" tanya Hendra. Meski sebenarnya dia tidak rela Zahra bertemu lagi dengan Rendra, tapi dia harus menerima kenyataan ini.
Zahra menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu."
"Hmmm, Zahra apa tidak sebaiknya kamu memberi kabar pada keluarga kamu. Karena pendonor yang cocok buat kamu hanya dari keluarga kamu."
Zahra menggelengkan kepalanya. "Justru setelah tahu kalau aku sakit, aku gak mau pulang. Aku gak mau membuat mereka khawatir."
Hendra menghela napas panjang. Dia sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk Zahra, tapi tetap hasil akhir ada ditangan Sang Pencipta.
"Ya sudah kamu sekarang istirahat ya."
Zahra menganggukkan kepalanya.
Kemudian Hendra keluar dari kamar Zahra. Dia kini berjalan menuju ruangan Rendra. Terlihat Rendra sedang duduk sambil membaca biku-bukunya.
"Ehem."
Satu deheman membuat Rendra terkejut. Seketika dia menyembunyikan buku-bukunya.
Hendra berjalan mendekat lalu duduk di dekat brangkar Rendra. "Lagi baca apa?" tanya Hendra sambil merebut paksa buku Rendra. "Tuntunan dan bacaan sholat." Hendra mengernyitkan dahinya sambil menatap Rendra.
Rendra hanya terdiam dan merebut kembali buku itu. "Bukan urusan kamu!"
Ternyata, cinta memang bisa merubah segalanya.
"Kamu dicari Zahra." kata Hendra.
Rendra hanya menyunggingkan sebelah bibirnya. "Ngapain dia cariin aku? Aku sama sekali tidak bisa membantu dia."
"Kamu bisa memberi semangat untuk dia."
Rendra menggelengkan kepalanya. "Aku gak bisa."
"Bisa. Aku yakin kamu bisa memberi semangat untuk Zahra. Dan, tolong bujuk dia agar mau pulang ke rumah."
Rendra menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Aku gak akan suruh Zahra untuk pulang ke rumahnya. Aku gak mau dia sedih lagi karena keluarganya."
"Rendra, hanya ini satu-satunya cara agar Zahra cepat mendapat donor sumsum tulang belakang. Dan apa kamu pikir Zahra bahagia dengan hidupnya yang sekarang? Tidak, aku yakin dia masih memikirkan kedua orang tuanya."
Rendra mengerti apa maksud dari Hendra. Memang tidak ada cara lain selain memberi tahu kedua orang tua Zahra. "Baik. Aku akan mencoba membujuk Zahra agar mau pulang ke rumah."
"Baguslah," Hendra berdiri lalu menepuk bahu Rendra. "Kalau kamu mencintai Zahra kejar dia, sebelum aku kejar."
"Sial lo!"
Hendra tertawa lalu mengecek perban Rendra. "Lukanya sudah mulai kering. Kalau sudah bisa buat jalan, gak papa kamu jalan saja pelan-pelan."
"Iya."
"Ya sudah, nanti kamu temui Zahra biar dia senang." kata Hendra sambil berlalu keluar dari ruangan Rendra.
Benarkah Zahra mencarinya?
Gumam Rendra pelan. Dia melanjutkan lagi membaca bukunya sambil sesekali melihat di youtube bacaan sholat yang benar. Dia berusaha menghafalkannya, dan tentu sesekali diajari oleh perawatnya.
...***...
Setelah Zahra selesai mengajar mengaji, dia kini melihat Rendra yang sedang berdiri di dekat pintu. Dia tersenyum kecil saat melihat Rendra sudah kian membaik.
Zahra kini menghampiri Rendra.
"Aku dengar kamu mencariku. Ada apa?" tanya Rendra dengan rasa percaya diri yang tinggi.
Zahra menggeleng pelan. "Aku tidak mencarimu."
"Yang benar? Kalau begitu, aku yang mencarimu. Ayo, kita bicara sebentar di taman."
Zahra menganggukkan kepalanya. Lalu mengikuti Rendra yang berjalan pelan dengan kaki yang terpincang menuju taman.
"Kaki kamu sudah sembuh?" tanya Zahra. Sampai sekarang dia belum tahu pasti kenapa Rendra sampai luka-luka seperti itu.
"Lumayan. Ini sudah tidak terlalu sakit."
"Itu sebenarnya luka apa?" tanya Zahra.
"Luka tembak." Rendra tersenyum sumbang. Untunglah peluru-peluru yang ditembakkan Alex hanya mengenai lengan dan kakinya saja tidak sampai ke organ fatal.
"Tembak? Astaghfirullah, kenapa hidup kamu selalu penuh dengan bahaya."
Rendra tersenyum lalu duduk di kursi taman. "Iya, inilah hidup aku. Selalu dihadapkan dengan mara bahaya. Tapi berkat pertolongan kamu semua masalah sudah selesai dan mereka yang sebenarnya salah sudah ditahan."
"Aku hanya menolong sebisa aku."
Kemudian Rendra terdiam. Dia kini sedang mencari cara untuk membujuk Zahra agar mau menemui orang tuanya.
"Keluarga kamu baik banget ya. Papa kamu baik, adik kamu juga baik." kata Zahra.
Rendra tersenyum sambil menatap Zahra yang kini duduk di sampingnya meski menyisakan ruang kosong di antara mereka. "Kalau aku? Menurut kamu juga baik?"
Seketika pipi Zahra terasa merona. Dia mengalihkan pandangannya. "Aku gak tahu."
"Oke, tapi aku sangat senang keluarga aku memperlakukan kamu dengan baik."
Zahra mengangguk pelan. "Ponakan kamu juga lucu-lucu."
"Ngomongin ponakan aku jadi kangen banget sama Rania. Kemarin waktu aku pulang, aku gak sempat ketemu sama mereka."
"Rania yang umur dua tahun itu ya. Dia cantik banget dan lucu."
"Memang kamu sempat main sama mereka waktu di rumah?"
"Ya, sempat cuma sebentar. Setelah itu aku sakit dan langsung dibawa ke rumah sakit sama Pak Kevin."
Rendra menghela napas panjang lalu dia bersandar. "Kamu gak kangen sama keluarga kamu?"
Seketika Zahra menundukkan pandangannya sambil sedikit menggigit bibir bawahnya. "Aku..." Dia hanya menggeleng pelan.
"Ayo, kalau kangen aku antar pulang ke rumah."
Zahra kembali menggelengkan kepalanya.
Rendra sebenarnya juga tidak rela jika Zahra pulang kembali ke rumahnya, apalagi sebentar lagi adiknya akan menikah dengan Ustaz Ilham. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Zahra. Tapi hanya ini jalan satu-satunya agar Zahra bisa melakukan transplantasi secepatnya.
"Zahra, apa kamu masih punya semangat untuk hidup?"
Zahra menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, kamu temui keluarga kamu karena hanya mereka yang bisa menjadi pendonor kamu. Dokter Hendra sudah berusaha mencari pendonor yang cocok tapi tidak ada, termasuk aku. Sedangkan waktu terus berjalan, aku takut kanker kamu akan sampai di stadium akhir."
Zahra semakin menggigit bibir bawahnya. Air matanya sudah mengembun di ujung matanya. Haruskah dia pulang ke rumah menemui orang tuanya?
💕💕💕
.
Rendra versi author.. 😀
Zahra versi author 😀
Like dan komen ya ..
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya