Rojak adalah pemuda culun yang selalu menjadi bulan-bulanan akibat dirinya yang begitu lemah, miskin, dan tidak menarik untuk dipandang. Rojak selalu dipermalukan banyak orang.
Suatu hari, ia menemukan sebuah berlian yang menelan diri ke dalam tubuh Rojak. Karena itu, dirinya menjadi manusia berkepala singa berwarna putih karena sebuah penglihatan di masa lalu. Apa hubungannya dengan Rojak? Saksikan ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugito Koganei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 - Apakah setelah pertarungan ini, aku hidup tenang?
Melanjutkan kisah sebelumnya dimana Regulus dan Inazukko menyerang Rumah Mbah Rukmini. Kini, dirinya harus turun tangan melawan Regulus dan Inazukko.
Regulus dan Inazukko berdiri tegap di hadapan Mbah Rukmini, yang kini tampak lebih mengerikan dari sebelumnya. Udara di sekitar mereka bergetar karena energi sihir yang dipancarkan oleh perempuan tua itu. Wajahnya dipenuhi seringai puas saat ia mengangkat tongkatnya ke udara.
"Kalian pikir bisa melawanku? Hahaha...!" Mbah Rukmini tertawa lantang. "Sekarang aku akan mengakhiri semuanya!"
Dengan satu gerakan, hujan sihir turun deras ke arah mereka. Regulus dan Inazukko berusaha menghindar, tetapi serangan datang dari segala arah. Tiap kali mereka mencoba melawan, serangan mereka seakan tidak pernah mengenai sasaran. Mbah Rukmini mengendalikan sihirnya dengan sempurna, membuat pertarungan semakin sulit.
"Regulus! Fokus!" seru Inazukko yang masih terus bertahan.
Namun, di tengah kekacauan, Regulus kehilangan fokusnya sesaat. Ia tak sempat menghindar ketika semburan sihir dari Mbah Rukmini menghantamnya telak. Tubuhnya terpental jauh dan jatuh ke tanah dengan keras.
Mbah Rukmini tertawa puas melihatnya. "Ini akhirnya untukmu, bocah sombong!"
Sihir mematikan mulai membungkus tubuh Regulus. Ia tidak bisa bergerak. Sihir itu perlahan menghisap kehidupannya. Namun, sebelum semuanya berakhir, Inazukko melompat di depan Regulus dan mengangkat pedangnya.
"Gue nggak bakal biarin lo mati begitu aja!"
Pedang Inazukko menebas sihir tersebut, tetapi kekuatannya terlalu besar. Dalam sekejap, tubuhnya terhempas, dan sihir yang menghantamnya langsung menghancurkan bentuk binatangnya. Inazukko kembali ke wujud aslinya—Rizal.
Rojak berlari dan menangkap tubuh Rizal yang hampir jatuh ke tanah. Nafasnya terengah-engah, dan darah mulai mengalir dari sudut bibirnya.
"Rizal! Bertahanlah!" seru Rojak dengan mata berkaca-kaca.
Dengan suara lemah, Rizal tersenyum.
"Gue... nyesel, Jak. Semua yang gue lakuin ke lo dulu... ngebully, ngejatuhin, bahkan nyoba bunuh lo... Gue bener-bener..."
Rojak menggeleng.
"Udah, cukup. Gue nggak dendam sama lo."
Rizal tersenyum tipis.
"Kalau gitu... lanjutin perjuangan ini, Jak. Anggep aja si tua bangka itu gue. Seneng bisa jadi rekan lo... Rojak."
Kepalanya perlahan terkulai, dan napasnya terhenti. Rojak menggenggam tangan Rizal erat-erat.
"Senang juga bisa menjadi tag team antar kucing besar, Rizal."
Tawa mengejek terdengar dari Mbah Rukmini.
"Cengeng sekali. Kau menangisinya? Sungguh lemah!"
Ia mengangkat tongkatnya, bersiap menyerang Rojak. Namun, sebelum ia sempat mengeluarkan sihirnya, suara tembakan terdengar menggema. Peluru machine gun menghantam tongkat Mbah Rukmini, menghancurkannya menjadi serpihan kecil.
Mbah Rukmini terkejut. Matanya membelalak saat ia melihat tongkatnya hancur.
"Tidak... tidak mungkin!"
Tongkat itu adalah pemberian Iblis yang ia puja. Dengan hancurnya tongkat itu, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi. Bayangan hitam keluar dari serpihan tongkat tersebut dan merayap ke tubuhnya. Iblis yang selama ini memberinya kekuatan kini murka.
"Tidak! Aku masih bisa bertarung!" teriak Mbah Rukmini ketakutan.
Namun, iblis itu tak peduli. Ia masuk ke dalam tubuh Mbah Rukmini dan mulai mengoyaknya dari dalam. Jeritan kesakitan memenuhi udara. Tubuhnya mulai mencair dan lenyap dalam kegelapan.
Rojak berdiri terpaku. Ia mengira pertarungan sudah berakhir.
Dua minggu telah berlalu sejak pertarungan melawan Mbah Rukmini. Rojak dan kawan-kawan kini menjalani kesehariannya seperti biasa, berusaha fokus menghadapi ujian akhir semester. Dengan nilai yang cukup untuk naik ke Kelas 12, mereka mulai merasakan tekanan akademik yang semakin meningkat. Sementara itu, Poppy kini menjadi kakak kelas setelah naik ke Kelas 11, memasuki lingkungan baru dengan tantangan yang berbeda.
Suasana di kelas Poppy terasa berbeda hari ini. Seluruh siswa menunggu dengan antusias kedatangan murid baru yang dikabarkan tampan dan berasal dari Jepang. Tak lama kemudian, seorang pemuda dengan rambut hitam berkilau dan postur tegap memasuki ruangan. Dengan penuh percaya diri, ia berdiri di depan kelas dan memperkenalkan dirinya dengan bahasa Jepang yang fasih.
"Minasan, ohayou gozaimasu. Watakushi wa Hijikata Kunihiko desu. Nihon no Hamamatsu kara kimashita. Chichi no oshigoto kara, hikkoshimasu. Yoroshiku onegaishimasu."
Sebagian besar siswa hanya bisa saling bertatapan, tidak memahami apa yang dikatakannya. Namun, guru mereka dengan cepat menjelaskan bahwa pemuda ini bernama Hijikata Kunihiko dan berasal dari kota Hamamatsu di Jepang. Karena namanya cukup panjang, ia lebih akrab dipanggil "Kuni" oleh teman-temannya.
Poppy, yang duduk di barisan tengah, merasa penasaran dengan Kuni. Ia memperhatikan bagaimana pemuda itu dengan tenang mengambil tempat duduk di sampingnya. Meskipun awalnya terasa canggung, Poppy dan Kuni mulai berbincang satu sama lain, meskipun Kuni masih kesulitan berbicara dalam bahasa Indonesia.
Saat jam istirahat tiba, di sudut kantin sekolah, Rojak tengah mengobrol dengan Angie. Mereka berdua mengeluhkan tentang betapa sulitnya materi matematika yang kini harus mereka hadapi.
"Setidaknya kalau ada proyek, gampang kayak bikin kubus atau makalah." kata Rojak, mengeluh sambil menyeruput jus jeruknya.
Tak lama kemudian, Vina datang dan bergabung dengan mereka.
“Halo ges!”sapa Vina.
“Nah, si ahli telekinesis nih.”Kata Rojak.
“Anak Indihome, wkwkwkw!”balas Angie.
"Ish sudah elah.”Kesal Vina.
Vina kemudian membuka topik.
“Eh, kalian tahu nggak? Di angkatan bawah ada murid baru," katanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Rojak mengernyit.
"Maksudnya di angkatan Poppy?"
Vina mengangguk.
"Iya, namanya Kunihiko Hijikata. Dia orang Jepang!"
Mata Rojak membesar penuh minat.
"Serius?! Jepang?! Apa dia suka anime? Tokusatsu? Idola Jepang? Musik Jepang?!" tanyanya beruntun dengan penuh semangat.
Vina hanya tertawa kecil.
"Aku nggak tahu, tapi yang jelas dia anaknya pintar banget. Katanya dia seorang programmer muda dan teknisi yang handal."
Tak lama kemudian, Poppy datang bersama Kuni. Pemuda Jepang itu tampak tenang, meskipun jelas terlihat bahwa ia belum terlalu fasih dalam berbahasa Indonesia. Rojak langsung menyambutnya dengan semangat.
"Konnichiwa, Kuni-san! Rojak desu.”Kata Rojak.
“Konnichiwa juga, Rojak-senpai.”
Rojak kemudian mengobrol dengan Kuni dengan aura yang sudah seperti teman sejak lama.
“Aku suka banget budaya Jepang! Anime, superhero Jepang, idol group, semuanya!" kata Rojak dengan ekspresi berbinar-binar.
Kuni tersenyum sopan.
"Oh, anime? Saya juga... suka. Sedikit."
Sementara Rojak semakin bersemangat membahas berbagai hal tentang Jepang, Poppy, Vina, dan Angie hanya bisa menyimak dengan senyum geli.
"Kakak lo kalau udah ngomongin Jepang, memang nggak ada habisnya," celetuk Vina.
Poppy mengangguk setuju.
"Iya, dia selalu kayak gitu kalau ketemu sesuatu yang berkaitan dengan Jepang."
Sore harinya, mereka berpisah. Saat hendak pulang, Vina mendekati Rojak dengan ekspresi serius.
"Rojak, bentar lagi bakal ada masalah gede yang harus lo hadapi," katanya.
Rojak menatapnya bingung.
"Dari mana lo tahu?"
Vina menghela napas.
"Ini bagian dari kelebihanku. Gue bisa nebak kejadian sebelum itu terjadi. Semoga lo siap dan cukup kuat buat ngadepinnya."
Rojak hanya terkekeh, mencoba mengabaikan kata-kata itu.
"Santai saja, Vin. Gw nggak terlalu mikirin hal-hal kayak gitu."
Namun, di tempat lain, Kuni tampak sedang merakit sesuatu. Ia duduk di mejanya dengan penuh konsentrasi, memasang berbagai komponen elektronik. Entah apa yang sedang ia buat, tapi ekspresinya menunjukkan keseriusan.
Keesokan harinya, Rojak dan Poppy datang ke sekolah seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang aneh. Seluruh siswa tampak berwajah kosong dan pucat. Mereka berjalan dengan lamban, mata mereka kosong seperti tanpa jiwa.
"Apa yang terjadi di sini?" Rojak bertanya kepada seorang murid.
Namun, murid itu hanya menatapnya dengan ekspresi kosong dan tidak menjawab. Poppy juga merasakan hal yang sama. Mereka mencoba mengabaikan hal ini dan pergi ke kelas masing-masing.
Di kelas, suasana tetap aneh. Semua teman-teman Rojak pun berwajah kosong. Angie, yang biasanya ceria, kini juga duduk diam dengan ekspresi yang sama. Rojak merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Kenapa mereka begini semua?!" Rojak akhirnya berteriak kesal.
Tiba-tiba, Angie berdiri dan berteriak dengan suara menggelegar.
"Musnahkan Regulus!"
Tiba-tiba, seluruh siswa di sekolah mulai mengejar Rojak. Mereka menyerang dengan brutal tanpa ragu. Di lain sisi, Poppy juga mengalami hal yang sama di kelasnya. Dengan cepat, ia harus mencari cara untuk melarikan diri. Poppy menumpahkan ember air, menjatuhkan tong sampah, dan menghalangi jalan mereka.
Rojak dan Poppy akhirnya bertemu di lapangan basket, tetapi mereka sudah terkepung oleh seluruh siswa dan staf sekolah. Jumlah mereka terlalu banyak untuk dihadapi.
Saat itulah, Vina muncul. Dengan ilmu telekinesisnya, ia menghantam mereka semua hingga terpental. Kemudian, dengan kekuatan istimewanya, ia mengeluarkan iblis yang merasuki para siswa hingga mereka pingsan satu per satu.
"Ayo pergi!" Vina berteriak.
Di depan sekolah, sebuah mobil sudah menunggu. Kuni berada di dalam bersama supirnya. Tanpa membuang waktu, mereka melompat masuk ke dalam mobil, dan Kuni segera menginjak gas, membawa mereka menjauh dari sekolah yang kini kacau balau.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Dan bagaimana kah mereka akan menghadapinya?
Bersambung