Bagimana jika dimasa lalu kalian dikhianatin sahabat kalian sendiri? Akankah kalian memaafkan orang tersebut? Atau kalian akan membalaskan dendam kalian?
Lalu bagaimana dengan hidup Calista yang di khianati oleh Elvina sahabatnya sendiri. Lalu kemudian ada seseorang laki-laki yang mengejar Calista, namun disatu sisi lain laki-laki itu disukai oleh Elvina.
Bagimana menurut kalian? Akankah Calista memanfaatkan moment ini untuk balas dendam di masa lalu? Atau bahkan Calista akan mendukung hubungan mereka?
Calista tersenyum remeh, lalu memperhatikan penampilan Elvina dari atas sampai bawah. "Pacarnya ya? Pantes, kalian cocok! Sama-sama baj**ngan!" Kata Calista tanpa beban, ia mengacungkan jari tengahnya sebelum ia pergi.
Kepo? Yuk simak cerita kelanjutannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Njniken, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. misi sukses
Calista terkejut mendengar syarat yang di katakan oleh Barra. Siapa yang menyangka jika Barra akan seperti itu. Calista pun pasti tidak akan mau melakukannya.
"Dih, siapa yang mau? Udahlah pulang aja Sono Lo!" Ucap Calista. Barra terkekeh lagi Melihat nya.
"Pffttt... Bercanda... Yaudah coba bilang Barra baik dan ganteng!" Ucap Barra memberikan kelonggaran pada Calista.
Calista mencibir mendengar hal tersebut. "Lo tuh niat nggak sih ngajakin gue." Ucapnya kesal.
"Ya gue cuma minta di puji doang sama lo! Lo nggak mau. Beneran kali cal di luar ada ayam bakar sama es jeruk." Rayu Barra. Cowok itu ingin sekali mendapati pujian dari seseorang yang dia suka. Ya, meskipun bukan ikhlas alias maksa!
Callista memejamkan matanya untuk menahan emosinya. Sungguh dia tidak Sudi berkata seperti itu. Tapi, dia juga mau makan enak sekarang. Pasalnya dia belum sarapan.
"Iya deh, Barra yang baik dan ganteng!" Ucap Calista dengan wajah yang tersenyum memaksa.
Barra tersenyum puas mendengar hal tersebut. "Thank you cantik... Ayo kita Keluar." Kata Barra
"Nyenyenye..." Calista mencibir. Ia geli sendiri sama cowok itu.
Barra pun mengambil kursi roda, lalu kemudian mendudukkan Calista di kursi roda tersebut. Lalu Barra pun membawa Calista untuk pergi ke taman yang ada di rumah sakit sejahtera.
Calista sedikit tersenyum melewati koridor. Rasanya ia bisa bernafas bisa keluar dari ruangannya yang jenuh itu. Pasalnya sejak pertama kali ia datang ke rumah sakit, ia tidak pernah keluar sekalipun.
Sampai di taman rumah sakit sejahtera. di situ Calista tersenyum. Wajah dan bibirnya yang pucat karena tanpa make up tetap terlihat cantik di mata Barra.
Angin kecil yang meniup rambutnya yang di gerai itu membuat Calista sedikit risih.
"Bentar ya, gue pesen makanannya dulu. Disini bentar nggak papa kan?"
Calista mengangguk sembari tersenyum. Ia melihat sekeliling taman tersebut. Wah, tidak hanya dirinya yang di infus, melainkan banyak orang-orang yang sakit sedang berada di taman. Ada orang tua, bahkan ada anak kecil juga. Mungkin mereka juga jenuh di dalam rumah sakit.
Tak lama dari itu, Barra datang membawa nampan yang berisi nasi ayam bakar 2 piring dan juga minuman jeruk.
"Lo cuma boleh makan ini, ini yang sehat. Terus ini jeruknya beneran asli tanpa tambahan gula." Kata Barra. Sejujurnya Calista belum boleh minum yang dingin-dingin. Namun Barra kasihan, jadi dia menambahkan sedikit es.
Calista tersenyum senang menatap makanan tersebut. Boleh makan begini saja sudah sangat bersyukur.
"Nggak papa. Ini udah lebih dari cukup. Thank you Bar." Kata Calista. Cewek itu sudah tidak sabar, ia pun segera mengambil sendok dan menyantap nasi itu dengan ayam bakar.
Rasa ayam bakar itu benar-benar cocok di lidah Calista. Lalu kemudian gadis itu melihat ada sambal di sana, ia hendak mengambilnya.
"Eh... Nggak nggak boleh!" Kata Barra langsung meraih sambel tersebut.
"Apaan? Kenapa nggak boleh?"
"Lo tolol apa gimana sih! Mana ada orang sakit makan sambel Calista!"
"Eh, elo yang tolol anjir. Gue cuma sakit gatel bukan diare. Jadi harusnya nggak papa."
Barra jadi mikir dua kali. Meskipun ibunya dokter tapi bukan berarti dia tau semuanya tentang kesehatan. Tapi, Barra tidak mau kalah bantah sama Calista. Meskipun sebenernya ucapan Calista masuk akal juga.
"Nggak ada! Gue tadi udah bilang sama mama katanya nggak boleh. Jadi ini buat gue semua!" Kata Barra. Calista mencibir. Jika itu sudah menyangkut dokter Elina, maka Calista bisa apa?
Calista pun kembali makan dengan nasinya. Lah, sekarang sama-sama bodoh kan? Si Barra juga bisa di bodohin begitu pula dengan Calista.
Ya, meskipun Barra tidak suka makan sambel. Bisalah sedikit-sedikit. Biar nggak kelihatan cupu-cupu amat di mata Calista.
Mereka pun kini menikmati makanan mereka. Barra memperhatikan Calista makan. Oh iya, tadi Barra membawa kunciran rambut saat memesan makanan. Sebelum itu, ia menemui mama Elina untuk meminjam karet. Beruntung cowok itu karena mama Elina selalu membawa beberapa karet rambut di tas nya.
Barra pun berdiri dan berjalan di belakang Calista. Lalu kemudian cowok itu mengikat rambut Calista. Tidak ada penolakan, Calista terdiam begitu saja. Hanya dengan Barra menyentuh rambutnya membuat hatinya berdebar.
"Selesai! Gini kan bagus!" Kata Barra yang sebenarnya dia sendiri juga berdebar. "Cepetan pulang deh. Cuci Sono rambut elo!" Kata Barra gengsi yang sebenernya ia kagum sendiri. rambut Calista sangat lembut dan halus.
Calista mencibir mendengar itu. "Heh! Rambut gue nggak selepek itu mon maap bang. Ini memang jadwalnya gue keramas. Nggak perlu pulang gue juga bisa keramas di sini. Lagian rambut gue halus-halus aja tuh." Kata Calista tetap percaya diri, Sembari memegangi rambut panjangnya itu.
Barra mengulum senyumnya. Nih cewek gampang banget sih marah, nggak takut tua apa!
Ting! Notifikasi Hp Barra mengalihkan atensinya. Ia mengambil ponselnya di saku celananya.
Nelson
Misi sukses! Anaknya di larikan ke rumah sakit sekarang.
Barra tersenyum kemudian ia kembali menyimpan ponselnya.
Disaat yang sama.
Nelson kini berjalan ke kantin. Disitu ia melihat seorang gadis yang tengah makan sendirian dengan wajahnya yang murung.
Nelson pun segera menyusul Gadis itu.
"Eh, sendirian neng?" Sapa Nelson sembari menoel pipi gadis itu. Lalu gadis itu pun terkejut dan menoleh ke samping kanan.
"Eh, ngagetin aja lo!" Kata Deolinda. Ya, gadis itu adalah Deolinda. Mungkin gadis itu adalah seseorang yang membuat Nelson tertarik akhir-akhir ini.
"Hahah... Habisnya muka Lo murung gitu kenapa?" Tanya Nelson. Disitu ia tidak makan tapi hanya memesan minuman anggur.
"Gue cukup marah sama orang yang udah ngebuat Calista sakit. Ya emang apa salahnya coba?" Deolinda tidak bisa lagi menutupi kekesalannya. Biarin aja semua orang tau kalau Elvina itu jahat.
Nelson sendiri sudah menebak. Pasalnya tadi pagi pun ia tau kejadian yang dimana Deolinda menampar wajah Elvina.
"Udah nggak usah di pikirin. Calista udah sembuh si nenek lampir juga udah kena karma." Sahut Nelson. Dahi Deolinda pun berkerut. Ia tidak mengerti dengan apa yang di katakan oleh Nelson.
"Hah! Maksudnya? Kena Karma?"
"Iya, tuh lihat di lapangan ada ambulan. Itu si Elvina. Si Barra juga nggak terima sama kejadian itu. Jadi dia nyuruh gue sama yang lainnya buat ngasih ulet yang sama." Jelas Nelson.
Deolinda menoleh ke belakang, benar disitu ada Ambulan yang sedang keluar dari gerbang sekolah.
Dan, what! Barra nyuruh temannya buat ngebales itu semua? Wah, pasti ada apa-apanya ini mah.
"Menurut Lo? Gimana Barra dengan Calista? Selama ini Barra nggak peduli tentang siapa pun yang di sekolah!"
"Semua orang juga tau kali! Dia udah jatuh cinta!"
kan dia sendiri yang ulat bulu nya