Perjalanan hidup sebuah nyawa yang awalnya tidak diinginkan, tapi akhirnya ada yang merawatnya. Sayang, nyawa ini bahkan tidak berterimakasih, malah semakin menjadi-jadi. NPD biang kerok nya, tapi kelabilan jiwa juga mempengaruhinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmanthus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebenaran
Nita yang emosinya memang meledak-ledak jadinya melampiaskan ke berbagai benda yang dia lihat dan temukan.
Mulai dari kaleng minuman yang ditendang nya. Lalu batu kerikil yang dilempar kesana kemari.
Teman-temannya juga menjadi takut melihat Nita emosi. Mereka jadi kehilangan semangat pergi bermain karena melihat reaksi Nita yang begitu kasar.
"Apa kita pulang saja ya?" tanya Tiwi
"Aku malah jadi takut main ke empang sama Nita yang lagi marah-marah" Alin menjawab
"Benar, bisa-bisa malah kita yang didorong ke empang sama ini anak, bayangkan aja ada kodok disitu malah ditendang nya." tunjuk Regina ke arah Nita yang menendang kodok yang tiba-tiba meloncat keluar dari semak-semak.
Tiwi dan Alin serempak menjawab "Iya, dia kan kalau marah suka meledak-ledak, apalagi kata-katanya nda enak didengar."
"Ya, ingat yang dulu dia diganggu Bomi? Dia maki-maki bomi pakai kata kasar?" Alin mengingatkan teman nya sambil berbisik.
"Ya, belum lagi dia main jambak rambut anak lain yang buat dia marah" Regina menjadi bergidik mengingat teman sekelas mereka Yasmin dijambak rambut panjang nya.
"Benar, dan dia paling pintar menyembunyikan kelakuannya. Aku juga takut sama dia kalau lagi marah. Kalau ngga marah sih dia baik, mau bagi bekal nya, atau apapun yang dibawa nya pasti dibagi saat jam istirahat di sekolah." terang Tiwi
"Ya, mending kita ajak dia pulang aja dulu kali ya? Tapi kalian ada yang berani bilang ngga?" tanya Yasmin agak cemas kalau-kalau malah Nita mengamuknya ke mereka.
"Aku ngga berani." jawab Alin
"Sama, aku juga nda berani." jawab Tiwi sembari menggoyangkan kedua tangannya menolak.
"Akupun juga ngga berani lah. Aduh, gimana lah ini. Mau di sabar kan nanti kita yang kena. Mau diajak pulang nanti dia jadi berubah lagi fokus marahnya ke kita." Yasmin menggaruk kepala nya yang tidak gatal.
Tiba-tiba Nita berbalik melihat ketiga temannya yang berjalan perlahan di belakang dia.
Ketiga nya terperanjat ketakutan. Pandangan mata Nita mirip harimau ganas yang sedang kelaparan seakan mau melahap orang.
Nita mulai melangkah ke arah mereka dengan perlahan tanpa berkata-kata.
Tindakan Nita ini sontak membuat mereka bertiga melangkah mundur secara perlahan dengan ekspresi ketakutan.
"Ni...Nit...ada apa?" Tiwi memberanikan diri bertanya sembari mundur perlahan bersama teman-temannya.
"I...iya Nit, ke...kenapa balik ke belakang?" Alin memegang punggung Tiwi mencoba bersembunyi di belakang sembari melangkah mundur juga.
"Aku mau pulang!!!!!!!" jawab Nita kesal sembari berteriak dengan keras.
"Baik...baik..." mereka bergerak memisahkan diri membuka jalan bagi Nita.
Dalam hati mereka, ada sedikit rasa bersyukur bahwa Nita memilih pulang, daripada mereka yang mengusulkan pulang. Menemani nya bermain di empang juga bukan masalah yang gampang, pasti mereka jadi bulan-bulanannya lagi.
Mereka hanya saling bertukar pandang dan mengikuti Nita perlahan dari belakang. Mereka berharap waktu cepat berlalu dan Nita sampai ke rumah, jadi mereka bisa kabur kembali ke rumah sebelum menjadi korban emosi Nita.
Sepanjang jalan mereka hanya diam membisu, hanya Nita yang terdengar menggerutu dan memaki nenek tua tadi .
"Tua bangka si***n, aku tadi senang banget mau main di empang, mau menangkap beberapa ikan. Gara-gara dia bilang aneh-aneh, mood ku jadi rusak." Geram Nita sembari menendang kerikil yang ditemui nya di jalan.
"Dasar bau tanah, kenapa sih pake bilang-bilang hal begitu? Dia kira aku percaya?"
Seekor kucing yang melintas terkena batu yang ditendang Nita dan mengeong kesakitan lalu kabur.
"Rasain lu, ba*****n, b***s*t, udah bau tanah masih aja nyusahin orang. Bi**t**g, b*b*, a*u."
Segala macam sumpah serapah yang dia tahu semuanya dia ucapkan sepanjang jalan kembali ke rumah.
Tiwi, Alin dan Yasmin tidak berani mengeluarkan suara sedikitpun, berharap Nita tidak ingat ada mereka di belakang. Mereka segera kembali ke rumah ketika melihat Nita mengarah ke gang rumah nya. Mereka juga tidak berani berpamitan, bisa-bisa dia jadi marah lagi sama mereka.
Semua kembali ke rumah dan mengusap dada karena berhasil selamat dari amarah Nita. Dan mereka semua menceritakan kejadian tadi ke ibunya masing-masing.
Sedangkan Nita dia menendang pintu pagar dan masuk ke rumah sambil meneriakkan ibunya.
"Bu...ibuuuuuu!!!!" teriaknya.
Bu Tere yang mendengar Nita teriak segera berlari keluar rumah dari dapurnya, karena bu Tere sedang memasak kulit risol. Dengan cepat bu tere mematikan kompor minyak tanahnya, agar kulit risol tidak gosong.
"Ada apa Nita?" tanya bu Tere panik.
"Aku mau bicara!" bentak Nita.
"Pelan-pelan sayang, nanti yang lain jadi kaget." jawab bu Tere.
"Aku kesal, peduli amat yang lain terganggu. Hatiku juga sedang terganggu, sedang emosi" jawab Nita seenaknya.
"Ada apa sih nak?" Bu Tere masih bertanya dengan lembut.
"Apakah benar aku ini anak Ema?" tanya Nita dengan suara yang tinggi dan mata mendelik marah.
"Si...si...siapa yang bilang?" bu Tere kaget dan menjatuhkan sendok pengambil adonan kulit risol.
"Aku tanya jawab!" Nita mendekap tangannya di dada dan berdiri dengan marah di depan ibunya.
"Nita, jangan marah-marah dulu." ujar bibi Suni yang keluar dari rumahnya karena mendengar suara Nita yang berteriak-teriak ke ibunya.
"Bibi ngga usah ikut campur! Aku tahu, bibi juga pasti tahu masalah yang aku pertanyakan ini!" jawab Nita membalikkan badan ke arah bibi Suni dengan marah.
Bibi Suni kembali ke rumahnya tanpa banyak bicara. Dia takut jadi memperkeruh suasana.
Saudari bu Tere yang lain juga cuma mendengar di balik pintu rumah saja, daripada mereka menambah kekacauan lagi.
"Jawab sekarang juga bu!!" perintah Nita, seakan dia adalah bos yang bisa memerintahkan karyawannya.
"Ya sayang, kamu memang anak Ema. Tapi kami kan menyayangi mu dengan sepenuh hati kami nak" bu Tere mencoba membela diri dan menekankan kasih sayang yang mereka belikan.
"Intinya aku bukan anak ibu kan? Kenapa aku tidak diberi tahu? Aku malah tau dari nenek-nenek tua bangka di jalan tadi!!!!" bentak Nita sekuat-kuatnya.
"Mengapa kalian ambil aku dari ibuku? Mengapa kalian berbohong padaku selama ini? Aku benci kalian semua!!!!!" Nita berteriak dengan kesalnya, matanya seakan mengeluarkan api yang membara ketika melihat ibunya.
Seakan semua kasih sayang bu Tere lenyap dalam sekejab dan bu Tere menjadi rang jahat yang memisahkan dia dengan ibunya.
Seakan dunia menyakiti hatinya dengan kenyataan bahwa dia adalah anak adopsi yang bukan anak kandung bu Tere dan pak Guntur.