"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Diintai
Ben datang ke perusahaan setelah dari rumah Giani. Dia harus menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Ben belum menyadari jika mobilnya sedang diintai. Dan para pengintai itu tersenyum saat melihat mobil Ben memasuki basement kantornya.
"Bos, target sudah menampakkan diri."
("Bagus, kalian ikuti dia dan cari informasi sebanyak-banyaknya mengenai kedua putranya. Jika benar anak-anak itu adalah anak Ben, kita akan gunakan mereka untuk menangkap Ben.")
Sementara itu, Ben yang belum menyadari jika ada yang sedang mengawasinya, tampak santai memasuki ruangannya. Ramos yang sejak tadi berada di kantor merasa heran melihat atasanya tersenyum sumringah.
Entah mengapa, Ramos berpikir, mungkin ini adalah salah satu dari hari terbaik untuk Ben sehingga pria itu menampakkan senyumnya.
"Ramos, aku sangat menyesal," ujar Ben sembari tertawa. Ramos semakin mengenryit heran. Apa bosnya salah makan obat?
"Apa yang kau pikirkan, Ramos? kau pasti berpikir aku bertingkah aneh? ketahuilah Ramos aku sedang bahagia. Aku sangat menyesal kenapa tidak melakukannya dari dulu."
"Maksud anda?"
"Aku menyesal. Kenapa tidak sejak dulu saja aku jujur pada Giani mengenai malam itu"
"Memang ada hal baik apa, Tuan?"
"Kau tidak akan paham, Kau belum pernah berada di posisiku. Jadi kau tidak akan tahu." Setelah mengatakan hal itu Ben kembali pada mode setelan pabriknya. Dia berubah datar dan bersikap dingin.
Ramos hanya menghela napas dengan tingkah atasannya itu. Ben bekerja seperti biasa. Namun, kali ini sepertinya daya baterai tenaganya sedang penuh karena dia menyelesaikan semua pekerjaannya dalam waktu 1 jam saja.
"Ramos, aku akan mengantar Giani dan anak-anak ke bandara. Bawa beberapa orang anggota untuk mengawal. Jangan sampai ibu dari anak-anak ku dan juga kedua putraku mengalami gangguan selama dalam perjalanan."
"Baik, Tuan. Akan segara aku persiapkan."
"Waktumu 15 menit, Ramos. Aku tidak mau anak-anakku menunggu terlalu lama."
Ben tersenyum mengingat kejadian tadi siang. Dia bersumpah akan membahagiakan Giani dan kedua putranya.
Dua mobil pengawal telah siap, Ben dan Ramos menaiki mobil yang lain. Mobil Ben berada paling depan diikuti oleh dua mobil lainnya.
Orang-orang suruhan Dawson. Perlahan mulai bergerak mengikuti iring-iringan mobil Ben.
"Tuan, aku rasa mobil kita di ikuti," kata Paolo. Dia di mobil paling belakang dengan 3 rekannya yang lain. Mereka semua berkomunikasi dengan alat khusus buatan Ben.
"Kau kecoh mereka. Aku akan mencari jalan lain. Jangan sampai mereka melihatku. Aku tidak mau anak-anakku dalam bahaya."
"Baik, Tuan."
Ben menatap pantulan spion dan melihat ada 2 mobil yang sedang mengikuti iring-iringan mobilnya. "Menurutmu apa yang menarik dariku sehingga meraka selalu ingin mengusikku?"
"Anda terlalu sempurna dalam segala hal, Tuan."
"Kau salah, aku sempurna dalam segala bidang. Namun, aku tidak pandai menaklukkan hati Giani."
Ramos langsung diam, dalam hati dia menyesal telah memuji atasannya yang sedang dilanda demam cinta itu.
Paolo berhasil mengecoh mobil penguntit itu. Ramos dan Ben tiba di rumah Profesor Gilbert.
Mendengar deru mobil di pekarangan. Jackson yang sudah siap akhirnya berlari menyongsong ayahnya. Meski dia dibekali dengan akal yang cerdas. Namun, Jackson tetaplah hanya seorang anak yang akan memaafkan kesalahan orangtuanya separah apapun itu.
"Daddy!" pekik Jackson saat melihat Ben keluar dari mobil. Bocah itu langsung menyongsong ayahnya dan melompat kedalam gendongan Ben."
"Oh, ya ampun. Kau bisa membuat daddy sakit pinggang, Jack."
"Dari mana daddy tahu aku ini Jack?"
"Daddy yang membantu mommy kalian melahirkan. Jadi daddy tahu betul mana yang Jarret dan mana yang Jackson."
"Wah, daddy memang selalu keren."
Ben masuk ke dalam rumah profesor Gilbert. Meski masih agak canggung, Profesor Gilbert tetap menyambut kedatangan ayah biologis dari kedua cucunya.
"Silahkan duduk, Tuan."
"Panggil aku, Ben."
"Tapi, saya rasa itu kurang pantas."
"Kita tidak sedang berada di Laboratorium, Prof. Lagi pula aku di sini datang sebagai tamu."
"Baiklah, jika begitu. Aku tidak akan sungkan lagi," ujar Profesor Gilbert.
Giani muncul dengan memakai atasan tanktop dan celana Jeans. Ia mengikat kemejanya di pinggang. Ben berdecak kesal karena di ruangan itu ada Ramos juga sedang menatap ke arah Giani.
"Pejamkan matamu, Ramos," tegas Ben. Ramos seketika memejamkan matanya. Sedang Jack terlihat senang melihat ibunya.
"Mom, Lihat! Daddy akan mengantar kita ke bandara."
"Kenapa kau memakai baju seperti itu, Kemeja itu bukan ikat pinggang."
"Memang apa masalah anda, Tuan?"
"Tentu saja masalah bagiku. Cepat gunakan bajumu dengan benar, atau kalau tidak, Anak-anak akan bersamaku."
"Kau sangat menyebalkan." Giani menghentakkan kakinya kesal. Dia melepas kemeja yang tadi dia ikatkan di pinggangnya dan langsung memakainya untuk membungkus tubuhnya.
Ben tersenyum tipis saat melihat Giani kesal. Jarret turun dari kamar Giani. Dia sama sekali tidak menyapa Ben. Bocah itu memilih duduk di dekat kakeknya.
"Kakak, apa kau tidak mau menyapa daddy?" tanya Jackson. Jarret menggeleng. Ia bahkan terlihat sibuk dengan rubik di tangannya.
Ben langsung menghela napas. Ternyata sulit sekali meluluhkan hari putra pertamanya
...****************...