Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20
"Katakan Ara, apa yang harus aku lakukan? Melati sekarang sudah menjadi istriku! Dia sudah mengorbankan waktunya untuk tumbuh kembang Narendra! Kamu pikir akan mudah, jika berada diposisiku?! Akupun tidak dapat mengendalikan perasaanku, Ara!!" suara Bagas terdengar parau, bingung harus berbuat apa.
Dari jawaban suaminya itu, semakin membuat Aisyah yakin untuk segera mengambil jalan sendiri. Dia tau suaminya sudah menggantungkan separu hidupnya pada Melati. Atau lebih tepatnya, CINTA.
"Sudah, cukup!!" bentak Aisyah disela isakan tangisnya, "Cukup kamu membelanya. Melati hanya menemani, tidak mengandung, tidak melahirkan!! Dia hanya meneruskan merawat, tapi tidak dengan pengorbananku setelah melahirkan putramu!!" lajut Aisyah dengan mengusap kasar sisa air matanya.
Wanita mana yang tidak akan sakit, mendengar pembelaan suaminya sendiri terhadap wanita lain, walaupun itu madunya sekalipun.
Setelah mengatakan itu, Aisyah segera beranjak pergi dari hadapan Bagas, untuk menuju kamarnya.
** **
"Ini alamatnya, Melati!" bu Dewi menyerahkan secarik kertas kepada menantu kesayanganya itu.
Melati menyungging senyum tipis, 'Aku akan menyusul suamiku, Aisyah!! Aku tidak rela, jika mas Bagas berdua-duaan denganmu setiap hari!!' batin Melati dengan semangat membara.
"Ya sudah bu, kalau begitu aku akan bersiap-siap kesana!" balas Melati memegang lengan mertuanya.
Beberapa menit kemudian, dia sudah siap dengan koper tanggung yang berada dalam genggaman tangnya. Istri kedua Bagas itu langsung bergegas keluar menuju mobil, dan melajukannya dengan menyungging senyum sinis.
Dret...dret...
Fokus Melati teralihkan disaat ponsel yang berada dalam tas jinjingnya bergetar tanpa henti.
'Siapa sih?'
Dengan gerakan cepat, dia mengambil ponsel tersebut untuk dilihat, siapa orang yang telah menghubunginya.
'Ini nomornya Bisma? Mau apa lagi dia?!' gumam batinya dengan sesekali menatap layar yang tertera nomor sahabat kecilnya itu.
"Apa lagi, Bisma?" seru Melati yang berhasil menggeser tombol hijau diponselnya.
"Aku harap, kamu tidak pernah lupa dengan perjanjian kita, Melati sayang!!" balas Bisma disebrang telfon dengan senyum menyeringai.
Melati mengernyit, wajahnya mulai memerah menahan kesal terhadap pria disebrang telfon itu. Bukanya terlepas, kini Melati malah terjerat, seakan hidupnya berada dalam genggaman sahabatnya sendiri.
"Janji apa yang kau maksud, Bisma!! Kita tidak pernah membuat janji apapun!!" pekik Melati menahan geram.
Bisma tertawa puas, hingga terdengar begitu nyaring diponsel Melati. Pria berusia 28 tahun itu memfokuskan wajahnya, dengan menatap kearah layar laptop, yang memperlihatkan permainan panas dengan Melati waktu lalu. Dan benar saja, Bisma diam-diam berhasil merekam semua permainannya tanpa sang sahabat tahu.
"Memang bukan kita sayang!! Tapi lebih tepatnya, aku yang membuat perjanjian ini beberapa detik lalu!! Aku hanya meminta waktumu malam ini, untuk berdua denganku, Melati!" Bisma menjeda suaranya, "Atau jika tidak......"
"Jika tidak, apa?! Kau akan mengancamku lagi dengan akal busukmu itu? Kamu benar-benar keterlaluan, Bisma!" sela Melati yang sudah naik pitam.
"Tunggu dulu sayang! Jangan sering marah-marah. Apa Bagas tidak bisa menyenangkanmu? Apa uang belanjamu kurang? Kamu bisa bilang sama aku, Melati! Berapapun yang kamu minta akan aku penuhi, asal kamu juga bisa membuat hatiku senang!!"
Melati mendesar kasar sambil memukul keras setir mobil, "Hah!! Malam ini aku tidak bisa menemuimu!! Suamiku ada dirumah! Lain waktu aku akan mengabari, Bisma!! Tolong jangan ganggu aku!" tolak Melati pasrah.
"Baiklah jika itu maumu, Melati!! Aku akan menunggumu!" putus Bisma.
Melati langsung menekan tombol merah, untuk menyudahi panggilannya dengan sahabat gilanya itu.
Selang menempuh perjalanan satu jam lebih, akhirnya mobil yang dia kendarai berhasil masuk dikawasan apartemen elit milik Aisyah.
'Mas Bagas benar-benat keterlaluan! Dia memberikan pat house mewah seperti ini, tanpa aku tahu sebelumnya!' gerutu batinya, seraya melangkahkan kakinya menuju ruangan Bagas.
** **
Sementara didalam, Narendra yang baru bangun dari tidurnya, sontak menangis karena tidak mendapati bundanya berada dikamar.
"Huaaa...bunda..! Bunda dimana?" suara tangisan Rendra menyadarkan fokus Bagas yang sedang duduk disofa dalam kamar, sembari memangku laptop kerjanya.
"Sayang, cup...cup...Narendra sudah bangun ya?!" kata Bagas, diletakannya laptop tersebut diatas sofa, lalu dia segera bangkit menghampiri putranya.
"Bunda...bunda dimana?!" tangisan Narendra semakin kencang, karena bundanya tak kunjung masuk kedalam kamar.
"Sini, sini...Narendra sama ayah dulu, ya sayang! Ayo kita lihat kedepan, bunda sedang apa!!" Bagas mengusap air mata putranya, seraya menggendong tubuh gemoy Narendra, untuk dilihatkan posisi bundanya.
"Bunda, bunda dimana ya? Ini anak tampan sudah bangun, nyariin bunda!" kata Bagas sambil berjalan menuju dapur.
"Bunda...!" seru Narendra disela isakan tangisnya.
Aisyah yang baru saja melepas apron masaknya, sontak menoleh disaat mendengar dua suara ayah dan anak, yang tampak menggema diruangan.
"Sayang, kok bangun-bangun nangis sih, anak bunda!" Aisyah mengambil alih Narendra dari gendongan Bagas, tanpa peduli dengan tatapan suaminya.
Aisyah langsung mengajak Narendra untuk duduk diruang makan, dengan memeluk bocah kecil itu terlebih dulu. Diusapnya pelan punggung sang putra, dengan penuh cinta. Ruangan tersebut mendadak hening, setelah tangisan Narendra mereda.
Bagas beranjak dari sana, dan langsung menggeser kursi untuknya duduk, disamping sang istri. Diusapnya kepala sang putra dengan lembut. sehingga, jika dilihat sudah seperti keluarga cemara pada umumnya.
Tangan Narendra memperkuat genggamannya pada punggung Aisyah seraya menyembunyikan wajah tampanya disela-sela jilbab sang bunda.
Pat house megah itu bagai tak berpenghuni, walaupun terdapat keluarga kecil disana yang sedang duduk berkumpul. Dinginya ruang makan itu, seolah tak mampu mendinginkan hati Aisyah yang beberapa menit lalu sempat terbakar oleh keyataan.
Dirinya hidup namun dengan jiwa yang sudah mati. Pikiranya menerobos jauh, seolah dia sedang kembali kemasa, dimana dia hidup tenang tanpa kehadiran bunga lain dihidupnya. Apa suaminya akan tetap memadunya, jika kepergiannya tidak pernah terjadi. Apa ada yang salah dalam hidupnya, sehingga dengan mudah, hidupnya dihancurkan oleh hati lain.
Aisyah terdiam, namun pikiranya sedang berperang hebat. Netranya mengedar keseluruh ruangan, mencoba mencari secuil harapan pada bangunan megah itu, namun sudah tidak ada lagi bentuk kebahagian apapun disana.
Dia dapat merasakan kehadiran suaminya dirumah terebut, namun tidak dengan hati Bagas.
Tepat pukul 6 sore.
Bel berbunyi saling bersahutan, tampak menyadarkan penghuninya yang masih duduk tenang di posisi masing-masing.
Narendra sudah diam, menikmati puding coklat, yang baru saja Aisyah keluarkan dari lemari pendingin.
Disaat Aisyah ingin bangkit dari duduknya, sontak lengannya dicegah oleh Bagas, dengan berkata, "Biar Inem yang membuka. Kamu temani saja Narendra makan!!"
Inem segera berjalan kedepan, dan dibukakannya pintu tersebut.
Pelayan itu sempat tertegun beberapa detik, hingga ucapan wanita cantik didepanya, seolah menjawab beberapa pertanyaanya selama ini.
"Biarkan saya masuk, karena didalam ada suami saya!" pertegas Melati, seraya melangkahkan kakinya masuk kedalam, tanpa peduli tatapan heran dari sang pelayan.
Tap...tap...tap
Melati menyungging senyum manis, setelah dia berhasil masuk kedalam, dan berhenti tepat disebrang ruang makan, yang hanya berjarak beberapa meter saja.
"Narendra...! Mamah datang sayang!!" katanya seraya berjalan mendekat kearah tempat duduk Aisyah.
Deghh..
Suara Melati menggema diseluruh ruang megah tersebut. Dan benar saja, hal tersebut menarik perhatian Bagas, begitu juga dengan ibu dan anak itu.
Bagas terkejut setengah mati dengan kedatangan istri keduanya saat ini. Begitu juga Aisyah, dia bangkit dari duduknya, dan segera menggeser kursi untuk mendekat kearah Melati berada.
Aisyah yang melihat kedatangan Inem dari depan, sontak memberi isyarat untuk membawa putranya bermain terlebih dahulu.
"Bagaimana kamu bisa datang kesini, Melati?" tegur Bagas dengan raut yang sudah was-was.
Melati tersenyum hangat, namun terkesan menusuk dalam penglihatan Aisyah. Dia melepaskan genggaman kopernya seraya berkata, "Kamu suamiku mas. Jadi, dimanapun kamu berada, aku akan selalu disampingmu!" jawabnya. Setelah itu tatapanya beralih pada Aisyah yang masih berdiri disamping Bagas dengan nafas yang sudah memburu hebat.
"Aku harap, kamu tida keberatan dengan kedatanganku, mbak!! Aku juga istri dari mas Bagas. Jadi aku harus berada disampingnya setiap saat!" lanjut Melati, seolah mempertegas jika dia juga bagian dari hidup Bagas.
Aisyah selangkah lebih dekat, sembari bersedekap dada. Dia menghela nafas kasar, sebelum mulutnya benar-benar mengeluarkan racun untuk madunya itu.
"Melati, kamu itu cantik. Kamu wanita berpendidikan. Untuk apa kamu bersekolah tinggi, jika pada akhirnya hanya menjadi wanita nomor dua?! Apa kamu sudah merasa hebat, dengan posisimu yang sekarang?"
Aisyah menjatuhkan tanganya, lalu berjalan pelan mengitari tubuh Melati, yang sudah mulai terpancing dengan ucapan istri pertama Bagas. Air matanya sudah tidak lagi keluar seperti waktu lalu. Dia mencoba menguatkan hatinya, agat tidak tertindas oleh kenyataan yang begitu menyakitkan.
"Jika kamu bertanya, apa aku keberatan atau tidak? Jelas sekali aku sangat keberatan, atas kehadiranmu ini!! Kamu bisa bebas bermesraan kapanpun dengan suamimu, tapi jangan kamu tampakan dalam rumah ini!" tandas Aisyah, menekan disetiap kalimatnya.
"Kamu keterlaluan mbak!! Seharusnya kamu berterimakasih kepadaku, karena aku yang telah merawat putramu, selama kamu pergi!!" balas Melati, mencoba menarik perhatian Bagas, seolah dirinyalah yang paling tersakiti.
Aisyah semakin kesal, ingin sekali menyumpal mulut madunya itu dengan bara api yang menyala.