seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
"Aduh, Sayang, perih," ujar Delvin sambil meringis ketika Nabillah sedang mengobati lukanya.
Saat ini, mereka berada di taman dekat kantor Nabillah. Sebelum ke taman, Nabillah sempat mampir ke apotek untuk membeli obat.
"Nggak jelas banget sih tuh orang. Tiba-tiba main pukul aja. Coba kalau anak orang kenapa-kenapa, dia mau tanggung jawab, emangnya?" celoteh Nabillah panjang lebar. Delvin terkekeh karena gemas mendengar omelan Nabillah.
Nabillah menatap Delvin yang terkekeh sambil memandang dirinya.
"Kamu kenapa ketawa?" tanya Nabillah dengan heran.
"Kamu lucu, Sayang, kalau lagi ngomel begitu," jawab Delvin sambil kembali terkekeh.
Merasa kesal, Nabillah langsung menekan luka Delvin dengan sedikit lebih keras, membuat Delvin kembali meringis kesakitan.
Setelah selesai mengobati luka Delvin, Nabillah merapikan peralatan obat tersebut.
"Kamu kenapa ke sini, Kak? Mana nggak ngabarin dulu," ucap Nabillah penasaran.
"Aku nggak ngabarin aja, kamu udah mesra-mesra sama pria lain," jawab Delvin dengan nada cemburu.
"Astagfirullah, Kak. Itu cuma salah paham. Tadi aku hampir jatuh, Sayang," jelas Nabillah dengan nada jujur.
"Iya, iya, aku percaya," sahut Delvin sambil memeluk tubuh Nabillah.
"Nyamannya," ujar Delvin sambil terus memeluk Nabillah, membuat Nabillah tersenyum kecil.
"Minggu besok aku sudah berangkat ke sana, Sayang," celetuk Delvin tiba-tiba. Ucapannya membuat Nabillah langsung melepaskan pelukannya.
"Minggu besok?" tanya Nabillah memastikan, dan Delvin pun mengangguk.
"Iya, Mama minta berangkatnya Minggu besok," jawab Delvin singkat.
"Ya sudah, kamu jaga kesehatan di sana, ya," ucap Nabillah lembut.
"Kamu anterin aku sampai bandara, ya?" pinta Delvin memohon.
"Bagaimana bisa?" tanya Nabillah bingung.
"Bisa lah. Kamu pulangnya Sabtu sore, nanti aku jemput," jawab Delvin.
"Bukan begitu maksudku. Kalau aku ikut, otomatis aku ketemu keluarga kamu dong. Bagaimana kalau keluarga kamu bertanya-tanya?" ujar Nabillah dengan ragu.
"Ya bagus dong kalau kamu ketemu keluarga aku. Lagi pula, mereka juga sudah tahu kalau aku punya hubungan sama kamu. Bahkan Mama sampai nyuruh aku serius sama kamu," jelas Delvin, membuat Nabillah terkejut.
"Tapi aku belum siap, Kak," jawab Nabillah lirih.
"Semua akan baik-baik saja, Sayang. Percaya sama aku," ucap Delvin meyakinkan Nabillah.
Nabillah menatap wajah Delvin, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, aku ikut apa katamu, Kak," ujar Nabillah akhirnya, membuat Delvin tersenyum bahagia.
"Aku ke sini tuh tadi canvassing di daerah sini, Sayang, bareng anak buahku. Terus, karena kangen sama kamu, ya jadi aku ke sini," ucap Delvin.
"Terus, kalau sudah selesai canvassing, kamu balik lagi ke Jakarta?" tanya Nabillah penasaran.
"Tidak, aku akan menginap di daerah sini untuk beberapa hari bareng anak buahku," jawab Delvin.
"Ada cewek juga, nggak?" tanya Nabillah dengan nada sedikit cemburu.
"Nggak ada, kok. Kapan-kapan aku kenalin kamu ke anak buahku," jawab Delvin meyakinkan.
Nabillah hanya mengangguk sebagai jawaban. Delvin kemudian memeluk Nabillah kembali dengan erat sambil mengecup pundaknya dengan lembut.
"Sayang, aku ingin..." ucap Delvin tiba-tiba, membuat Nabillah menghela napas panjang.
.
.
"Sayang, enak banget," ucap Delvin di sela-sela desahannya sambil menggerakkan pinggulnya.
Setelah kejadian di rumah baru milik Delvin itu, Nabillah sudah pasrah dengan apa yang dilakukan Delvin kepadanya. Mungkin, dengan cara ini, Nabillah berpikir ia bisa menunjukkan kasih sayangnya kepada Delvin, meskipun dosa besar harus ia tanggung.
Delvin pun telah berjanji pada Nabillah bahwa ia akan bertanggung jawab atas semua yang terjadi nanti.
Beberapa jam kemudian, Delvin akhirnya mencapai puncaknya dengan desahan yang panjang, begitu pula Nabillah. Dengan tubuh yang berkeringat, Delvin memeluk Nabillah erat sambil bertubi-tubi mencium bibirnya.
"Enak banget, Sayang," ucap Delvin sambil mengatur nafas nya, Nabillah hanya mengangguk lelah.
"Istirahat dulu di sini, ya," lanjut Delvin saat melihat Nabillah yang tampak kelelahan.
Delvin perlahan menarik milik nya dari milik Nabillah, lalu berbaring di sampingnya. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua dan kembali memeluk Nabillah, mencium bibirnya sekali lagi.
Saat mendengar Nabillah mulai tertidur dengan napas halus, Delvin mengelus lembut perut Nabillah.
"Semoga cepat hadir kamu, ya, Sayang," ucap Delvin sambil tersenyum kecil, masih mengusap perut Nabillah.
Bagi Delvin, ini sengaja ia lakukan agar Nabillah bisa menjadi miliknya selamanya. Delvin sadar bahwa yang ia lakukan adalah salah, tetapi ia merasa inilah satu-satunya cara agar ia dan Nabillah bisa bersama.
Flash back
"Beda agama. Lo mau bilang itu, kan?" potong Delvin cepat. "Gue paham, Bang. Gue tahu gue sama Nabillah beda agama, tapi dia yang bikin hidup gue berwarna!"
Delvin pun meninggalkan Herman begitu saja. Herman hanya bisa menghela napas panjang, merasa gagal sebagai kakak. Dengan frustrasi, ia mengusap wajahnya kasar.
Delvin terkejut ketika seseorang menepuk pundaknya. Saat menoleh, ternyata itu adalah teman kecilnya, Hendra.
"Galau amat, nih, kayaknya," ujar Hendra sambil duduk di sebelah Delvin.
"Gue lagi pusing, Hen," jawab Delvin singkat.
"Sini, cerita sama gue. Lo kenapa?" tanya Hendra penasaran.
"Lo ngerti nggak sih sama kata-kata ‘kita mencintai seseorang, tapi seseorang itu nggak bisa kita miliki selamanya’?" ujar Delvin lirih.
"Maksud lo? Nggak bisa dimiliki karena beda agama?" tanya Hendra, memastikan dugaannya.
Delvin menoleh ke arah Hendra dan mengangguk pelan.
"Menurut gue, kalau dari awal kita tahu orang itu nggak bisa kita miliki, kenapa kita masih mencintai dia? Dunia ini kan luas, banyak yang seagama sama kita," ujar Hendra mencoba berlogika.
"Bukankah perasaan itu nggak bisa bohong?" tanya Delvin pelan, membuat Hendra hanya bisa mengangguk setuju.
Hendra terdiam sejenak, lalu menatap Delvin dengan pandangan penuh tanya. Sepertinya ia baru menyadari sesuatu.
"Sebentar, yang lo maksud itu siapa? Jangan-jangan..."
"Iya. Gue sama cewek gue beda agama, Hen. Selama ini, cuma dia yang ada di pikiran gue. Sejak gue ketemu dia, gue bisa ngelupain Bella begitu aja," jelas Delvin.
Hendra menatap Delvin dengan prihatin. "Rintangan lo banyak banget, Vin."
Delvin menghela napas panjang. "Makanya gue bingung, gimana caranya supaya gue sama dia bisa bersama selamanya."
Hendra lalu menimpali dengan nada bercanda yang tidak bijak. "Bikin dia hamil aja, pasti keluarga dia bakal minta pertanggungjawaban dari lo. Keluarga lo juga pasti nyuruh lo nikahin dia."
Delvin terdiam memikirkan ucapan Hendra. Pernah sekali ia dan Nabillah melakukan hal itu—walaupun tidak sengaja—dan justru membuat dirinya merasa sakit karena melihat kekecewaan Nabillah.
Flash back
.
Dan saat itu pun, dengan pikiran gilanya, Delvin kembali melakukan hal itu kepada Nabillah sampai Nabillah benar-benar mengandung anaknya dan ia akan hidup bersama Nabillah selama nya.
Nabillah sama sekali tidak mengetahui rencana apa yang tengah Delvin jalankan. Ia hanya bisa pasrah terhadap apa pun yang Delvin lakukan padanya. Nabillah tidak memiliki keberanian untuk membantah keinginan Delvin. Meskipun semua ini terasa salah dan gila, ia tetap berharap Delvin akan menepati janjinya kepadanya.
TBC....
Jangan di tiru yang guys wkwk, btw vote dong guys, pleasee