Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13: Bayangan Musuh Di Antara Kita
Hujan deras membasahi kaca jendela ruang kerja Nichole, menciptakan irama monoton yang terasa seperti gema suasana hati Elle. Malam itu, ia duduk di sofa panjang, menggenggam secangkir teh hangat yang mulai kehilangan uapnya. Di seberang ruangan, Nichole berdiri membelakanginya, pandangannya terfokus pada layar laptop yang menampilkan data-data penting.
Keheningan mereka terasa berat, seperti ada sesuatu yang menggantung di udara. Elle tahu ada hal besar yang Nichole sembunyikan darinya. Sejak pertemuan aneh mereka dengan Katherine dan Selene beberapa minggu lalu, Nichole menjadi lebih tertutup. Bahkan senyum lembut yang biasanya ia berikan sekarang tampak jarang terlihat.
“Kenapa kau tidak pernah bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi?” suara Elle memecah keheningan.
Nichole berhenti mengetik, lalu perlahan menutup laptopnya. Ia menoleh, menatap Elle dengan mata yang penuh beban. “Karena aku tidak ingin kau terluka.”
“Terluka?” Elle mengangkat alisnya, menaruh cangkir teh di atas meja. “Nichole, aku sudah berada di tengah-tengah semua ini. Tidak ada gunanya menyembunyikannya dariku.”
Nichole mendekat, duduk di tepi sofa, cukup jauh untuk memberi ruang tapi cukup dekat untuk membuat Elle merasakan kehadirannya. Ia mengusap wajahnya, tampak lelah. “Musuhku bukan hanya Katherine atau Selene. Ada seseorang di balik semua ini, yang mengatur setiap langkah mereka.”
Elle mengerutkan kening. “Seseorang? Maksudmu... ada orang lain yang mengincarmu?”
Nichole mengangguk. “Orang itu tidak hanya mengincarku, Elle. Dia mengincar semua orang yang dekat denganku.”
Detik itu juga, Elle merasakan napasnya tertahan. “Siapa dia?”
Nichole menggeleng pelan, tatapannya menerawang. “Seseorang dari masa laluku. Aku bahkan tidak yakin dia masih hidup, tapi langkah-langkahnya terasa jelas. Dia memainkan semuanya seperti catur, dan aku adalah raja yang dia coba jebak.”
“Kau bicara tentang siapa?” Elle mendesak.
Nichole ragu sejenak, tetapi akhirnya berkata, “Namanya Victor. Dia adalah mentor sekaligus musuh terbesarku. Dulu, dia yang mengajarkanku tentang bisnis ini, tentang kekuasaan, dan tentang bagaimana bertahan hidup di dunia yang keras. Tapi Victor selalu menginginkan lebih—lebih banyak uang, lebih banyak kontrol. Ketika aku menolak mengikuti langkahnya yang melibatkan pengkhianatan dan pembunuhan tanpa alasan, dia menganggapku sebagai ancaman.”
Elle merasakan tubuhnya menegang. Nama itu seperti membawa hawa dingin ke dalam ruangan. “Dan kau yakin dia masih hidup?”
Nichole menatapnya tajam. “Aku tidak tahu. Aku hanya punya potongan-potongan bukti. Tapi Katherine dan Selene... mereka tidak bekerja sendiri. Ada seseorang yang mengendalikan mereka. Dan gaya permainan ini terasa seperti Victor.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam semakin larut, tetapi pembicaraan mereka tidak berakhir di sana. Nichole akhirnya membuka sebagian besar rahasia yang selama ini ia sembunyikan, termasuk beberapa detail tentang Victor yang membuat Elle semakin paham betapa berbahayanya situasi ini.
Namun, percakapan mereka terpotong ketika suara ketukan keras terdengar dari pintu depan. Nichole langsung berdiri, matanya waspada seperti seorang prajurit yang siap berperang.
“Elle, tetap di sini,” katanya tegas, sebelum berjalan ke arah pintu.
Tapi Elle tidak tinggal diam. Rasa ingin tahunya lebih besar daripada rasa takutnya. Ia mengikuti Nichole dari kejauhan, bersembunyi di sudut koridor untuk mengamati apa yang terjadi.
Nichole membuka pintu, dan di sana berdiri seorang pria tinggi dengan wajah yang penuh bekas luka. Tatapannya dingin, hampir tidak manusiawi. Di belakangnya, ada dua pria lain yang tampak seperti pengawal.
“Leon,” kata Nichole, suaranya rendah. “Apa yang kau lakukan di sini?”
Leon tersenyum tipis, tetapi senyum itu sama sekali tidak ramah. “Aku hanya membawa pesan, Nichole.”
“Dari siapa?” tanya Nichole, meskipun wajahnya menunjukkan bahwa ia sudah tahu jawabannya.
Leon mengeluarkan sebuah amplop hitam dari dalam jaketnya dan menyerahkannya pada Nichole. “Bosku ingin kau tahu bahwa waktumu hampir habis. Dia tidak suka menunggu.”
Nichole mengambil amplop itu tanpa mengalihkan pandangan dari Leon. “Katakan pada bosmu bahwa aku tidak akan menyerah semudah itu.”
Leon tertawa kecil. “Itu yang selalu aku kagumi darimu, Nichole. Keberanianmu yang bodoh.”
Sebelum Leon pergi, ia melirik ke dalam rumah dan melihat Elle yang bersembunyi. Tatapannya berubah tajam, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya tersenyum sinis sebelum berbalik dan pergi bersama pengawalnya.
Setelah mereka pergi, Nichole menutup pintu dengan keras dan menghembuskan napas panjang. Ia berbalik dan mendapati Elle berdiri di sana, menatapnya dengan campuran rasa takut dan marah.
“Elle, aku sudah bilang untuk tetap di dalam,” kata Nichole.
“Siapa dia? Dan apa yang ada di amplop itu?” Elle bertanya, tidak memedulikan perintah Nichole.
Nichole membuka amplop itu dan mengeluarkan selembar kertas. Wajahnya menjadi gelap saat membaca isi pesan itu.
“Victor,” katanya pelan, hampir seperti bisikan. “Dia masih hidup.”
Elle merasakan tubuhnya melemah. Semua yang baru saja ia dengar dan lihat membuatnya sadar bahwa apa yang mereka hadapi jauh lebih besar dari yang ia bayangkan.
“Tapi kenapa dia mengincarmu sekarang? Setelah bertahun-tahun?” tanya Elle.
Nichole menatapnya dengan mata yang penuh luka. “Karena aku adalah satu-satunya yang tahu kelemahannya. Dan dia tahu bahwa aku akan melindungi apa yang menjadi milikku.”
Elle merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. “Dan aku salah satunya, bukan?”
Nichole mendekat, menyentuh pipinya dengan lembut. “Elle, kau lebih dari itu. Kau adalah alasan aku masih berjuang. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu, tidak peduli siapa mereka.”
Tatapan Nichole begitu intens sehingga Elle tidak bisa mengalihkan pandangannya. Ia tahu situasi mereka berbahaya, tetapi saat ini, yang ia rasakan hanyalah detak jantungnya yang seirama dengan Nichole.
Perlahan, Nichole mendekat, dan sebelum Elle sempat berpikir, bibir mereka bersatu dalam ciuman yang lembut namun penuh emosi. Tidak ada keraguan dalam gerakan Nichole, hanya keinginan untuk melindungi dan menunjukkan perasaannya yang selama ini tersembunyi.
Ketika mereka akhirnya berpisah, Elle menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. “Aku percaya padamu, Nichole. Tapi jika ini tentang Victor, maka aku ingin tahu segalanya. Aku tidak mau menjadi orang yang hanya menunggu dalam gelap.”
Nichole mengangguk pelan. “Baik. Mulai sekarang, kau akan tahu segalanya.”
Namun, jauh di dalam hatinya, Nichole tahu bahwa keputusan ini hanya akan membawa mereka lebih dekat pada bahaya yang tidak bisa mereka hindari. Dan di luar sana, Victor menunggu, dengan rencana yang siap menghancurkan segalanya.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣