"Aku rela memberikan segalanya, hanya untuk satu malam dengan mu. Aku rela membahayakan hidupku hanya untuk bersama mu. Aku mencintaimu Badai." __ Cheryl.
"Dari awal kau tahu kau bukan tipe ideal ku. Lagi pula, kau juga tahu aku sudah memiliki kekasih. Kejadian diantara kita satu malam tadi, just for fun!" __ Badai.
Berawal dari kenakalan remaja sampai melibatkan dendam masa lalu orang tuanya.
Hay gais cerita ini masih prekuel 'Second Wife' juga masih sekuel dari 'Sexy Little Partner' dan semoga menjadi bacaan yang mengisi waktu luang kalian.
Genre Teen-Angst, jadi siapkan jantung waras kalian karena setiap part nya mengandung desir degup yg tak biasa.
Happy reading Baby.... 🥳
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[Emosi]
Hari sudah siang, Dhyrga tak kunjung melihat putrinya. Sampai pada akhirnya, Dhyrga dan Raja mendatangi pemilik kontrakan tersebut.
Gadis seumuran Cheryl yang bernama Alice itu mengatakan pada Dhyrga, bahwa Mike dan Misya telah pergi dari satu hari yang lalu.
Saking penasarannya, Dhyrga sampai meminta izin untuk memasuki rumah kontrakan bekas Cheryl dan Badai.
Dhyrga dan Raja terenyuh. Rupanya benar, Cheryl dan Badai memang sudah tidak lagi tinggal di sini. Bisa terlihat dari kosongnya lemari kayu itu. Rapinya sprei dan bantal itu. Dan semua ketenangan yang melingkupi ruangan itu.
Dhyrga mengedarkan pandangannya, manik birunya lalu berfokus pada bingkai foto yang teronggok di atas nakas usang.
Dhyrga raih foto dengan gambar wajah senyum Cheryl dan Badai, lalu memandanginya seksama. Sekilas ia mengingat kembali bagaimana Queen muda juga semanis itu saat bersamanya.
"Apa mereka mengalami kesulitan saat tinggal di sini?" Dhyrga beralih pada Alice yang kini menatap ke arahnya.
"Sejauh mereka bersama. Mereka tidak pernah mengeluhkan apa pun. Aku yakin Misya bahagia karena Mike begitu mencintainya." Alice terkekeh saat menceritakan hal itu. "Mereka pasangan muda yang bahagia." Ujarnya lagi.
Raja cukup tenang mendengar itu. "Lalu, apa Nona tahu ke mana kira-kira mereka pergi?"
"Tidak. Karena aku tidak bertanya." Geleng Alice.
"Aku akan bawa foto ini. Terima kasih sudah mau menunjukkan isi rumah ini pada kami." Dhyrga menimpali.
"Sama-sama." Alice tersenyum. Tak ada sedikitpun respon Alice yang terkesan janggal bagi Raja dan Dhyrga.
Kedua pria tampan itu kemudian keluar dari rumah kontrakan tersebut. Dhyrga masuk ke dalam mobil mewahnya. Kini bahunya turun tak bersemangat.
Brugh...
Raja dan Dhyrga menutup pintu secara bersamaan. Di saat itu pula dering ponsel Dhyrga berbunyi.
Gegas laki-laki itu meraih gawai tipisnya, untuk segera menjawab panggilan telepon dari istri tercinta.
📞 "Gimana Yank?" Harapan seorang ibu tentu masih terlampau tinggi.
"Cheryl sudah pindah." Dhyrga berkata lirih.
📞 "Gimana bisa kalian lamban begitu?"
Dhyrga menjauhkan speaker ponselnya dari telinga. Suara Queen cukup mengagetkan gendang telinganya.
"Tenanglah Yank, Cheryl pasti ketemu. Kami sedang berusaha. Kamu jangan lupa makan. Masih ada Axel dan Alex yang perlu perhatian mu. Tenangkan dulu dirimu. Secepatnya aku kembali, ..."
📞 "Dan jangan pulang sebelum berhasil membawa putriku kembali!" Potong Queen.
Dhyrga mendengus setelah sambungan telepon terputus. Baru kali ini Queen semarah itu padanya. Dan ini terjadi setelah putri pertama mereka menikah.
"Aku frustasi." Mata Dhyrga terpejam lelah. Kepalanya ia tekankan pada sandaran jok miliknya. Entah di mana putri kesayangannya, harapan mulai terkikis dari angan.
"Kita masih bisa berusaha Bang. Sekarang kita mulai pencarian dari kota ini. Orang-orang ku sudah berpencar ke segala penjuru kota. Percayalah, mereka tidak akan jauh dari kota ini." Ucap Raja.
...✴️🔸🔸🔸✴️...
Badai menepikan mobilnya, ia merasa perlu membicarakan mengenai kepercayaan Cheryl padanya. Sungguh, kata-kata Cheryl barusan membuatnya semakin kecil.
"Baby mau menyerah dan berpisah dariku? Kamu meragukan kemampuan ku?" Badai kembali memastikan.
Cheryl menggeleng. "Tidak Kak. Sama sekali Cheryl nggak pernah meragukan kemampuan Kakak. Kelak Kakak bisa jauh lebih sukses dari Daddy Cheryl, yah Cheryl yakin itu. Tapi bukankah kita juga perlu keikhlasan orang tua. Dari sanalah bahagia kita tercipta. Apa salahnya meminta perlindungan ke mereka?"
Badai berdecak geram. "Aku laki-laki Cheryl! Aku tidak akan pernah pulang sebelum bisa membuktikan pada mereka tentang pencapaian ku sendiri! Sekarang telepon Daddy mu, dan berhenti berharap padaku. Pulang saja kalau kau sudah menyerah hidup bersama ku." Serampangnya.
Cheryl mengernyit. "Apa ini? Kenapa Kakak mau memulangkan Cheryl?"
"Kamu sendiri yang tidak mau mempercayai kemampuan ku! Jangan paksakan diri untuk hidup susah bersama orang seperti ku." Tukas Badai kembali.
"Kamu salah paham Badai!" Cheryl berteriak.
Brumm....
Badai tersulut emosi namun tak mampu melampiaskan murka nya pada wanita hamil itu. Ia hanya bisa menginjak dalam-dalam pedal gasnya demi menemukan sebuah kata tenang.
"Hentikan kegilaanmu!" Cheryl terus berteriak. Lalu, Badai baru memelankan laju mobilnya sesaat setelah melihat tangisan histeris istrinya yang begitu pilu memegangi perut.
"Ahh!" Cheryl menjerit. Bibir memucat, kernyit kesakitan terulas di setiap bagian wajahnya.
"Baby!" Kembali Badai menepikan mobilnya, ia beralih fokus pada perut istrinya. "Kamu kenapa hmm?" Cemas nya.
"Perut Cheryl sakit. Ini kontraksi, ya Tuhan sakit, hiks." Cheryl terisak-isak sementara Badai mulai kacau mendapati sesal nya.
"Maafin Kakak, Kakak lepas kendali." Badai kecup kening Cheryl beberapa kali sebelum ia melajukan kembali kendaraannya. "Kita ke rumah sakit sekarang."
"Jangan. Nggak mau." Cheryl menggeleng histeris.
"Why?"
"Gimana sama biayanya? Pasti mahal!"
Badai tak habis pikir dengan arah jalan pikiran Cheryl. "Lalu, apa aku harus diam saja melihat istriku kesakitan?" Ketusnya.
"Ini kontraksi biasa. Palingan sembuh sebentar lagi. Cheryl nggak mau ke rumah sakit. Cheryl mohon! Lebih baik Kakak beli pereda nyeri saja di mini market depan itu!"
Kendati geram tak tertahankan. Terpaksa, Badai memberhentikan mobilnya tepat di depan mini market yang Cheryl maksud.
"Tunggu di sini." Ia keluar dari mobil, berlari memasuki toko kecil tersebut dengan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Tak lama Badai pun kembali membawa pereda nyeri seperti pesanan Cheryl barusan.
"Ahh!"
"Baby?" Bukan kontraksi biasa. Badai mendapati darah di paha mulus wanita kesayangannya. "Ini darah apa?" Paniknya.
Cheryl menggeleng menangis. "Nggak tahu, hiks! Perutnya makin sakit." Keluhnya.
"Kita ke rumah sakit saja." Tak mau ribut lagi, gegas Badai menjalankan mesin mobilnya untuk kemudian di arahkan pada rumah sakit terdekat.
Ia mencari lokasi rumah sakit dengan map, dan hanya ada klinik kecil yang paling dekat dengan lokasinya saat ini.
"Ahh, sakit Kak!" Cheryl merasa ada pergerakan di dalam perutnya. Tubuhnya lemas tak bertenaga.
Sampai di klinik, Badai segera memarkir mobil milik Endre, kemudian tergesa-gesa membawa istrinya masuk ke dalam dengan menggendongnya.
"Sakit." Cheryl merengek lirih.
"Sebentar lagi sampai Sayang." Kini Badai menyesal telah lepas dari kendalinya. Inilah akibat yang Cheryl terima karena emosi sesaatnya beberapa waktu lalu.
"Istrinya kenapa Pak?" Satu wanita berseragam ala medis menyambut kedatangan mereka.
Meski sepasang suami istri itu masih cukup muda, tapi dari aura mereka seakan terlihat ikatan sakral, hingga dengan sok tahunya dokter wanita itu mengklaim bahwa calon pasiennya sudah menikah.
Badai menurunkan tubuh Cheryl tepat di atas brankar pasien. "Entahlah. Tapi istriku mengalami kontraksi, lalu keluar darah. Tolong kami Dok!"
"Baik, mari bawa ke ruangan sebelah." Ajak dokter wanita itu. Keduanya mendorong brankar pasien tersebut memasuki sebuah ruang kecil.