Tidak terpikirkan oleh Sabrina lulus kuliah kemudian menikah. Pertemuanya dengan Afina anak kecil yang membuat keduanya saling menyayangi. Lambat laun Afina ingin Sabrina menjadi ibu nya. Tentu Sabrina senang sekali bisa mempunyai anak lucu dan pintar seperti Afina. Namun tidak Sabrina sadari menjadi ibu Afina berarti harus menjadi istri Adnan papa Afina. Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Mampukah Sabrina berperan menjadi istri Adnan dan menjadi ibu sambung Afina???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mama Fatimah Marah
Di depan kaca Sabrina mematut diri terasa sudah pede. Ia segera bangkit dari kursi. Ingin segera menemui tamu di bawah sudah pasti menunggu dirinya.
Adnan yang sedang duduk di sofa begitu melihat Sabrina hendak ke luar kemudian menahan lenganya. "Tunggu In," ucap Adnan menghentikan langkah Sabrina. Sabrina menatap suaminya acuh tak acuh.
"Kita ke bawahnya bareng saja, masa masing-masing, nggak enak dilihat orang" Adnan berkata seolah tidak terjadi apa-apa.
"Oh... masih ada rasa malu di lihat orang? Tapi kenapa Mas? Tidak malu pada Allah," sindir Sabrina.
"Ina..." hanya itu jawaban Adnan.
Sabrina hanya melengos kesal kemudian membuka pintu di ikuti Adan. Mereka menuruni tangga bersama-sama.
"Bunda sudah datang?" kata Sabrina tersenyum begitu melihat sang ibu lalu mencium punggung tangan Kamila begitu juga dengan Adnan.
"Baru saja," jawab Kamila. Ia sedang ngobrol bersama Mama Fatimah sesama besan itu tampak akur.
"Adnan, ikut Mama!" Fatimah mengajak Adnan ke belakang. Tampak menyembunyikan rasa kesal di depan besan tadi.
Adnan mengikuti Fatimah dari belakang hatinya merasa takut. Ia paham dilihat dari wajahnya jika sang ibu sedang marah padanya. Tetapi kenapa? Apakah Sabrina telah mengadu dengan sang ibu? Adnan bertanya-tanya dalam hati.
"Adnan! Kenapa kamu baru turun?!" ketus mama Fatimah setelah keluar dari pintu dapur, melipat kedua tangan di depan dada.
"Istrihat sebentar Ma, memang kenapa?" Adnan merasa aneh biasanya mama tidak pernah mempermasalahkan walaupun tidur berapa jam.
"Kamu tega banget sama istrimu, memasak segitu banyak hanya berdua dengan Bibi!" semprot mama Fatimah.
"Kemarin juga aku mau pesan ketring Ma, tapi Ina yang ingin memasak sendiri," Adnan memang benar. Maksud Sabrina memasak sendiri akan lebih hemat, karena Kamila sering mengajari demikian.
"Ya! Mentang-mentang Ina berkata seperti itu terus kamu suruh Dia sendiri yang mengerjakan! Kamu kan bisa cari orang suruh membantu Nan, bisa minta tolong bibi yang di rumah, masa begitu saja harus di ajari. Mama malu sama Bunda nya Ina Nan," nasehat Fatimah panjang lebar.
"Iya Ma," Adnan merasa bersalah pada Istri nya.
"Lain kali jangan begitu lagi Nan, tahu nggak?! Ketika Mama baru datang, istrimu sepertinya lelah sekali, tapi kamu malah tidur," omel mama Fatimah kemudian meninggalkan putranya dengan rasa kecewa.
Adnan masuk ke dalam pertama yang ia tuju adalah meja makan. Beberapa masakan telah siap. Ia menarik napas berat, ingat ketika marah tadi siang. Ia ingin segera minta maaf pada istrinya tapi Sabrina sedang berbincang-bincang dengan Kamila dan Prily.
Sabrina mengedarkan pandangan "Ayah mana Bun?"
"Ngobrol sama Pak Rachmad di depan," Kamila menjawab. Begitu sampai tadi pak Abdul segera bergabung dengan besan di ruang tamu.
"Assalamualaikum..." saat sedang ngobrol wanita cantik datang membawa beberapa kotak entah apa isinya namun jika di perhatikan dari bentuknya seperti kue.
"Waalaikumsalam..."
"Bu Lastri?" Sabrina segara berdiri menyambut tamunya.
"Maaf ya In, aku datang terlambat nggak bisa membantu deh," ucap Lastri sambil menyerahkan kotak kepada Prily.
"Nggak apa-apa Bu. Ibu Lastri mau datang saja kami sudah senang kok," Sabrina tersenyum senang.
"Bu Lastri, cobain masakan saya deh, ibu kan pintar masak," Sabrina segera mengajak Lastri ke meja makan.
Sementara Prily membawa kotak ke tempat yang untuk menyimpan kue. Disana sudah ada bibi, kemudian kembali bergabung dengan Sabrina.
"Bu Lastri, Sabrina ternyata pintar masak loh," Prily menimpali obrolan mereka.
"Benar Pril, masakanya enak, sayang sekali saya tidak bisa membantu," sesal Tri.
"Nggak apa-apa Bu, lagian semua sudah beres," Sabrina tersenyum. Ia senang semua resep masakan ini Lastri yang mengajari.
"Pak Arman mana Tri?" Adnan menghampiri mereka. Tangannya langsung melingkar di pundak Sabrina. Sabrina sempat terkejut namun segera tersadar tentu tidak ingin diketahui Lastri jika ia sedang kesal dengan suaminya itu.
"Di ruang tamu Kak, ngobrol dengan Bapak-Bapak," jawab Lastri.
"Okay... kalau gitu aku ke depan dulu" Adnan segera bergabung dengan para pria. Papa Rochmat, Abdul, Arman dan juga Bobby pun ternyata sudah datang.
"Selamat malam Pak Arman, dedek tidak di ajak kok" sapa Arman.
"Sebenarnya mau kami ajak Nan, tapi sedang tidur, kasihan kalau saya bangunkan." jawab Arman.
"Bagaimana sih caranya kok orang-orang itu cepat sekali mendapat jodoh, cantik pula. Pak Arman, Adnan, bahkan sudah dua kali, sementara saya satu saja belum," kali ini Bobby serius padahal biasanya jika bicara suka ceplas-ceplos mungkin karena di depan papa Rachmad dan juga pak Abdul. Entahlah.
"Mau saya carikan jodoh?" tanya Arman serius.
"Siapa Pak?" Bobby bersemangat.
"Hari senin temui saya di yayasan," Arman rupanya sudah ada wanita yang cocok untuk Bobby.
"Boleh Pak, siapa tahu cocok, jika saya punya istri baik dan sholehah tidak akan pernah saya sakiti," Bobby melirik Adnan yang merasa tersentil dengan ucapan sahabatnya.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
Serombongan tetangga Adnan sudah datang. Acara pengajian pun segera di mulai. Diruang tamu untuk para pria. Dan untuk para wanita di ruang keluarga jaraknya hanya berdekatan.
Acara inti sedang di laksanakan hingga beberapa saat kemudian pengajian selesai. Para tamu makan malam bersama.
"Bunda... Fina ngantuk..." rengek Afina yang sedang tiduran di pangkuan Sabrina.
"Ya sudah yuk" Sabrina menuntun Afina akan menemani tidur. Jika yang lain makan tentu tidak untuk Sabrina. Karena perutnya merasa kenyang padahal hanya makan tadi pagi. Mungkin karena memasak sendiri itulah penyebab nya.
"Prily, gw temani Fina tidur dulu ya," pamit Sabrina menghampiri Prily.
"Okay, In" hanya itu Prily menyahut.
Sabrina segera ke kamar Fina, menemani sikat gigi, cuci tangan, dan kaki, pakai sabun. Ia usap-usap punggung bocah perempuan itu agar tidur. Namun ternyata tidak hanya Afina yang tidur. Sabrina pun turut pulas. Wajar, mungkin karena kelelahan.
Sabrina tidak ingat lagi jika ketika ke atas tadi di bawah para tamu belum ada yang pulang.
*******
"Sabrina kemana?" begitulah pertanyaan di lantai dasar. Karena mama Fatimah dan juga Kamila berniat pamit padanya.
"Sabrina sedang menemani Afina tidur Tante," Prily yang menjawab mama Fatimah.
"Apa biar di panggil bibi saja Bu," Kamila tidak enak hati. Mertua putrinya akan pulang tapi Sabrina tidak ada.
"Oh jangan Mbak Mila, kasihan Dia, biar istirahat," pungkas Fatimah.
Fatimah bersama Kamila pun menyusul suami mereka yang sudah menunggu di depan. Adnan sudah mengantar orang tuanya dan mertua sampai di halaman.
"Saya pamit juga ya Pril, sampaikan salam saya sama Sabrina," Lastri pun turut pamit.
"Baik Bu" jawab Prily.
Semuanya akhirnya pulang hanya tinggal Prily ia memang akan menginap di sana.
Adnan segera menyusul Sabrina ke kamar namun sepi kemudian ia ke kamar Afina. Adnan menatap sang istri yang masih mengenakan gamis dan jilbab pun belum dibuka.
Adnan benar-benar bersalah istri nya memang kelelahan lalu mengangkat nya pindah ke kamar mereka.
.
lbh gk nyambung lg 🤣🤣🤣🤣
hajar bello