Kehidupan bahagia yang dijalani Thalia setelah dinikahi oleh seorang pengusaha kaya, sirna seketika saat mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam sebuah kecelakaan maut. Keluarga almarhum sang suami yang memang dari awal tidak merestui hubungan mereka berdua, mengusir Thalia yang sedang hamil besar dari mansion mewah milik Alexander tanpa sepeser uang pun.
Di saat Thalia berhasil bangkit dari keterpurukan dan mulai bekerja demi untuk menyambung hidupnya dan sang buah hati yang baru beberapa bulan dia lahirkan, petaka kembali menimpa. Dia digagahi oleh sang bos di tempatnya bekerja dan diminta untuk menjadi pelayan nafsu Hendrick Moohan yang terkenal sebagai casanova.
"Jadilah partner-ku, aku tahu kamu janda kesepian bukan?"
Bagaimanakah kehidupan Janda muda itu selanjutnya?
Bersediakah Thalia menjadi budak nafsu dari Hendrick Moohan?
🌹🌹🌹
Happy reading, Best...
Jangan lupa tinggalkan jejak
⭐⭐⭐⭐⭐ bintang 5
💖 subscribe
👍 jempol/ like
🌹 kembang, dan
☕ kopi segalon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Princess Aurora Moohan
Setelah baby boy dibersihkan lalu ditidurkan di dalam tempat tidur khusus agar bayi itu tetap merasa hangat dan nyaman. Atas permintaan Moohan, bayi dan mommynya ditempatkan dalam satu ruangan. Ruang perawatan yang dipilih oleh bos TMC itu untuk sang wanita pujaan, adalah kamar terbaik di rumah sakit tersebut.
Nyonya Brenda yang menjaga Princess selama Thalia berada di dalam ruang persalinan, baru saja masuk setelah mommynya Princess itu dipindahkan ke ruang perawatan. "Apa Princess tadi rewel, Nyonya?" tanya Thalia begitu melihat Nyonya Brenda masuk bersama sang putri
"Mama, Sayang. Panggil aku, mama," pinta Nyonya Brenda dan Thalia lalu menganggukkan kepala.
Mamanya Moohan itu kemudian memeluk Thalia setelah mendudukkan Princess di sofa dan memberikan ucapan selamat pada wanita cantik itu. "Selamat ya, Nak. Maafkan mama yang tidak peka dan terlambat menyadari bahwa kamulah wanita yang dicari-cari oleh putra mama," tuturnya.
"Pantas saja, Hendrick selalu meminta untuk dibelikan kue buatan kamu. Rupanya, ada darah dagingnya yang sedang kamu kandung saat itu," imbuh Nyonya Brenda seraya melirik ke arah sang putra yang sedang berdiri di samping ranjang pasien. Moohan lalu tersenyum seraya menatap Thalia dengan dalam, membuat wanita yang baru saja melahirkan itu membuang muka.
Moohan menghela napas panjang. Sementara Nyonya Brenda tersenyum seraya mengusap lengan Thalia, penuh pengertian. "Mama tahu, pasti berat apa yang sudah kamu alami kemarin dan itu semua karena salah putra mama. Maafkan dia, ya," tuturnya lembut.
Keheningan sejenak menyapa hingga suara celoteh kecil Princess, mengalihkan perhatian mereka semua kepada gadis kecil itu. "Dia anak yang manis, Thalia. Sama sekali tidak rewel tadi," tutur Nyonya Brenda seraya menoleh ke arah Princess yang duduk di sofa.
Princess duduk di sana ditemani oleh Pak Lee yang tadi mengekor di belakang Nyonya Brenda sambil membawa jajanan anak-anak. Jajanan yang dia beli dan sempat berserakan tadi karena ditabrak oleh Thalia. Jajanan yang tadi sudah dimakan oleh Princess ketika berada di luar ruang persalinan, kini dilanjutkan kembali.
Moohan lalu mendekati Princess dan duduk di samping putri Thalia. "Enak, Sayang?" tanya Moohan dan gadis kecil itu lalu menyuapkan sepotong biskuit ke dalam mulutnya. Moohan menerima suapan tersebut dengan senang hati dan kemudian menciumi pipi Princess dengan gemas.
Nyonya Brenda yang duduk di tepi ranjang pasien, tersenyum melihat pemandangan tersebut. Begitu pula dengan Thalia, wanita cantik itu tersenyum melihat putrinya yang tidak pernah mengenal orang lain selain dirinya, bisa begitu nyaman bersama Pak Lee, Moohan, maupun Nyonya Brenda. "Anak kecil tahu mana yang tulus dan mana yang tidak, Thalia," tutur Nyonya Brenda, seolah mengetahui isi kepala mommynya Princess.
"Aku baru mengerti tadi, kenapa Moohan begitu ngotot meminta dibelikan jajanan anak-anak. Rupanya kita akan dipertemukan. Jadi, kami tidak perlu bingung untuk mencarikan jajanan buat putrimu ketika kami sedang fokus menunggu kamu melahirkan," lanjutnya yang teringat ketika tiba-tiba sang putra meminta hal yang aneh. Minta dibelikan jajanan anak-anak.
"Ada hal yang aneh lagi kemarin, Thalia. Hendrick tiba-tiba meminta pada Pak Lee agar mainannya sewaktu kecil yang masih aku simpan dengan rapi, ngotot minta diantarkan kemari. Ternyata, ini jawabannya. Anak kalian lahir laki-laki dan dia benar-benar mirip sama ayahnya," imbuh Nyonya Brenda seraya tersenyum menatap baby boy ketika wanita paruh baya itu sudah berdiri di samping tempat tidur bayi.
Thalia hanya diam mendengarkan. Tidak ingin memberikan respon apapun atas penuturan Nyonya Brenda mengenai putranya. Sepertinya, kebencian Thalia kepada Moohan begitu dalam hingga ke relung hati.
Sementara di sofa, Moohan masih asyik bercanda bersama Princess. Tiba-tiba, Pak Lee membuka suara. Membuat Thalia menghela napas berat. "Maaf, Nyonya Thalia. Bukankah dulu Anda sering menyebut putri Anda dengan Aletha?"
Nyonya Brenda lalu mendekat kembali ke ranjang pasien, setelah menyadari perubahan wajah Thalia. "Kenapa, Nak? Ada apa? Ceritakan pada mama jika itu bisa membuatmu menjadi lega," tanya dan bujuknya dengan lembut.
"Ayahnya ternyata belum meninggal, Ma. Mereka membohongiku dengan mengatakan bahwa dia meninggal dalam kecelakaan maut kala itu. Pantas saja, mereka mengusirku dan tidak memberiku kesempatan untuk melihat jasadnya." Tatapan Thalia menerawang ke atas. Nyonya Brenda lalu mengusap punggung tangan Thalia yang masih berbaring di atas ranjang pasien.
"Beberapa bulan yang lalu ketika aku memutuskan untuk kembali ke sini, kami bertemu di depan rumah sakit ini. Dia melihatku dalam keadaan hamil dan dia semakin percaya dengan cerita yang dikarang oleh mamanya jika aku pergi dengan laki-laki lain dan tidak peduli dengan dia yang masih koma. Lalu dia, dia menuduhku wanita murahan dan dia juga tidak percaya jika Aletha adalah darah dagingnya." Sebutir kristal bening jatuh, membasahi pipi Thalia.
Berbulan-bulan dia menyimpan kesedihan dan luka hati ini seorang diri. Dia tidak memiliki siapa-siapa untuk bercerita. Kini ada Nyonya Brenda yang tiba-tiba muncul dan memberikan rasa nyaman pada diri Thalia hingga wanita cantik itu meluapkan semuanya.
Moohan yang tadi langsung mendekat, sigap mengusap air mata itu. "Princess memang bukan putrinya, tapi dia putriku. Princess Aurora Moohan," ucapnya dengan suara bergetar.
Dia tulus sayang sama Thalia. Moohan juga jatuh cinta pada gadis kecil itu sejak pertama kali menggendongnya tadi. "Kita akan menjadi keluarga kecil yang bahagia, Sayang," lanjutnya yang kemudian berlutut di sisi ranjang dan menghalangi pandangan Thalia pada putrinya sehingga netra keduanya kembali bertemu.
"Apa aku harus mempercayai pria seperti Anda, Tuan Moohan?" tanya Thalia pelan, tetapi penuh penekanan dan bahasanya yang masih saja formal, membuat telinga Moohan sakit rasanya.
Dia tidak ingin dipanggil tuan oleh wanita yang disayang. Moohan penginnya dipanggil nama saja atau panggilan kesayangan lainnya. Namun, pria tampan itu bisa mengerti dan tidak dapat memaksakan kehendak pada Thalia.
"Biar waktu yang akan menjawabnya, Thalia. Hanya satu pintaku. Jangan pernah bosan dengan kalimat yang akan selalu aku ulang setiap saat, setiap waktu. Yaitu permintaan maaf dan juga ungkapan isi hatiku," balas Moohan yang lalu beranjak untuk kembali duduk di sofa.
"Thalia, tujuh bulan yang lalu mama sangat terkejut sekaligus senang lalu ikut bersedih setelah berbicara dengan Hendrick melalui telepon," tutur Nyonya Brenda mengalihkan perhatian Thalia dari mencuri pandang pada tubuh Moohan yang kini nampak sangat kurus.
"Kenapa memangnya, Ma?" tanya Thalia, penasaran.
"Putraku berbicara dengan suara yang terdengar sangat frustasi, itu yang membuat mama terkejut. Lalu Zack mengatakan bahwa putraku sedang jatuh cinta dan itu yang membuat mama bahagia karena dari dulu mama selalu meminta pada Hendrick untuk menyudahi petualangannya dan mencari seorang wanita yang benar-benar tulus mencintai dia dan bukan demi harta semata." Nyonya Brenda sejenak menghentikan cerita seraya menatap dalam netra Thalia.
"Mama ikut bersedih karena Hendrick melakukan kesalahan besar pada wanita yang dia cintai. Wanita muda yang ternyata telah memiliki bayi hingga wanita itu pergi jauh entah kemana?"
'Itu aku? Apa selama aku kerja di kantornya, dia benar-benar sudah menyukaiku?' batin Thalia bertanya.
"Dia meninggalkan rumah kontrakannya di tengah malam," lanjut Nyonya Brenda, semakin membuat Thalia yakin bahwa yang dibicarakan Nyonya Brenda adalah dirinya.
"Tuan Hendrick mencarimu ke sana Thalia dan kamu sudah pergi tanpa berpamitan padaku. Kamu jahat Thalia!" sahut Maria yang tiba-tiba masuk dengan diiringi asisten Zack.
"Maria! Kamu, kenapa kamu bisa bersama asisten ...?" Pertanyaan Thalia terjeda ketika Maria langsung menghambur memeluk sahabatnya itu.
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.