Hamil atau tidak, Danesh dengan tegas mengatakan akan menikahinya, tapi hal itu tak serta merta membuat Dhera bahagia.
Pasalnya, ia melihat dengan jelas, bagaimana tangis kesedihan serta raungan Danesh, ketika melihat tubuh Renata lebur di antara ledakan besar malam itu.
Maka dengan berat hati Dhera melangkah pergi, kendati dua garis merah telah ia lihat dengan jelas pagi ini.
Memilih menjauh dari kehidupan Danesh dan segala yang berhubungan dengan pria itu. Namun, lagi-lagi, suatu kejadian kembali mempertemukan mereka.
Akankah Danesh tetap menepati janjinya?
Bagaimana reaksi Danesh, ketika Dhera tetap bersikeras menolak lamarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#28. Tertangkap Basah•
#28
“Aaaaaaa … “ jerit Dhera ketika membuka mata pagi ini. Sebenarnya saat ini tak bisa dikatakan pagi, karena sang waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 waktu setempat.
Pasalnya Dhera terbangun di tempat tidur dan tubuhnya yang tak mengenakan sehelai pun pakaian, tengah dipeluk sang suami. Tentu saja Dhera segera menjerit, hingga membuat Danesh ikut membuka mata.
“Ada apa sih, Sayang?” tanya Danesh seraya menggosok kedua matanya yang masih terasa berat dan ingin terpejam.
“A-apa yang terjadi?” tanya Dhera panik, sementara kedua tangannya menarik selimut untuk menutupi dadanya yang Kian bertambah banyak taburan kelap-kelip bintangnya, tentu saja berkat maha karya suaminya.
“Memang menurutmu apa? Tentu saja hal yang semestinya terjadi antara pasangan suami dan istri,” jawab Danesh santai.
“Tidak mungkin!” elak Dhera.
“Apanya yang tidak mungkin, lagi pula kamu tidur seperti orang pingsan, sampai-sampai melupakan apa yang semalam kita lakukan bersama.” Danesh menekuk wajahnya, cemberut karena Dhera melupakan peristiwa semalam.
Namanya kamar pengantin baru, keributan seperti ini pasti sering terjadi di sana, entah ribut ketika sedang beradu, atau ribut seperti saat ini. Ketika salah satunya merasa tak terjadi apa-apa, tapi yang satunya bersikeras mengatakan bahwa semalam mereka sudah melalui malam mengga^irahkan bersama.
Dhera terdiam, benarkah ia tidur seperti orang pingsan? Ah tidak, Dhera adalah orang yang gampang terbangun ketika sedang tidur, mungkin juga karena bawaan pekerjaan yang selama ini ia geluti. Hingga di alam bawah sadarnya sekalipun, Dhera selalu waspada.
Tapi kenapa kewaspadaannya selalu lenyap ketika ada di dekat pria ini?
“Aku tetap tak percaya.” Dhera tetap keukeuh mengelak, bahkan semakin mengeratkan selimut yang kini menutupi tubuh bagian depannya.
“Lihat saja kalau tak percaya!” Danesh tiba-tiba membuka selimutnya, menunjukkan bahwa dirinya pun dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
Dhera terkejut, ketika melihat sendiri barang milik suaminya, walau sekilas, hal itu membuat wajahnya merah padam, kemudian cepat-cepat menutup kedua matanya seraya berpaling. “Dasar cabul bin mesum,” desis Dhera kesal.
“Cabul apa sih, Sayang, jelas-jelas Kamu yang mulai loh. Aku sudah mengalah tidur di sofa, karena Kamu bilang gak mau tidur sama aku, kan? Tapi dini hari tadi Kamu yang narik-narik Aku ke kasur, dan begitulah semua terjadi.” Danesh sekuat tenaga meyakinkan sang istri.
“Nggak mungkin!” Dhera kembali mengelak, “kalau benar itu terjadi, kenapa Aku tak merasakan apa-apa?!”
Ups … merasa salah bicara, Dhera segera menutup mulutnya sendiri. Dan di dalam hati, Danesh sudah jingkrak-jingkrak tak karuan, namun ia berusaha jaga image, agar sandiwaranya tidak terbongkar seperti hari sebelumnya.
“Memang yang waktu itu, rasanya seperti apa? Pasti sakit sekali yah?” tanya Danesh dengan wajah sendu, ia sungguh penasaran, karena kata orang sakitnya luar biasa. Selain itu, Danesh pun ingat betapa brutal dirinya malam itu. Maksud hati ingin memanjakan Dhera di pagi harinya, tapi wanita itu justru menghilang begitu saja.
Dhera melengos, “Lupakan saja.” Tentu saja Dhera malu menceritakan apa yang ia rasakan saat itu.
Setelah kejadian itu, Dhera mengalami nyeri hebat di area pribadinya, kedua kakinya gemetaran setiap kali ia melangkah. Namun Dhera tak bisa berhenti, karena ia harus segera kembali ke tempat persembunyiannya untuk memulihkan tenaga.
Dhera mendatangi apotek terdekat hanya untuk membeli morning after pil, bahkan Dhera meminum 5 butir sekaligus sebagai antisipasi. Tapi nyatanya ia tetap hamil, bahkan kedua janinnya tumbuh dengan sehat.
Hingga dua hari sesudahnya ia mengalami demam tinggi, karena itulah ia menghilang tanpa kabar. Jauh dari orang tua, ponsel pun tak ada, membuat deritanya semakin parah.
Syukurlah Dhera selalu menyimpan susu di lemari pendinginnya, jadi selama demam Dhera hanya meminum susu, agar tubuhnya tetap punya asupan nutrisi.
Cup
Danes memberi kecupan singkat di bibir Dhera, karena Dhera justru melamun, alih-alih menjawab pertanyaannya.
“Iiihh apa sih, cari-cari kesempatan.” Dhera bersungut kesal karena ciuman sang suami, membuat lamunannya buyar.
“Lagian, ditanya malah melamun.” Danesh merangkum wajah Dhera dalam genggaman kedua telapak tangannya.
“Jadi yang semalam? Memang benar terjadi?” Dhera kembali bertanya.
Sejujurnya, dua orang ini amat sangat polos, karena tak pernah menjalin hubungan serius dengan lawan jenis. Namun di mata Danesh, kepolosan Dhera sungguh natural dan menggemaskan.
“Masih bertanya lagi? Daripada Kamu terus ragu, bagaimana kalau Kita ulang lagi?”
Tak menunggu lama, Danesh pun meraih Dhera dan merebahkannya perlahan. “Eh … A-aku … “ Dhera tak lagi bisa protes karena Danesh sudah membungkam bibirnya.
Pergulatan lidah yang manis, pelan namun menghanyutkan, membuat Dhera tak lagi bisa mengelak ajakan tersebut, tubuhnya pun pasrah ketika Danesh mulai membimbingnya mendaki puncak nirwana penuh kenikmatan.
Suara-suara merdu penuh rindu, berpacu seirama dengan jantung yang bertalu-talu.
Danesh tersenyum, seraya membelai pipi Dhera yang merona merah, sepertinya sang istri pun mulai terpancing dengan aksinya. “Aku tak tahu bagaimana perasaanmu, tapi kemarin Aku menyadari bahwa marahku, cemburuku, karena aku mulai menaruh rasa padamu.” bisikan lembut itu membuat jantung Dhera berdebar kencang.
“Sepertinya Aku mulai mencintai Istriku, karena Aku menyukai semua yang ada padamu, senyummu, omelanmu seperti nyanyian yang merdu. Rindu yang tak pernah kau ungkapkan padaku, ternyata sungguh lucu, tapi juga membuat hatiku berdebar dan menentu.”
Kedua mata Dhera mengerjap perlahan, beberapa kali Dhera bahkan membasahi bibirnya yang sudah basah akibat ulah suaminya. “Mmm … A … “
Danesh meletakkan jari telunjuknya di bibir Dhera. “Tak perlu memaksakan perasaanmu, karena Aku bersedia menunggu.”
Dhera kembali mengerjapkan kelopak matanya, membuat Danesh semakin gemas hingga ia pun mengulang kembali pergulatan lidah dan serta bibir mereka.
Tak ada penolakan dari Dhera membuat Danesh semakin leluasa, ia mulai menyingkirkan selimut yang semula menutupi tubuh Dhera. Telapak tangannya menjelajah, hingga Dhera mulai meliukkan tubuh dengan gelisah, suara merdunya membuat Danesh merasa seolah dirinya sedang berpesta. Menyambut dimulainya malam kedua mereka.
Tak ada halangan, tak ada paksaan, semua terjadi secara natural, yang Jelas Danesh mendatangi istrinya dengan penuh cinta, dan Dhera memberikannya secara sukarela. Apalagi yang kurang, kini keduanya sama-sama bahagia, walau rasa lelah menyambut usai pelepasan keduanya.
Dhera memejamkan kedua matanya rapat-rapat, ketika Danesh tak henti menghujani wajahnya dengan ciuman. “Jangan di tutup matanya, jadi makin gemes Aku.”
“Habis, kamunya gak mau berhenti,” gerutu Dhera yang kembali menyembunyikan wajah nya di atas bantal.
Danesh tersenyum senang, ia beralih mengusap perut Dhera, menyapa kedua janin yang kini sedang tumbuh. “Apakah mereka baik-baik saja, setelah apa yang kita lakukan tadi?”
Dhera kembali menampakkan wajahnya, “Sepertinya begitu, Dokter juga tak memberi peringatan apa-apa, kan?”
“Betul juga, kalau begitu masih bisa sering-sering, kan?”
Dhera terkejut, “Apaan sih, ya nggak sering-sering juga.”
“Kita masih pengantin baru loh, masa gak bisa sering-sering sih?” tanya Danesh, ia bahkan merengek seperti bayi.
“Ah, tau ah, mau mandi dulu.” Dhera berusaha berdiri, namun dengan sigap Danesh menggendongnya.
“Aku akan membantumu mandi,” bisik Danesh, ketika Dhera hendak buka suara.
•••
“Aku duluan ya,” pamit Dhera, ia sudah sangat lapar, di tambah aktivitas panas mereka yang cukup menguras tenaga.
“Hmm, Aku ambil ponsel dulu,” sahut Danesh.
Klek
Dhera membuka pintu kamar, namun ia diam membisu, ketika melihat dua orang yang sedang menatap ke arahnya. Kedua orang itu sedang menikmati secangkir teh dan kudapan setelah sarapan.
“Kok berhenti, katanya lapar?” tanya Danesh yang baru saja keluar dari kamar.
Tanpa sadar ponsel di tangan Danesh pun terjatuh, sama seperti Dhera, mendadak Danesh merasa seperti pencuri yang tertangkap basah si pemilik rumah.
“Mom … Dad …”
•••
Nyonya Bella, anakmu nakal, jewer aja ... 🤣🤣🤣
Hayo Bastian sekarang dah mulai ada rasa sama teman satu teamnya, yg awalnya sempat ragu, sekarang mulai posesif saat temannya yg flamboyan pingin dekatinya 🤭😁😍😍
Marco berusaha santai meski deg2an ketemu sama Bu Rita , untung masih ada papa Andre & pak Rendi 🤔😇😇
Selamat berjuang bang Qomar,pasti bnyk yg dukung termasuk daddy Andre💪
buat Bastian,sabar Bas sabar🤭
Selamat untuk Dhanesh & Dheera...
Sehat" yaa kalian.....
wow...wow.....
Bastian cemburu euy.....🤣🤣🤣🤣🤣
Paling mulutnya yang rame macam petasan
Kamu msh cinta Dhesi kan...? Ayo benjuang lagi....
Cemungutz Qomar....😂😂😂😂😂