Gadis Desa Untuk Ceo

Di tengah kesedihan Ellad akan memikirkan Dwinda berubah, ada kebahagian meliputi hati Edric. Pengantin baru yang masih hangat-hangat, akan asmara yang membara jiwa mereka berdua.

Ikatan semakin kuat antara Edric dan juga Aira, gadis yang ia kagumi saat awal bertemu. Edric tak memandang derajat sang wanita. Tak peduli dengan kasta dan kekanyaan, karena semua itu bisa dicari dengan gampanya bagi Edric.

Keluguan Aira mampu membuat kebahagian yang hilang kini kembali lagi, senyum yang tak pernah terlihat, kini sering dipertotonkan pada semua orang yang berada di rumah.

Aira mendorong kursi roda yang ditumpangi sang suami, masuk ke dalam kamar CEO muda. Kedua mata membulat, melihat kamar yang tadinya terlihat biasa saja berubah derastis.

Bunga mawar merah, berserakan rapi mengambarkan tanda Love. Lantai pun penuh dengan bunga mawar yang sengaja di hias.

Ada nama inisila A dan juga E, bertanda nama mereka berdua. Aira tersenyum kecil, ada sesuatu yang membuat hatinya bergetar hebat. Rasa yang aneh. Baru kali ini ia rasakan.

"Kamu suka, Aira?" Pertanyaan kini dilayangkan Edric, kepada sang istri.

Dengan bibir terlihat gugup, ia bergumam dalam hati," perasaan apa ini. Kenapa aku begitu gugup saat melihat pemandangan seperti ini."

"Aira." Edric mencoba memanggil Aira kembali, berharap wanita itu sadar.

"Hah, iya. Kenapa?" Aira terlihat kaget, ia menatap kearah sang CEO muda.

Sedangkan Edric tersenyum kecil saat istrinya bertanya akan perkataanya." Kamu melamun ya, sayang?"

Wanita berbulu mata lentik dengan bola mata hitamnya, mengaruk belakang kepala yang tak terasa gatal." Ng-g-ak."

Terdengar dari nada bicara Indah begitu gugup, Edric sang pemilik bola mata biru menarik tangan istrinya dari belakang. Hingga tubuh itu tertarik dan kini berhadapan dihadapan Edric.

"Bukanya kamu kemarin menantang saya, Aira. Kata kamu, saya harus menunaikan kewajiban sebagai seorang suami?"

Pertanyaan menegangkan, membuat bulu kuduk merinding, padahal Aira hanya bercanda. Ia sudah membayangkan bagaimana tangan kekar itu mengeray*mi miliknya. Dan masih ada hal hal negatif merusak otaknya saat itu juga.

"M-m, iy-a sih." Tersenyum dengan wajah mengemaskan, seakan Edric tak sabar ingin langsung menekram kekasih halalnya sekarang juga. Membuat wanita itu merasakan rasa cinta yang sudah meraja rela pada tubuhnya.

"Apa kamu bisa mulai dulu."

Aira yang hanya gadis desa tentu saja bingung, mulai duluan dari mananya, jelas ia tidak bisa mengatur posisi, apalagi pengalaman yang sangat minim dan ilmu pengetahuan kurang.

Ia hanya belajar dari perkataan orang saja dan buku yang selalu dipinjamkan temanya untuk Aira baca. Karena kemiskinan yang membuat Aira tak bisa membeli buku dan perlatan sekolah, membuat ia sampai jarang masuk sekolah.

Tapi untuk berbicara, Aira tentulah pintar. Mungkin dari kemiskinan yang dihadapi gadis desa itu, ada kelebihan yang istimewa diberikan tuhan untuknya .

"Ayo, Aira. "

Gadis itu masih melogo, ia terkadang ingat dengan perkataan sahabatnya yang sudah menikah, dimana lelaki yang mulai duluan. Tapi tidak dengan Edric, dia adalah lelaki lumpuh, dan pastinya untuk memulai duluan sedikit membingungkan.

Aira menatap kearah tubuh Edric, entah apa yang harus ia sentuh. Hingga tangan kekar itu meraih tangan mulus sang istri.

Terkejut, ya. Pastinya, Aira merasakan benda keras pada daerah bawah badan Edric. Menurut buku dan pengetahuan dari sekolah itu adalah, sesuatu barang berharga milik seorang lelaki yang sensitif jika disentuh.

"Ini." Terlihat raut wajah penasaran Aira, saat tanganya mendarat pada beda aneh seperti batu.

"Ya. Kamu kenapa?" Tanya Edric, ia masih ragu. Tapi keinginanya terus memucak. Mengiginkan lebih.

"Saya bingung, karena baru pertama kali!" Jawaban yang begitu polos untuk seorang gadis yang baru saja Edric jadikan istri.

"Bukan kamu saja, saya juga baru pertama kali." Kejujuran kini di lontarkan Edric, membuat Aira tentu saja tak percaya, karena gelar CEO pastinya membuat para wanita mengigikan Edric apalagi dengan ketampanan yang begitu sempurna.

"Bukanya kata guru berbahanya?" Petanyaan bodoh kini dilayangkan Aira, kepolosan semakin terlihat dari raut wajahnya.

"Boleh kok, kitakan sudah jadi suami istri!" Jawab Edric, jiwa kelakianya semakin meronta ronta tak tahan. Hingga tubuh istrinya ia rapatkan pada dada bidangnya, dari sanalah, aksi tak sadarkan diri mulai membius.

Bibir bersentuhan semua keindahan malam seakan terpancar untuk mereka berdua.

Aira tiba tiba saja duduk di pangkuan sang CEO muda dan berkata. " Edric. "

Kata kata manja itu akhirnya terlontar lagi, dan." Haaaaahhh. "

Aira berusaha menyingkir dari pangkuan suaminya, dimana Edric berteriak tiba tiba. " Kenapa?"

Menujuk pada leseleting terbuka sedikit, " kenapa?" Tanya lagi Aira.

"Kejepit!" Jawaban Edric membuat Aira menutup kedua matanya, ia berusaha melepaskan leseleting yang menyakiti keperjakaannya.

Aira tak sadar jika leseleting yang ia buka perlahan malah mengakibatkan sebuah musibah untuk suaminya.

"Aira, cepat buka."

Dengan kedua mata yang masih menutup, pada akhirnya leseleting menjepit itu terbuka lebar, ada rasa aneh pada diri Aira hingga ia bertanya." tidak pake dalaman?"

Edic tersenyum malu dan berkata." Tadinya persiapan, jadi nggak pake. Eh malah berefek patal."

Aira menggelengkan kepala, di momen romatis ini seakan kacau karena masalah kejepit.

Wanita berbulu mata lentik itu sudah menduga semua akan terjadi, apalagi ia mendengar jika sang suami juga baru pertama kali melakukan hal yang halal untuk suami istri.

Namun ternyata, Edric menarik tangan Aira kembali." kenapa cemburut."

"Mm, saya mengira jika ini tidak akan terjadi?"

Edric tersenyum dan mencium pipi istrinya dengan lembut membisikan kata kata, pada telinga Aira." kita akan menuntaskan malam ini. Oh ya, apa kamu sudah ikhlas?"

Mendengar bisikan dari mulut Edric, membuat sang istri menelan ludah. Tangan kekar memulai membalikkan wajah kehadapan Edric. Sampai di tatapan mereka beradu.

"Apa kita berbaring saja."

"Eh, gimana ya. Boleh deh, soalnya saya kurang tahu bagaimana melakukannya."

"Nanti juga kamu bisa dengan sendirinya, kamu tahukan cinta itu seperti alunan lagu yang menggiring kita menyanyi dan menikmati setiap nada yang terdengar, begitu juga dengan kita berdua. Jika di hati kita ada cinta, maka ada dorongan kuat untuk bisa melakukan semuanya."

Aira baru tahu dengan apa yang dikatakan suaminya, ia hanya menganggukan kepala. Mencoba menurut.

"Ayo bantu aku berdiri."

Dengan tubuhnya, Aira berusaha membantu sang suami untuk berdiri dan dipindahkan ke kasur.

Hingga. Tubuh mereka terbaring secara tiba tiba di atas kasur, membuat keduanya saling berpelukan satu sama lain.

Tawa mereka berdua, menjadikan sesuatu lelucon. "Aira, kamu lumayang berat."

Menyingkir dan berkata," maaf."

Mencubit kedua pipi Aira dan berkata." aku maafkan kamu, walau belum lebaran juga."