Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Mengusir Ryan
...----------------...
"Brengsek!" Rara geram dan langsung mendorong tubuh Ryan hingga terhuyung ke belakang. Saat ini dia sudah kehilangan muka di tempat lokasi syuting tersebut. Terlebih sorakan dari para kru film yang masih tersisa di sana membuat telinganya terasa pengang. Rasanya ingin sekali menenggelamkan diri ke dasar danau.
"Witwiw ... prikitiw ... lagi, Yan! Lagi!" teriak seseorang yang begitu antusias melihat adegan seperti itu. Tentu saja membuat Rara semakin malu. Mau disimpan di mana wajahnya itu.
"Gue benci sama lo!" sungut Rara sambil menunjuk wajah Ryan, lalu segera pergi meninggalkannya. Gadis itu tidak pernah berpikir akan dipermalukan seperti itu oleh Ryan. Niat untuk bekerja di bawah naungan Danang pun harus dipikirkan ulang karena semua orang yang menontonnya sekarang adalah anak buah Danang. Apalagi Rara seringkali menjadi penonton bayaran. Dengan kejadian hari ini, gadis itu mungkin tidak akan pernah kembali datang.
Untuk beberapa saat Ryan masih bergeming di tempat. Selepas ditinggalkan oleh Rara, pemuda itu seperti mati rasa. Pundaknya turun naik diiringi helaan napas yang tidak beraturan. Jantung Ryan berdegup sangat kencang. Perbuatannya tadi sungguh di luar kesadaran. Ia bahkan tidak memedulikan sorakan dan teriakan teman-teman di sekitarnya. Fokusnya hanya pada Rara seorang.
Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri jika lelaki itu merasa lega karena Rara tidak jadi bertemu dengan si sutradara. Dengan demikian, Ryan yakin nasib Rara akan berubah total.
Mendengar keributan di luar, tentu saja menarik perhatian Danang. Lelaki itu keluar untuk mengecek keadaan. Dia pun bertanya pada seseorang yang paling dekat dengan ruangannya. "Apa apa, sih, rame-rame?"
Lelaki yang ditanya itu pun menoleh tanpa menghilangkan mimik wajah lucu yang melengkung di bibirnya. Dia sangat puas menertawakan Ryan yang tiba-tiba mencium kekasihnya.
"Itu tadi si Ryan didatangin sama pacarnya. Kayaknya lagi bertengkar, tapi ujung-ujungnya malah ciuman," celoteh kru tersebut lalu tertawa lagi setelahnya.
Danang tersenyum miris, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai tanggapan. Berita itu tidak penting baginya. Ia pun berbalik badan hendak kembali ke ruangan. Danang masih menunggu Rara, padahal yang ditunggunya sudah pergi entah ke mana.
*****
"Sialan si Ryan! Dikasih hati minta nyawa. Udah dibaikin, tetep nggak tahu diri juga." Rara terus menerus merutuki Ryan sambil memukul-mukul bantal yang tidak bersalah di pangkuannya. Gadis itu sangat kesal karena sudah dipermalukan sedemikian rupa oleh tetangganya.
"Mungkin bang Ryan punya alasan yang baik kenapa dia ngelakuin itu sama lo, Ra." Mita berkata seolah membela Ryan. Tentu saja membuat Rara semakin geram. Alih-alih pulang ke rumahnya, Rara memilih kabur ke rumah Mita. Dia berbohong pada sang ibu hendak mengerjakan tugas sekolah.
"Lo belain dia, hah?" sungut Rara berapi-api membuat Mita langsung menciut nyali.
"Nggak ... siapa yang belain dia, ih? Gue kan bilangnya mungkin, belum tentu iya."
"Cih, dusta!" Rara berdecih sambil mencebikkan bibirnya, lalu menutup wajahnya sambil berbaring telentang di atas ranjang Mita. Gadis itu mengingat insiden memalukan yang dilakukan Ryan di lokasi syuting. Membuat kepalanya berdenyut pening.
"Aaargh ... gue beneran malu, Mita! Gue udah nggak punya muka!" teriak Rara di balik bantal yang menutupi wajahnya.
"Masa, sih? Coba gue lihat!" Mita langsung menarik bantal yang menutupi wajah temannya, "tuh, masih ada. Nggak hilang, kok," imbuhnya dengan tatapan polos.
"Ih, Mita! Gue lagi nggak mau diajak bercanda." Rara merengek kesal sambil memukul-mukul temannya dengan menggunakan bantal. Pukulan yang pelan, tetapi membuat Mita kewalahan.
"Iya, iya ... gue minta maaf. Gitu aja ngambek."
Mita mengambil bantal tersebut lalu menyingkirkannya ke belakang. Rara pun beranjak duduk berhadapan dengan Mita. "Sekarang lo maunya apa? Mau bikin perhitungan sama Bang Ryan?" tanya Mita setelah emosi Rara sedikit meredam.
"Gue harus usir dia dari rumah."
"Nggak bisa gitu, lah. Kasian Bang Ryan nanti nggak punya tempat tinggal," tukas Mita yang masih jadi penggemar setia Ryan. Naluri fans fanatiknya tidak membiarkan idolanya menderita.
"Lo belain dia lagi, kan?" Rara melotot tajam.
Mita menghela napasnya. Dia merasa simalakama. "Mendingan diomongin aja. Tanya baik-baik dulu kenapa dia melakukan itu!" tuturnya memberi saran.
"Nggak perlu. Gue udah muak sama dia. Kalau gue lihat mukanya pengennya gue bejek-bejek kayak sambel matah!"
"Dih, sadis amat!" Mita bergidik ngeri dengan sikap Rara yang penuh emosi.
"Makanya jangan belain dia terus!"
"Gue nggak belain Bang Ryan. Gue cuma ngasih saran supaya nanti lo nggak nyesel."
Kedua mata Rara berotasi malas, "Nggak mungkin gue nyesel. Yang ada dia yang bakalan nyesel udah mempermalukan gue kayak tadi. Lihat aja besok! Gue bakalan bikin dia di usir sama bokap."
Mita menenggak saliva melihat aura jahat menguar dari tubuh sahabatnya. Sorot matanya begitu menyeramkan, persis seperti sosok nenek dari cerita 'Nenek Kebayan'.
*****
Setelah berhasil menggagalkan pertemuan Danang dan Rara, Ryan segera mengendarai mobilnya untuk pulang ke rumah. Lelaki itu berpikir jika Rara akan pulang ke sana. Ryan akan menjelaskan semuanya. Asalkan Rara melewati hari ini tanpa bertemu dengan Danang, takdir Rara pasti akan berubah.
Butuh waktu setengah jam untuk Ryan mencapai rumah Rara. Lekas, pria itu memarkirkan mobilnya dengan asal, lalu keluar dan berlari menuju pintu rumah gadis itu. Diketuknya pintu itu dengan tergesa-gesa dan hanya menunggu beberapa saat saja, pintu itu pun terbuka.
"Ada apa, Nak Ryan? Ngos-ngosan gitu seperti dikejar-kejar orang." Salma yang membuka pintunya langsung bertanya. Wajah Ryan terlihat panik membuat perempuan paruh baya itu ikut panik juga.
"Rara di mana, Bu? Boleh aku ketemu sama dia?" tanya Ryan sambil mengatur napasnya yang tersengal seperti habis dikejar-kejar.
"Rara nggak ada. Tadi izin sama ibu nginep di rumah Mita. Katanya mau ngerjain tugas sekolah. Ini ada apa memangnya? Kenapa kamu langsung nanyain Rara?" Sekali lagi Salma bertanya. Dia masih khawatir jika anaknya dalam masalah.
Ryan sejenak bergeming, tetapi napasnya masih memburu tak menentu. Ia menyeka keringat dingin yang menetes dari dahi sambil mengatur napasnya itu. Ryan berpikir jika Rara mungkin sedang menghindari dirinya.
"Nggak ada masalah apa-apa, kok, Bu. Tadi aku abis main film action. Makanya ngos-ngosan kayak gini," jawab Ryan berbohong. "Kalau gitu besok aja aku temuin Rara-nya. Aku masuk ke rumah dulu, ya," imbuh Ryan setelah napasnya mulai beraturan. Besok masih ada kesempatan.
"Bener nggak ada masalah apa-apa?" Pertanyaan Salma membuat Ryan tak jadi pulang. Dia pun kembali berbalik badan. Perempuan itu masih belum puas dengan jawaban Ryan.
"Bener, Bu." Ryan mengulas senyuman setelah menjawabnya. Salma pun menghela napas lega dan sedikit bisa tenang.
...----------------...
...To be continued...
Dukung author dengan, subscribe, like, komentar, dan vote, ya🌹
ikut dong 😅😅
euleuhhh pdhl mah buat koleksi we
pen dijewer euhhhh 🤣🤣🤏🏻🤏🏻
mau jalan jalan kemana 😁😅