Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Libuaran di pantai
Karina mengusap sudut matanya yang berair.
"Ibu kenapa?" tanya Yasna.
"Saya bahagia melihat senyum Afrin. Sebelumnya dia selalu merengek ingin didandani seperti teman-temannya, dipakein bedak, rambutnya diikat dengan bermacam model. saya sudah tua, mana ngerti hal seperti itu. Dia selalu cemberut saat saya hanya bisa mengikat satu kuncir." Karina terkekeh mengingat hal itu.
"Jadi karena itu dia lari-lari tadi?" tanya Yasna.
"Iya," jawab Karina sambil tersenyum.
Sementara di ruang tamu Afrin menunjukkan rambutnya pada ayah dan kakaknya.
"Alin cantikkan Pa? Tadi dikuncil cama Bunda," tanya Afrin.
"Iya, cantik ... Afrin suka?" tanya Emran.
"Cuka, nanti mau dibuatin lagi cama Bunda," jawab Afrin.
"Ayo! Katanya mau ke pantai," sela Aydin.
"Bental, aku panggil Bunda." Afrin kembali berlari memanggil Yasna.
Afrin berjalan bergandengan dengan Yasna, mereka berjalan beriringan. sedangkan Emran dan Aydin berjalan lebih dulu menuju mobil yang akan mereka pakai. Aydin duduk di depan membuat Emran merasa tidak enak hati pada Yasna. wanita itu tersenyum membuat Emran lega, ternyata Yasna tidak keberatan.
Sepanjang perjalanan hanya Afrin yang tak henti berbicara, Yasna hanya sesekali menanggapi. Sementara Aydin hanya sibuk memainkan gadget-nya.
Sampai disebuah pantai, anak-anak berlarian membuat Yasna khawatir.
"Afrin, Aydin jangan lari!" teriak Yasna.
"Kamu tenang saja, mereka sudah terbiasa ke sini," ucap Emran. "Kita duduk di sini."
"Anak-anak?" tanya Yasna.
"Kita bisa mengawasinya dari sini, nggak terlalu jauh juga," ucap Emran yang diangguki Yasna.
Mereka duduk diatas tikar yang baru saja Emran sewa. Yasna berusaha menutupi kegugupannya, jantungnya berdetak lebih cepat. Berdekatan dengan Emran memang membuat kinerja jantungnya tidak baik.
Emran juga merasakan hal yang sama. Namun, dia lebih pandai menguasai diri. hingga terlihat lebih tenang.
"Na, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Emran setelah beberapa menit terdiam.
"Perasaan?" ulang Yasna.
"Perasaanmu padaku? ... Jujur, aku mulai tertarik padamu. Sejak kapan? Aku juga tidak tahu, tapi setiap kali aku melihatmu, aku selalu merasa bahagia. jika aku berada didekatmu seperti sekarang ini, jantungku berdetak lebih cepat," ucap Emran menatap Yasna lalu mengalihkan pandangannya karena malu.
Yasna menundukkan kepalanya, ia merasa terharu. Ternyata apa yang ia rasakan, Emran juga merasakannya. Padahal selama ini ia takut jika rasa yang ia miliki tidak bersambut.
Emran yang melihat Yasna hanya diam, berpikir jika Yasna tidak menyukainya.
"Aku tidak memaksamu untuk menerima perasaanku, aku hanya mengatakannya agar kamu tahu bagaimana perasaanku, itu saja," ucap Emran.
"Perasaanku juga sama seperti yang Mas rasakan," ucap Yasna pelan.
"Maksud kamu?" Emran menatap Yasna dengan saksama.
"Perasaan yang Mas katakan padaku tadi, aku juga merasakannya. Aku juga bahagia saat melihat Mas, jantungku juga berdetak lebih cepat saat berdekatan dengan Mas. Lebih dari itu aku sangat bahagia melihat senyum anak-anak, tapi ada satu hal yang belum aku katakan pada Mas," ujar Yasna.
"Satu hal apa?" tanya Emran.
Yasna terlihat gugup, ia takut Emran akan marah padanya karena tidak jujur. Namun, ia tetap harus mengatakannya.
"Aku tidak bisa memberikan Mas seorang anak," jawab Yasna.
"Apa maksudmu?" tanya Emran tidak suka.
Emran berpikir jika Yasna tidak ingin memiliki anak dengannya atau Yasna ingin pisah kamar setelah mereka resmi menikah.
Yasna meneteskan air matanya mendengar nada suara Emran, ia sudah memperkirakannya.
"Dulu aku pernah hamil dan aku mengalami kecelakaan, aku terjatuh dari tangga hingga mengakibatkan pendarahan hebat. Bayiku tidak selamat, tapi yang lebih menyakitkan aku harus kehilangan rahimku. Dokter mengatakan jika hanya itu jalan satu-satunya untuk menyelamatkanku, tapi jika boleh memilih, aku lebih memilih tidak selamat dari pada aku harus kehilangan anak dan rahimku." Yasna terisak setelah mengatakannya.
Emran merasa bersalah sudah berburuk sangka pada Yasna, ia segera memeluk wanita itu. Yasna semakin terisak mengingat kesedihan masa lalunya, ia memeluk erat Emran.
Setelah dirasa cukup menumpahkan tangisannya, Yasna segera melepas pelukan Emran. Pelukan yang begitu nyaman yang sudah lama tidak Yasna rasakan.
"Maaf, baju kamu jadi basah," ucap Yasna yang masih sesenggukan.
"Tidak apa-apa," sahut Emran.
"Maaf, aku bukan istri yang sempurna untukmu, aku do'akan agar kamu bisa menemukan wanita yang bisa membuatmu bahagia," ucap Yasna tersenyum paksa.
"Na, tidak ada wanita lain yang aku inginkan selain kamu. Hanya kamu yang pantas menjadi istriku dan Ibu dari anak-anakku," sahut Emran.
"Tapi Mas--
"Aku tidak peduli dengan itu, kita sudah memiliki Aydin dan Afrin. Tidak masalah untukku, tidak memiliki anak lagi," ujar Emran.
"Lalu bagaimana dengan Ibu Karina? Bagaimana dengan keluarga Mas yang lain?" tanya Yasna.
"Mama pasti tidak keberatan, dia sudah memiliki lima cucu. Mengenai keluargaku, mereka bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain," ujar Emran. " jadi, apakah kamu mau menikah denganku?"
Yasna menggeleng sebagai jawaban, membuat Emran sedih. Padahal ia sangat berharap Yasna mau menerimanya.
"Kenapa kamu masih menolakku?" tanya Emran sedih.
"Aku akan menerima Mas, kalau semua orang setuju dengan hubungan kita. Kita semua tahu jika Aydin sampai detik ini belum menyukaiku. Beri aku waktu agar bisa membuat Aydin menyukaiku," ujar Yasna.
"Kita akan berusaha bersama atau biar aku saja yang bicara dengan Aydin nanti," ucap Emran.
"Jangan, Mas. Biar aku yang berusaha, jika Mas yang berbicara itu akan membuat dia semakin membenciku," ujar Yasna.
"Baiklah, terserah padamu saja," ucap Emran.
"Bunda!" teriak Afrin.
"Ya, kenapa teriak-teriak? Lakn kali nggak boleh, ya," ujar Yasna.
"Kakak tuh nakal, baju Alin basah," ucap Afrin cemberut.
"Nggak papa Afrin kan bawa baju ganti," sahut Yasna.
Afrin masih saja cemberut, membuat Yasna terkekeh dibuatnya.
"Sudah mainnya? Kalau sudah, ayo ganti baju! Tapi nanti nggak boleh main air lagi," ucap Yasna. "Aydin mau ganti juga?"
Aydin hanya diam tak menjawab. Yasna mencari pakaian mereka berdua di dalam tas yang dibawa tadi. ia memberikan pakaian Aydin pada anak laki-laki itu dan tanpa berkata Aydin meraihnya.
Setelah berganti pakaian mereka memutuskan pergi ke sebuah restaurant dekat pantai, yang menyajikan berbagai makanan seafood.
Mereka memesan berbagai jenis makanan.
"Afrin mau bunda suapin?" tanya Yasna yang dijawab gelengan oleh Afrin yang mulai makan.
"Kamu mau coba udang?" tawar Emran pada Yasna.
"Tidak usah, Mas. Aku alergi udang," sahut Yasna.
"Oh, maaf, aku tidak tahu," ucap Emran.
"Tidak apa-apa, aku juga tidak pernah mengatakannya," sahut Yasna.
Mereka makan dengan lahap, terutama Aydin dan Afrin. Mungkin mereka kelelahan setelah bermain air.
Aydin yang mendengarnya pun menyiapkan rencana selanjutnya.
.
.
.
.
.