Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Melangkah menuju cafe terdekat, karena di sekitaran sana ternyata merupakan kawasan elit. Tak ada warung makan biasa, hanya ada nasi Padang yang ringan di kantong tetapi antrinya membuat kenyang duluan.
Duduk di berhadapan dengan Tara, Andini hanya diam dia memilih menghubungi kedua sahabatnya dari pada makan berdua dengan Tara saja.
"Halo kalian dimana?"
"Gue baru turun, loe udah dimana?"
"Di cafe depan kantor. Sini ya gue tunggu!"
"Oke."
Andini kembali meletakkan ponselnya di atas meja, kembali fokus pada buku menu yang ada di depannya.
"Mau pesan apa?"
"Mau chicken katsu aja sama sapo tahu. Minumnya es lemon."
"Nggak berubah, aku pikir kamu lagi pengen yang lain." Tara segera memesan makanan untuk Andin.
"Mbak," tangan Tara terangkat memanggil waiters yang ada di sana.
"Iya ada yang bisa di bantu kak," waiters tersebut mengeluarkan note dan pulpen. Kemudian mencatat pesanan yang di sebutkan.
"Chicken katsu 1, sapi lada hitam 1, sapo tahu dan es lemonnya 2 ya."
"Baik, ada lagi kak?"
"Sayang mau apa lagi?" Tara menggenggam tangan Andini yang sibuk dengan ponselnya.
"Oh..itu aja mbak, makasih ya."
Setelah waiters itu pergi, Andin segera melepaskan genggaman Tara. Tetapi Tara tak ingin, malah dia sengaja duduk di samping Andin saat matanya menangkap kedua sahabat dari Andin datang.
"Ikh gue kira loe sendirian, udah ngebut lari-lari takut loe keburu di culik. Tapi ternyata udah ada yang jagain!" celetuk Tia yang datang berdua dengan Riri.
"Dianya aja yang ngekor terus dari tadi."
Pesanan yang mereka pesan akhirnya tiba, makan dalam diam dan tenang. Tara pun tidak merusuh, membiarkan Andini makan tanpa niat mengganggu. Hingga pandangan mata Tia tertuju pada bos tampan yang sedang makan berdua dengan Kakak dari sahabatnya.
"Eh si bos makan di sini juga," ucap Tia membuat semua melirik ke dua pria yang tak jauh dari mereka, hanya berjarak tiga meja saja.
Tepat saat mata Andin melihat kesana berbarengan dengan Rai yang meliriknya. Tatapan tak bersahabat di layangkan oleh Andin, namun berbeda dengan Rai. Tatapan teduh membuat siapa saja yang melihatnya terhanyut.
"Ikh gila sich, dulu emaknya ngidam apa ya bisa ganteng banget begitu."
"Iya, gue juga mau kalo duda begitu mah. Jadi istri kedua nggak apa lah," sahut Riri.
"Ya udah gue istri pertama loe istri kedua ya.."
"Ogah!" ketus Riri.
Andini memutus kontak duluan, dia kembali fokus ke makannya. Tak tertarik dan tak perduli, apa lagi tampang mengejek kakaknya yang minta di timpuk pakai high heel.
Setelah selesai makan Tara sudah lebih dulu menggandeng tangan Andini, Tia dan Riri yang melihat sempat heran karena kemarin Andin yang seperti tak minat membahas. Tetapi justru sekarang seperti tak terjadi apa-apa.
"Katanya udah nggak ada apa-apa, kok masih gandengan?" bisik Tia di telinga Andini.
"Emang nggak ada, capek gue ribut mulu, suka-suka dia dech!" sahut Andini malas.
Sampai di lobby kantor Andini segera melepaskan genggaman tangan Tara. Merasa risih jika sampai di kantor akan jadi pusat perhatian.
"Mbak Erna!" seru Andini saat melihat seniornya dengan perut buncit membawa sekantong plastik yang sudah ia duga isinya makanan.
"Eh gue duluan ya, ntar balik tungguin gue di lobby oke!"
"Siipp...." Tanpa memperdulikan Tara Andin segera mendekati mbak erna, berdiri di samping bumil dengan aura ke ibuan yang ketara. Cukup nyaman dan hangat. Apa lagi sikap seniornya yang baik dan pas jika di jadikan kakak.
"Bawa jajanan lagi mbak?"
"Iya, si utun doyan makan, itu tadi teman-teman kamu?"
"Iya mbak, sahabat aku. Mbak makan dimana?"
Mereka masuk lift menuju ruangan, tak perduli ada Tara yang mengejar. Andin segera memencet tombol tutup agar segera naik.
"Eh Tara nya ketinggalannya Din..."
"Biarin aja mbak, tangga darurat ada. Nggak boleh manja, kasian bumil udah nunggu berdiri capek."
Mendengar itu Erna hanya menggelengkan kepala, dia cukup curiga akan hubungan Andin dan Tara, tetapi tak ingin ikut campur terlalu jauh.
Hari pertama untuk Andini lancar jaya, senior yang ramah membantu dengan cepat dalam belajar. Dia pulang tepat waktu dan segera turun tanpa perduli panggilan dari Tara.
Langkah jenjangnya cukup menarik perhatian hingga dirinya sampai di lobby utama ternyata kedua sahabatnya belum ada di sana.
"Ck, biasa dech pada lemot!" kesal Andin yang harus berdiri menunggu. Di telpon nggak pada ngangkat, di tungguin lama, di tinggal pun dia sendirian.
Memilih duduk di dua undakan teras lobby sambil berselancar membuka media sosial tanpa perduli banyak yang meliriknya.
"Ngapain Bu...duit jajan kurang dari bokap sampe ngamprah di jalanan?" tegur Riri yang melihat Andin duduk di teras.
"Loe yang pada ngapain? lama banget, sampe jamuran gue nunggunya, untung nggak keburu di petik." Andin berdiri mendekati keduanya.
"Lagi siapa juga yang mau metik loe njir....."
"Ayo mau kemana dulu kita? balik apa nongkrong?" tanya Tia yang mulai membuka aplikasi taksi untuk memesan.
"Nongkrong dimana? ya kali ngemall lagi, udah tiris nich saldo gue gara-gara buat belenjong kemarin." Keluh Andini setelah mengecek isi saldo ternyata tinggal 300ribu dan entah akan bertahan berapa hari lagi.
Mereka masih bingung, jelas tak hanya Andini saja yang dompetnya sekarat Tia dan Riri juga. Karena mereka belum dapat jatah bulanan.
"Jangan pada kayak berlagak model loe pada, mejeng tengah jalan. Kasian yang pada mau lewat sakit mata liat kalian!"
Ketiganya cukup kesal mendengar celotehan Andika yang tiba-tiba datang tetapi seketika Tia dan Riri tersenyum saat melihat siapa gerangan yang ada di belakang Andika.
"Ngapa loe berdua? kesambet? makanya buruan pulang loe mau magrib masih di sini, anak kecil nggak boleh pulang kesorean."
"Bolehnya pagi sekalian ya kak?" sahut Riri nyengir.
"Awas loe ngajak-ngajak adik gue, gue gantung di pohon pare loe berdua."
"Yang ada Andini yang ngajak kita aneh-aneh!" celetuk Tia membuat Andini melebarkan matanya, " gara-gara Andini nich dompet gue tiris, ngajak blanja nggak kelar-kelar alhasil mau sekedar beli pecel ayam aja gue nggak ada. Minta duitnya kak?"
"Tia mulut loe!"
"Sssttt diem! loe juga tiris kan?" kemudian Tia kembali menatap Andika yang kesal karena di palak oleh sahabat adiknya.
"Ayo mana kak? loe nggak kasian kita-kita nggak bisa pulang!" Tia menodong dengan tangan kanannya, mau tak mau Andika mengambil dompet di sakunya dengan wajah di tekuk.
"Kalo nggak punya duit jangan gegayaan pada belanja, Andini loe bener-bener ya! malu-maluin gue!" Andika mengambil beberapa uang lembaran berwarna merah dan di berikan kepada Tia. Sedangkan Raihan sejak tadi hanya menyimak.
Tia menghitung lembaran uang tersebut tetapi segera di tarik tangannya oleh Andin. " Ayo balik! loe nyari gara-gara."
"Eh....enak aja loe mau balik kemana hhm?" kerah kemeja Andini di tarik oleh Dika membuat langkahnya mundur hingga menubruk dada bidang yang kini sudah berada di samping kakaknya.
"Reseh ikh, kalo mau ngajak ribut dirumah jangan disini! malu-maluin gue loe kak. Jatuh ntar image gue sebagai peserta magang paling cantik tahun 2022." Andini segera bergeser saat tau jika Raihan yang berada di belakangnya. "Sorry kak!"
"Hhmm..."
"Inget status loe!" ketus Andika.
"Berisik!" kemudian Andini melihat kedua sahabatnya yang masih menunggu. "Ya udah loe pada balik duluan gih, itu duit jangan di habisin. Boleh malak di bagi rata!" tutur Andini kesal karena harus pulang bareng Rai. Bukan melulu kesal tapi males saja karena tak ingin banyak yang melihat kedekatan mereka.
"Iye....ntar gue sisain selembar buat besok makan soto di depan." Seru Tia seraya mencium uang yang tadi Dika berikan dan pergi dengan menarik Riri yang sejak tadi menyimak tetapi pandangannya menatap Rai penuh damba.
"Anj_!" mulut Andini seketika di sentil oleh Dika.
"Owh....sakit ikh!" Andini meringis mengusap bibirnya dengan merengut kesal.
"Balik loe sama laki loe!"
"Sama kakak aja, males gue. Ntar di ocehin nenek lampir yang tadi! lagian wangi parfum tuh perempuan masih nempel di jas Kak Rai." Andini sedikit mendekat dan menutup hidungnya.
"Kenapa, cemburu?"