"Apa gunanya uang 100 Miliar jika tidak bisa membeli kebahagiaan? Oh, tunggu... ternyata bisa."
Rian hanyalah pemuda yatim piatu yang kenyang makan nasi garam kehidupan. Dihina, dipecat, dan ditipu sudah jadi makanan sehari-hari. Hingga suatu malam, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[Sistem Kapitalis Bahagia Diaktifkan]
[Saldo Awal: Rp 100.000.000.000]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26: Grafik Merah Darah dan Runtuhnya Menara Gading
Apartemen Sudirman Park. Ruang "Command Center" Kenzo.
Pukul 08.00 WIB (Satu jam sebelum bursa saham dibuka).
Ruangan itu gelap, hanya diterangi cahaya biru dari enam monitor yang disusun melengkung. Kabel-kabel berseliweran di lantai seperti sarang laba-laba. Pendingin tambahan mendengung keras menjaga suhu server mini rakitan Kenzo agar tidak overheat.
Rian berdiri di belakang kursi Kenzo, memegang mug kopi. Maya duduk di sofa dengan laptop di pangkuan, membuka aplikasi sekuritas saham.
"Status?" tanya Rian singkat.
Kenzo memutar kursi, wajahnya diterangi layar monitor. Dia menyeringai, menampilkan gigi gingsulnya.
"Semua amunisi sudah siap, Bos. Gue udah kompilasi 'Video Dosa' Rasa Nusantara. Isinya rekaman pengakuan preman penculik, CCTV upaya pembakaran pabrik kemarin, sama bukti transfer suap ke Pak Burhan yang lebih lengkap."
Rian mengangguk. "Bagus."
Rian kemudian memanggil antarmuka Sistem di kepalanya.
[FITUR AKTIF: STOCK MARKET MANIPULATION (Lv. 1)]
[Target: PT. Rasa Nusantara Tbk (Kode: RASA)]
[Harga Saham Saat Ini: Rp 4.500 / lembar]
[Sentimen Pasar: Stabil (Positif)]
[Probabilitas Kehancuran: 5% (Sangat Rendah)]
"Sistem," batin Rian. "Kalau gue rilis bukti kejahatan mereka sekarang, berapa probabilitas kehancurannya?"
[Kalkulasi Ulang...]
[Dengan dukungan Perk 'Viral Master' dan bukti valid: Probabilitas Kehancuran naik menjadi 85%.]
[Prediksi Penurunan: -25% (Auto Reject Bawah) dalam sesi 1.]
Rian tersenyum dingin.
Bramantyo kemarin mau membakar aset fisik Rian senilai 5 Miliar. Hari ini, Rian akan membakar kapitalisasi pasar Bramantyo senilai Triliunan.
"Maya," panggil Rian. "Siapkan dana likuid kita. Begitu harga saham mereka nyentuh lantai, kita borong."
"Bapak mau beli saham musuh?" Maya kaget.
"Bukan beli buat investasi, May. Tapi beli buat nginjek. Kita jadi pemegang saham minoritas yang berisik pas RUPS nanti."
Rian menepuk pundak Kenzo.
"Zo. Release the Kraken."
Kenzo menekan tombol Enter dengan gaya dramatis.
"Mengirim paket 'Oleh-oleh' ke 50 Portal Berita Nasional, Akun Lambe Turah, dan Komunitas Investor Saham... Sent!"
Bursa Efek Indonesia (IDX).
Pukul 08.55 WIB (Sesi Pre-Opening).
Para broker dan trader saham sedang santai menyeruput kopi pagi mereka, bersiap menghadapi hari yang membosankan. Saham RASA (Rasa Nusantara) adalah saham Blue Chip yang aman. Tidak banyak gejolak.
Tapi tiba-tiba, layar berita di pojok ruangan menyala dengan Breaking News.
[SKANDAL KORPORASI: Raksasa Makanan Diduga Dalangi Pembakaran Pabrik Pesaing!]
[VIDEO VIRAL: Preman Bayaran Mengaku Diutus Manajemen RASA!]
Di grup-grup Telegram saham yang beranggotakan ratusan ribu orang, video CCTV pabrik yang dikirim Kenzo menyebar seperti virus. Video itu diedit dramatis, menampilkan detik-detik mobil Alphard Rian menabrak pelaku pembakaran, lengkap dengan audio pengakuan: "Ini perintah Tuan Bramantyo..."
Kepanikan melanda.
"JUAL! JUAL RASA SEKARANG!"
"Gila! Isunya kriminal berat! Bakal disuspend bursa ini!"
"Kabur woy! Bandar mau guyur!"
Di layar perdagangan, antrian jual (Offer) menumpuk jutaan lot. Sementara antrian beli (Bid) kosong melompong. Semua orang ingin keluar, tidak ada yang mau masuk.
Kantor Pusat Rasa Nusantara Group.
Ruang Rapat Direksi. Pukul 09.05 WIB.
Bramantyo sedang memimpin rapat pagi dengan tenang, membahas rencana ekspansi ke Vietnam. Tiba-tiba pintu ruang rapat didobrak.
Indra masuk dengan wajah pucat pasi, dasinya miring, keringat membasahi kemejanya. Ia bahkan lupa mengetuk pintu.
"Tuan Bram! Gawat!" teriak Indra, melupakan sopan santun.
Bramantyo meletakkan pulpennya perlahan. Matanya tajam menusuk.
"Indra. Kamu lupa tata krama?"
"Persetan tata krama, Tuan! Lihat harga saham kita!" Indra menyalakan layar proyektor besar di ruang rapat.
Grafik yang muncul membuat seluruh direksi menahan napas.
Sebuah garis merah vertikal menukik tajam ke bawah. Seperti terjun bebas tanpa parasut.
RASA: Rp 4.500 -> Rp 3.375 (-25%)
STATUS: ARB (Auto Reject Bawah)
"Apa-apaan ini?!" salah satu direktur berdiri panik. "Kenapa ARB di menit pertama?!"
"Berita, Pak! Berita!" Indra mengganti slide ke portal berita online.
Headlines di mana-mana menampilkan wajah Bramantyo (sketsa) dan logo Rasa Nusantara di sebelah api yang berkobar.
"TERBONGKAR: Mafia Pangan Main Bakar!"
"Polisi Segera Panggil Bos Rasa Nusantara?"
Tangan Bramantyo yang memegang gelas air mineral gemetar. Gelas kaca itu retak dalam genggamannya.
Prang!
Pecahan kaca dan air tumpah ke meja mahoni.
"Dia..." desis Bramantyo, suaranya rendah namun mengerikan. "Anak ingusan itu..."
Bramantyo tidak peduli pabriknya dibakar. Tapi dia sangat peduli pada Valuasi Perusahaan. Karena di situlah kekayaannya berada. Penurunan 25% hari ini artinya kekayaan pribadinya menguap Rp 2 Triliun dalam lima menit.
"Siapkan tim Crisis Center!" perintah Bramantyo, kali ini nadanya tinggi, kehilangan ketenangannya. "Bantah semua berita itu! Bilang itu video palsu! AI! Hoax! Bayar semua media untuk take down beritanya!"
"Sudah kami coba, Tuan!" jawab Indra putus asa. "Tapi berita ini menyebar lewat algoritma viral yang aneh. Tiap kali satu dihapus, muncul sepuluh yang baru. Server kita juga diserang DDoS, website resmi perusahaan mati total!"
Bramantyo merosot di kursinya. Naga Tua itu baru saja kena serangan jantung digital.
Apartemen Rian.
Pukul 10.00 WIB.
Rian melihat layar tabletnya. Grafik saham RASA terkunci di dasar (ARB). Jutaan lot antrian jual tidak terserap.
"Sakit kan, Pak Bram?" gumam Rian.
"Bos, kita belanja sekarang?" tanya Maya.
"Belum," kata Rian. "Hari ini baru ARB jilid satu. Besok pasti ARB lagi. Kita tunggu sampai harganya jadi sampah, baru kita pungut."
[TING!]
[Misi Rahasia Selesai: The Stock Market Crash]
[Target: Memberikan kerugian finansial masif pada musuh.]
[Estimasi Kerugian Musuh: Rp 2.5 Triliun (Market Cap Loss)]
[REWARD DITERIMA:]
Poin Dominasi: +5.000
Akses Fitur: "Hostile Takeover Assistant" (Menampilkan % kepemilikan saham musuh secara transparan).
Item Black Market: "Kartu Kebal Hukum (Sekali Pakai)"
Rian tertegun melihat reward nomor 3.
Kartu Kebal Hukum?
Deskripsinya: Dapat membatalkan satu tuduhan hukum berat secara instan, atau membebaskan Host dari penjara satu kali.
"Sistem ngasih ginian..." Rian menyipitkan mata. "Berarti langkah Bramantyo selanjutnya bukan lagi bisnis. Dia bakal pake cara terakhir."
"Apa itu, Bos?" tanya Kenzo yang sedang makan mie instan perayaan.
"Pembunuhan," jawab Rian datar.
Rian berdiri.
"Pak Teguh. Mulai hari ini, tingkatkan keamanan jadi Siaga 1. Maya, jangan pulang ke kosan, tinggal di sini dulu. Kenzo, pantau terus CCTV jalanan sekitar apartemen."
"Eko, Dwi, Tri. Jaga Bu Ningsih dan Pak Gunawan 24 jam. Kalau perlu tidur di depan pintu kamar mereka."
"Siap, Bos!"
Rian berjalan ke jendela.
Di bawah sana, Jakarta tampak sibuk.
Tapi di mata Rian, ini adalah papan catur. Dia sudah memakan Benteng musuh. Sekarang, Raja musuh akan mengamuk dan mengeluarkan segala cara untuk mematikan Pion Rian.
"Ayo datang, Bramantyo. Gue tunggu."