NovelToon NovelToon
Bermimpi Di Waktu Senja

Bermimpi Di Waktu Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Slice of Life
Popularitas:26
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan ceritanya yuk langsung aja kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11: Fondasi di Atas Lumpur

Pagi itu, udara di bantaran sungai tidak lagi berbau pesimistis. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, suara mesin yang terdengar di Sektor 12-B bukan berasal dari buldoser penghancur milik Grup Mahakarya, melainkan dari mesin pemancang paku bumi yang disewa melalui dana hibah Global Green Fund. Status lahan tersebut telah resmi dialihkan menjadi Zona Fasilitas Sosial berkat bukti-bukti yang diajukan Yudha dan pengakuan Hendra yang mengguncang publik.

Aris berdiri di tepi lahan, mengenakan rompi proyek berwarna oranye terang yang sudah agak kusam dan helm putih yang ia simpan di gudang apartemennya selama sepuluh tahun. Di tangannya, gulungan cetak biru "Rumah Senja" tidak lagi hanya berupa mimpi di atas kertas kalkir; itu adalah mandat yang harus ia wujudkan.

"Tanahnya jauh lebih lunak dari yang saya duga, Pak Aris," lapor Hendra, yang kini bertindak sebagai pengawas lapangan. Pria itu tampak jauh lebih segar, beban rasa bersalah yang selama ini menghimpit pundaknya seolah menguap bersama kemenangan mereka di Balai Kota.

Aris berlutut, mengambil segenggam tanah bantaran yang lembap. "Tanah ini sudah terlalu lama menampung air dan air mata, Hendra. Kita tidak bisa menggunakan teknik pondasi standar. Kita akan menggunakan sistem cakar ayam yang dimodifikasi. Kita harus memastikan bangunan ini bernapas bersama sungai, bukan melawannya."

Pembangunan dimulai dengan semangat gotong royong. Warga bantaran—pria, wanita, hingga pemuda—ikut turun tangan. Mereka membantu mengangkut material, menyediakan konsumsi, hingga menjaga keamanan area proyek dari sisa-sisa kaki tangan Baskoro yang mungkin masih mengintai. Bagi mereka, ini bukan sekadar proyek konstruksi; ini adalah pembangunan martabat mereka sendiri.

Namun, tantangan teknis segera muncul. Di hari kelima, hujan deras mengguyur Jakarta selama enam jam tanpa henti. Sungai meluap, dan area pondasi yang baru saja digali tergenang lumpur pekat. Pekerjaan terpaksa dihentikan.

"Jika cuaca seperti ini terus, kita akan meleset dari jadwal, Pak," keluh salah satu pekerja muda. "Material semen kita bisa rusak kalau terus-menerus terpapar kelembapan tinggi di sini."

Aris menatap langit yang masih kelabu. Tubuhnya yang sudah tidak muda lagi mulai merasakan pegal yang luar biasa karena terus berdiri di lapangan. Namun, matanya tetap tajam. Ia teringat pada pesan Sarah tentang kesabaran.

"Gedung yang kuat tidak dibangun saat cuaca cerah saja," ucap Aris tenang. "Ia diuji oleh badai saat pondasinya masih basah. Kita akan buat tanggul sementara dari karung pasir. Hendra, kerahkan para pemuda. Kita tidak menunggu hujan reda, kita belajar bekerja di bawahnya."

Di tengah kesibukan itu, sebuah mobil sedan sederhana berhenti di dekat proyek. Laras, staf dari dinas tata kota yang dulu sempat bersikap dingin pada Aris, turun sambil membawa map dokumen. Ia tampak terpukau melihat kemajuan di lapangan.

"Pak Aris," sapanya. "Saya datang untuk menyerahkan izin IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang sudah ditandatangani gubernur. Dan... saya pribadi ingin meminta maaf. Saya dulu berpikir Anda hanya orang tua yang keras kepala. Saya salah."

Aris menerima dokumen itu dengan tangan yang kotor oleh lumpur. "Terima kasih, Nak Laras. Keras kepala adalah satu-satunya hal yang tersisa saat dunia mencoba mematahkan kaki kita."

Sore itu, saat hujan mulai mereda dan matahari senja muncul di balik awan, Aris duduk di atas tumpukan batang besi tulangan. Ia melihat anak kecil yang dulu pernah menyapanya di taman kini sedang asyik memperhatikan para pekerja. Anak itu tampak bermimpi tentang kamar yang dijanjikan Aris padanya.

Aris menyadari bahwa pembangunan fisik "Rumah Senja" hanyalah setengah dari perjuangannya. Setengah lainnya adalah membangun kepercayaan warga bahwa mereka layak mendapatkan tempat yang indah. Ia mengambil pensilnya, mencoret sedikit detail pada denah atap—ia ingin menambahkan sebuah teras terbuka di bagian paling atas. Sebuah tempat di mana setiap orang, tanpa peduli seberapa miskin atau lelahnya mereka, bisa duduk dan memandang senja dengan kepala tegak.

Fondasi pertama telah tertanam jauh ke dalam lumpur. Ia mungkin tidak akan melihat bangunan ini bertahan hingga seratus tahun ke depan, namun ia tahu, selama pondasi itu dibangun dengan kejujuran, "Rumah Senja" akan tetap berdiri kokoh meski arus sungai terus mencoba mengikisnya.

Malam mulai menjemput, namun di bawah lampu sorot proyek, Aris masih sibuk berdiskusi dengan Hendra. Di waktu senja hidupnya, Aris menemukan fajar yang baru—sebuah semangat yang membuatnya merasa lebih hidup daripada saat ia membangun gedung tertinggi di Jakarta sepuluh tahun lalu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!