Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Elise menahan napas ketika Diego semakin mendekat. Jarak mereka kini begitu dekat hingga Elise bisa merasakan hawa dingin dari tubuh pria itu. Tatapan tajam Diego membuat lututnya hampir lemas.
Namun anehnya, Diego justru tampak menikmati situasi itu. Ada semacam kepuasan tersembunyi di wajahnya ketika melihat Elise tampak gugup dan terpojok.
Entah kenapa, wanita itu menarik perhatiannya. Kacamata besar, rambut disanggul berantakan, dan tompel kecil di pipi kanan yang entah asli atau tidak.
“Tuan, sebaiknya kita pergi sekarang. Dokter Alana sudah menunggu Anda,” suara Jimmy terdengar dari belakang.
Diego menoleh cepat, rahangnya mengeras karena merasa terganggu. Tapi Elise justru menarik napas lega, dadanya naik-turun.
“Ck,” decak Diego kesal dan perlahan menjauh.
Jimmy menatap aneh ke arah bosnya yang tampak murung secara tiba-tiba. Sejak kapan Diego Frederick, si mafia dingin yang tak pernah menunjukkan emosi, bisa terlihat kecewa hanya karena meninggalkan seorang tukang bersih-bersih bertompel?
“Kita pergi sekarang,” ujar Diego dingin. Namun sebelum benar-benar berbalik, matanya menatap Elise sekali lagi. “Urusan kita belum selesai, Nona.”
Kata-kata itu membuat Elise menegang kembali. Ia menunduk cepat, tak berani menatap balik.
Begitu Diego dan Jimmy menghilang di ujung lorong, Elise akhirnya mengembuskan napas panjang.
“Akhirnya. Aku terbebas dari pria itu,” gumamnya pelan.
Elise melanjutkan langkah menuju ruang rawat Alex, berusaha melupakan pertemuan singkat yang entah kenapa membuat jantungnya berdetak begitu cepat.
Di dalam ruang rawat, Alex masih terbaring lemah. Elise duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan kecil Alex dan mengecupnya lembut.
“Maafkan mama, Sayang,” bisiknya lirih. “Mama belum bisa menjadi mama yang baik. Tapi mama janji, setelah ini, mama tidak akan membiarkanmu sakit lagi. Jadi, cepatlah sembuh.”
Air mata menetes perlahan di pipinya. Namun sebelum ia sempat menyekanya, Alex bergumam pelan dalam tidurnya.
“Papa…”
Elise sontak menegakkan tubuhnya. “Papa?” ulangnya dengan serak.
Dada Elise terasa sesak. Alex tidak pernah memanggil sosok itu sebelumnya. Selama enam tahun, anak itu tidak pernah bertanya siapa ayahnya dan dimana dia.
Kini, mendengar kata itu keluar dari mulut Alex membuat Elise bingung sekaligus takut.
“Kamu pasti rindu papa. Tapi maaf, mama tidak bisa membawamu bertemu dengannya. Mama tidak tahu siapa dia. Lagipula, bukankah mama saja sudah cukup?”
Tak lama, Alex membuka matanya perlahan. Tatapannya yang bening menatap Elise lembut.
“Mama?”
“Ya, Mama di sini, Sayang.” Elise tersenyum hangat, lalu mencium kening putranya.
Alex menatap wajah ibunya dengan sendu. “Mama sudah makan?” tanyanya serius.
Elise memutar bola mata mendengar pertanyaan putranya itu.
“Kamu ini, yang sakit siapa, yang ditanya malah mama?”
“Kalau Mama nggak makan, Mama bisa sakit. Kalau Mama sakit, siapa yang akan menjagaku?” Alex tersenyum kecil, senyum yang tak sampai ke matanya.
Elis terdiam. Bocah enam tahun itu memang luar biasa pintar. Terlalu pintar bahkan, untuk usianya.
“Aku merasa bodoh di depan putraku sendiri,” rutuk Elise dalam hati.
Meski lahir dari keluarga bangsawan, Elise dulu tidak secerdas Alex. Bahkan Elise terkenal amat sangat nakal. Dia sering membolos waktu itu.
Jadi, bisa dipastikan kecerdasan yang Alex miliki 80 persen gen dari ayahnya, dan sisanya adalah dirinya.
***
Alana yang sedang menulis sesuatu di mejanya, langsung mendongak begitu melihat sepupunya datang.
“Tumben datang? Ada apa?” tanyanya heran.
Diego duduk tanpa dipersilakan, lalu menyandarkan punggung ke kursi dengan angkuh.
“Aku ingin menanyakan sesuatu,” ujarnya datar. “Tentang alergiku.”
“Alergimu? Maksudmu alergi yang selama ini muncul kalau kau bersentuhan dengan orang lain?” tanya Alana.
Diego mengangguk singkat. “Ya. Tapi, kali ini tidak terjadi apa-apa.”
“Serius? Kau bersentuhan dengan seseorang dan tidak kambuh sama sekali?” tanya Alana lagi penasaran.
“Ya.” Jawabannya singkat.
Alana terlihat begitu senang mendengarnya. “Diego, itu kabar bagus! Artinya kau mungkin sudah menemukan penawarnya. Siapa dia? Perempuan atau laki-laki? Akhirnya tubuhmu bereaksi normal pada orang yang tepat.”
Dalam hati, mafia dingin itu hampir mencaci dirinya sendiri. Karena faktanya, perempuan yang disentuhnya itu bukanlah siapa-siapa.
Melainkan seorang tukang bersih-bersih dengan dandanan aneh dan tompel mencolok di pipi.
Kenapa harus dia?
Sementara itu, di belakang Diego, Jimmy menahan tawa sekuat tenaga. Ia tahu betul siapa penawar yang mereka bicarakan.
Namun, senyum tipis yang sempat lolos dari bibir Jimmy ternyata tidak luput dari penglihatan Diego. Tatapan pria itu langsung berubah tajam, seperti pisau yang siap menebas.
“Mampus! Apa dia sadar aku sedang menertawakannya?” batin Jimmy. Ia langsung membeku di tempat.
Jimmy tahu persis, satu kata keluar dari bibirnya, nyawanya langsung melayang.
Alana menatap keduanya begantian. “Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba diam, Diego?”
“Tidak ada apa-apa,” jawab Diego cepat, lalu menegakkan tubuhnya. “Periksa sekarang! Aku ingin memastikan ini tidak akan kambuh lagi.”
Alana mengangguk. Lalu, memakai sarung tangannya, kemudian mulai memeriksa Diego. Tidak ada bintik merah atau ruam.
“Semua normal,” ucap Alana. “Aku pikir, sebaiknya kau berterima kasih pada wanita itu.”
“Bagaimana kau tahu kalau dia wanita?” Diego menautkan alisnya.
“Apa itu penting untuk aku jawab? Setelah ini, berikan dia bunga atau cincin.” ejek Alana, seolah menyarankan sepupunya untuk menikahi wanita itu sebagai ucapan terima kasih seperti dalam adegan film. Karena hanya dia yang berhasil menyentuhnya.
“Konyol sekali!” omel Diego.
Jimmy hampir meledak menahan tawa. Tatapan Diego langsung menusuk tajam ke arahnya.
“Jangan sampai kau buka mulutmu soal wanita itu, atau kubenamkan kau di Sungai Milan malam ini.” ancamnya dalam hati.
Jimmy yang seolah tahu pun, langsung menunduk dan menutup rapat mulutnya.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..