NovelToon NovelToon
Pernikahan (Bukan) Impian

Pernikahan (Bukan) Impian

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hana Ame

Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gamang di hati Alina

Sore itu, langit jingga dengan semburat warna emas yang menyapu cakrawala. Cahaya matahari yang meredup jatuh lembut ke dalam ruangan tempat Alina duduk, menciptakan bayangan panjang di lantai yang dingin. Di luar, ranting-ranting pohon bergoyang perlahan diterpa angin senja, seperti menari dengan keheningan yang menggantung di udara.

Alina menyandarkan kepalanya ke jendela, menatap langit yang perlahan berubah warna. Hatinya seolah terombang-ambing dalam kebisuan, seperti burung yang ragu apakah harus pulang ke sarangnya atau terus terbang menjauh. Ia merindukan Roy—terlalu dalam untuk diakui, terlalu menyakitkan untuk diungkapkan.

Sekian lama ia menahan diri, menghindari sosok yang dulu membuat dunianya terasa lebih hangat. Ia pikir, dengan menjauh, ia bisa menenangkan hatinya, bisa melupakan keraguan yang selama ini menghantuinya. Tapi nyatanya, semakin ia menolak, semakin rindunya tumbuh, menjalar diam-diam seperti akar yang mencari tempat bertaut.

Ia menghela napas, menutup matanya sejenak. Mungkin ini hanya sore biasa, seperti sore-sore sebelumnya. Mungkin rindu ini hanya perlu dibiarkan menguap bersama senja.

Namun, ia tak menyadari—takdir telah mengatur sesuatu yang berbeda. Dalam hitungan waktu yang tak lama lagi, ia akan bertemu dengan seseorang yang namanya terus berbisik di sudut hatinya. Roy. Tanpa ia sadari, langkah-langkah yang selama ini ia hindari justru tengah mendekat ke arahnya.

Sadar melamun terlalu lama, Alina kemudian sibuk membenahi barang yang akan ia tinggalkan. Ia melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. 'Sudah waktunya pulang' bisiknya. Ia pun keluar ruangan, dan berbelok melangkah menuju lorong swalayan bagian depan. Saat ia mendongak, jantungnya berdegup lebih cepat. Roy. Bersama tiga anaknya. Seketika, ia merasa seluruh udara di sekitarnya menipis. Namun, dengan cepat, ia mengendalikan ekspresinya, tetap menjaga sikap profesional.

Alina kemudian tersenyum tipis, berusaha tetap tenang, "Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"

Roy kemudian menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak, "Pak? Sejak kapan aku jadi sekaku itu buat kamu, Alina?"

Alina melirik sekilas ke tiga anak Roy yang berdiri di sampingnya. Mereka menyodorkan tangan, memperkenalkan diri dengan sopan. Alina membalas jabatan tangan mereka dengan senyum singkat, lalu kembali fokus pada Roy.

Alina menjawab dengan nada datar, "Saya sedang bekerja, Roy." Helaan nafasnya terasa berat.

Roy ikut menghela napas, menatapnya lebih dalam, "Aku tahu. Tapi kita perlu bicara."

Alina tetap menjaga jarak, "Kalau ini bukan tentang belanja, lebih baik dibicarakan di lain waktu."

Roy tersenyum miring, sedikit kesal, "Di lain waktu? Yang entah kapan? Kalau aku nggak muncul di sini, kamu bakal terus menghindar, kan?"

Alina terdiam. Ia menggenggam jemari tangannya sendiri, mencoba tetap tenang. Tas kerjanya sudah ia cangklong di lengan.

Roy kemudian bicara dengan suara lebih lembut, dan penuh ketulusan, "Aku nggak mau berdebat di sini. Aku cuma minta sedikit waktu. Kita bisa bicara sebentar aja, nggak perlu lama."

Alina sudah membuka mulutnya untuk menolak, tapi ia bisa merasakan tatapan Roy yang dalam dan serius. Di belakang Roy, anak-anaknya diam, hanya mengamati. Suasana ini membuatnya semakin sulit untuk berkata tidak.

Roy menarik napas panjang, lalu tersenyum kecil, berusaha meredakan ketegangan.

Roy pun mengubah pendekatan, suaranya lebih ringan, "Oke, kalau bicara berdua terlalu berat buat kamu… Gimana kalau kita makan malam bareng? Aku, kamu, dan anak-anak."

Alina menatapnya dengan kaget.

Alina: "Makan malam?"

Roy mengangguk mantap, "Ya. Aku cuma mau kamu kenal anak-anakku lebih baik. Anggap aja ini bukan pertemuan serius. Cuma makan malam santai."

Alina menelan ludah. Ia tahu ini bukan sekadar ajakan makan malam biasa. Ini adalah celah yang selama ini ia hindari. Tapi melihat Roy yang tak bergeming, dan anak-anaknya yang tetap diam tanpa mendesaknya, entah kenapa pertahanannya mulai goyah.

Ia menghela napas panjang, sebelum akhirnya mengangguk pelan.

Alina berbisik dengan suara pelan, nyaris ragu, "Baiklah. Tapi cuma makan malam. Tidak ada pembicaraan berat."

Roy tersenyum lega, seperti baru saja memenangkan sesuatu yang penting.

Roy: "Setuju. Cuma makan malam."

Alina menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangan. Ia tahu, ini mungkin bukan sekadar makan malam biasa. Dan ia belum tahu apakah keputusannya ini adalah awal dari sesuatu yang indah… atau justru semakin rumit.

1
Queen's
hii, ijin promosi ya kak,

cek profil aku ada cerita terbaru judulnya

THE EVIL TWINS

atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.

terima kasih
Mít ướt
Jleb banget ceritanya!
Kavaurei
Nangkring terus
BillyBlizz
Aduh thor, saya udah kecanduan dengan ceritanya, makin cepat update-nya ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!