NovelToon NovelToon
Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Romansa Fantasi / Cinta Paksa / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Bercocok tanam
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: d06

Prolog

Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.

Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 25 rasa khawatir

Eleanor terbangun ketika cahaya samar menerobos masuk melalui celah di dinding kabin. Kapal masih bergoyang, tetapi jauh lebih stabil dibanding semalam. Suara gemuruh badai telah menghilang, menyisakan deburan ombak yang lebih tenang.

Ia duduk sejenak, meresapi kesunyian pagi sebelum akhirnya bangkit dan berjalan keluar. Begitu membuka pintu, udara asin laut langsung menyergapnya, membawa serta sisa-sisa dingin dari badai semalam.

Di atas dek, para awak kapal mulai bergerak, membereskan tali-tali yang berantakan dan mengeringkan bagian kapal yang masih basah. Eleanor mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang sejak tadi ada di pikirannya—Cedric.

Tak butuh waktu lama untuk menemukannya. Cedric berdiri di tepi kapal, masih mengenakan pakaian yang basah, rambutnya berantakan, dan ekspresi wajahnya tampak letih.

Eleanor berjalan mendekat. "Kau belum mengganti pakaianmu?" tanyanya.

Cedric menoleh sekilas, lalu kembali memandang lautan. "Belum," jawabnya singkat.

Eleanor mengerutkan kening. "Apa kau tidak tidur semalaman?"

Cedric hanya menghela napas pelan sebelum menjawab, "Seseorang harus tetap berjaga."

Eleanor memperhatikan wajahnya yang dipenuhi kelelahan, namun pria itu tetap berdiri tegap seperti biasa, seakan-akan keletihan tidak ada artinya.

Luthair tiba-tiba muncul dari arah belakang dengan senyum khasnya. "Sungguh malam yang panjang. Aku lebih memilih bertarung di medan perang daripada menghadapi badai seperti itu lagi," katanya, meregangkan tubuhnya yang kaku.

Eleanor hanya tersenyum tipis mendengar keluhan pria itu, sementara Cedric mendengus pelan tanpa mengomentari ucapan sahabatnya.

Tak lama, Brian mendekat dan memberi hormat singkat. "Semuanya sudah mulai kembali normal. Para awak sedang membereskan dek dan memastikan kapal tetap dalam kondisi baik."

Cedric mengangguk. "Baik. Pastikan mereka beristirahat setelah pekerjaan mereka selesai."

Brian menunduk hormat sebelum pergi, meninggalkan Eleanor dan Cedric kembali dalam keheningan.

Eleanor menatap Cedric sejenak sebelum berkata, "Kau sebaiknya berganti pakaian dan beristirahat sedikit. Kau tidak bisa terus seperti ini."

Cedric menoleh padanya, matanya meneliti wajah Eleanor beberapa detik sebelum akhirnya berbalik tanpa sepatah kata pun. Eleanor hanya menghela napas.

Mereka telah selamat dari badai, tetapi perjalanan ini masih jauh dari selesai.

Eleanor masih menatap punggung Cedric yang menjauh, ekspresinya sedikit mengeras. Rasa khawatir yang sebelumnya ia coba abaikan kini mulai mengganggu pikirannya. Cedric memang tampak kuat, tetapi tetap saja, manusia bukanlah makhluk yang tak terkalahkan.

Luthair yang berdiri di sampingnya melirik ekspresi Eleanor dan menyeringai kecil. "Tidak usah khawatir," katanya santai, menyilangkan tangan di dada. "Cedric sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Bahkan, dia pernah berlayar di tengah musim dingin yang lebih buruk dari ini, dan dia tidak pernah sekalipun jatuh sakit."

Eleanor menoleh ke arahnya, mencoba mencari kebenaran dalam kata-katanya. Luthair masih tersenyum, seakan badai semalam hanya angin sepoi-sepoi baginya.

"Dia itu seperti batu," lanjut Luthair. "Keras kepala dan tidak mudah goyah. Kau tidak perlu membuang waktumu untuk mencemaskan seseorang yang bahkan tidak tahu cara merawat dirinya sendiri."

Eleanor mendesah pelan. "Justru karena dia tidak tahu cara merawat dirinya sendiri, seseorang harus melakukannya."

Luthair mengangkat alis, tampak terkejut sebelum akhirnya tertawa kecil. "Kau mulai terdengar seperti Brian sekarang."

Eleanor hanya menatapnya sekilas sebelum kembali mengarahkan pandangannya ke laut lepas. Entah kenapa, meskipun Luthair berusaha meyakinkannya, rasa khawatir itu tetap tidak sepenuhnya hilang.

...🌷🌷🌷...

Setelah menyuruh Cedric berganti pakaian, Eleanor menyadari bahwa pria itu tidak keluar dari kamarnya hingga malam tiba. Awalnya, ia berpikir mungkin Cedric kelelahan setelah badai semalam, jadi ia tidak terlalu memikirkan hal itu.

Saat sarapan dan makan malam, Cedric tetap tidak menampakkan dirinya. Eleanor akhirnya menikmati waktu makannya bersama Lord Alistair, Reynard, Luthair, dan Brian saja. Meskipun suasana cukup hangat dengan obrolan mereka, ada sedikit kegelisahan yang mengganggu pikirannya.

Malam semakin larut, dan kapal terasa lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Setelah beristirahat sejenak, Eleanor merasa haus dan memutuskan untuk mengambil air di dapur.

Saat kembali ke kamarnya, langkahnya terhenti ketika melihat pintu kamar Cedric yang sedikit terbuka. Cahaya lentera masih menyala di dalamnya, menandakan bahwa penghuninya belum tidur.

Rasa penasaran menyelinap dalam benaknya. Bukankah Cedric seharusnya beristirahat? Kenapa dia masih terjaga?

Tanpa berpikir panjang, Eleanor melangkah mendekat, mengintip ke dalam melalui celah pintu yang terbuka.

Saat Eleanor mengintip ke dalam, ia melihat Cedric tertidur dalam posisi duduk, bersandar pada sandaran kayu tempat tidurnya. Napasnya terdengar berat, dan meski cahaya lentera redup, Eleanor bisa melihat wajahnya yang tampak lebih pucat dari biasanya.

Tanpa berpikir panjang, Eleanor melangkah masuk dengan hati-hati. Awalnya, ia hanya berniat membenarkan posisi tidur Cedric agar lebih nyaman, tetapi begitu tangannya menyentuh pergelangan tangan pria itu, ia langsung tersentak.

"Panas sekali..." gumamnya, alisnya berkerut dalam kekhawatiran.

Eleanor segera menepuk pelan pipi Cedric, berusaha membangunkannya. "Cedric, kau tidak apa-apa? Katakan sesuatu," suaranya terdengar cemas.

Cedric mengerjap perlahan, matanya yang merah dan sedikit berair menatapnya dengan tatapan kabur. Ia tampak kesulitan untuk tetap sadar.

"Kau demam," ujar Eleanor tegas. "Apa kau sudah makan?"

Cedric menggeleng lemah tanpa berkata apa-apa.

Astaga… kenapa dia tidak memanggil siapa pun? Eleanor menghela napas frustrasi, lalu dengan hati-hati membantu Cedric berbaring dengan benar. Ia menarik selimut dan menutupinya hingga sebatas dada.

"Kau benar-benar keras kepala," gumamnya sambil menatap Cedric yang masih tampak lemah.

Eleanor lalu bergegas ke dapur dan menyiapkan secangkir teh hangat. Tak butuh waktu lama baginya untuk kembali ke kamar Cedric. Ia duduk di tepi tempat tidur, lalu menyodorkan cangkir itu ke tangan Cedric.

"Minum dulu, ini akan membuatmu sedikit lebih baik."

Cedric menerima cangkir itu dengan gerakan lambat. Ia menyesapnya sedikit sebelum menutup matanya kembali, menikmati sedikit kehangatan yang menjalar di tubuhnya.

Eleanor memperhatikannya sejenak sebelum bergumam pelan, "Kau seharusnya tidak memaksakan diri seperti ini, Cedric."

Cedric tidak menjawab, tapi dari cara ia menyesap tehnya perlahan, Eleanor tahu pria itu mendengarnya.

1
Khanza Safira
Hai Aku mampir
dea febriani: hai, terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini❤️
total 1 replies
masria hanum
kak ini ceritanya bagus banget lho, cerita yang lain2 juga bagus2 semoga viewers nya makin banyak ya...

suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
dea febriani: MasyaAllah Tabarakallah, terima kasih banyak! Komentar kamu benar-benar bikin aku semangat. Semoga kamu juga selalu diberkahi dan tetap menikmati ceritaku! 💖
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
eleanor rubahlah dirimu jgn krn cinta kau lemah, tingglkan yg tak menginginkanmu dan buatlah benteng yg kuat untuk dirimu.
lanjut up lagi thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!