Karena pengkhianatan yang dilakukan oleh kekasihnya, Bumi terlempar ke dunia penyihir, tempat dimana kekuatan sangat di perlukan untuk bertahan hidup.
Bumi diangkat menjadi anak seorang penyihir wanita paling berbakat era itu. Hidupnya mulai mengalami perubahan, berpetualang menantang maut dan berperang.
Meski semuanya tak lagi sama, Bumi masih menyimpan nama kekasihnya dalam hatinya, dia bertekad suatu hari nanti akan kembali dan meminta penjelasan.
Namun, gejolak besar yang terjadi di dunia penyihir membuat semuanya menjadi rumit. Masih banyak rahasia yang di simpan rapat, kabut misteri yang menyelimuti Bumi enggan menghilang. Lantas saat semuanya benar-benar tidak terkendali, masih adakah setitik harapan yang bisa diraih?
*
cerita ini murni ide author, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat itu hanyalah fiktif belaka.
ig: @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Hari kedua di akademi langit hitam lumayan cerah karena masih awal masih musim dingin. Di halaman, salju-salju tadi malam masih meninggalkan gumpalan putih, memenuhi hampir seluruh tanah. Tumpukan salju hari ini lebih tinggi daripada kemarin.
Bumi memakai jubah hangatnya, mengambil roti tawar diatas kepala tempat tidur dan memakannya dalam satu suapan besar. Setelah itu dia segera keluar, dia tidak bisa tidak menatap heran wanita yang berdiri di depan pintu seakan sedang menunggunya.
Merasa tidak ada membuat janji, Bumi melewati orang itu begitu saja. Hingga orang itu mengejarnya dan berjalan di sebelahnya.
"Aku menunggumu sejak tadi,"katanya,
Bumi ingat gadis ini adalah putri angin, Raina, salah satu orang yang datang menengahi perseteruannya tempo hari.
"Ada apa?"Tanya Bumi. Dia sudah menduga gadis bermata ungu ini juga murid Akademi langit Hitam, dia hanya tidak berharap akan bertemu dengannya secepat ini.
"Ujian hari ini adalah ujian tulisan, ada banyak soal dan harus menyelesaikannya sebelum tengah hari. Kau harus menjawab semuanya dengan benar,"kata Raina berjalan mengikuti Bumi menyusuri lorong asrama yang panjang.
"Kalau salah?"Tanya Bumi, kepalanya mendadak pusing, jika harus menjawab benar semua soal, Bumi tidak yakin bisa melakukannya. Dia hanya orang baru disini, membaca buku secara sekilas dan bahkan dia terlalu ingat dengan sisi buku yang sudah dia baca.
"Akan sulit lolos untuk ujian ketiga."
Bumi mengangguk saja, kalau tidak bisa lolos palingan Analika akan mengirimnya bertemu malaikat kematian.
"Tidak perlu khawatir. Masih ada satu jam lagi sebelum ujian di mulai, aku membawakan ringkasan catatan yang akan membantumu. Baca saja, kau akan langsung mengingatnya." Raina memegang kening Bumi, dia secara spontan hendak mundur, Raina dengan cepat menahannya lalu berbisik, "diam saja. Aku tidak memberikan catatan pada sembarangan orang."
Raina menarik kembali tangannya, saat itu juga berbagai macam soal berserta pertanyaan muncul di depannya-mengambang dengan cara yang aneh. Bumi dengan cepat membacanya dan menyimpan dalam pikirannya.
"Terimakasih,"kata Bumi tulus.
"Semoga berhasil. Sampai jumpa,"ucap Raina segera menghilang dari depan pria itu.
Bumi berjanji dalam hatinya suatu hari nanti akan membalas kebaikan Raina hari ini.
Bumi segera pergi ke gedung ujian, hampir seluruh kursi terisi. Dia dengan cepat berjalan ke barisan paling paling belakang yang masih kosong.
Tidak lama kemudian ujian di mulai, para guru penguji mulai membagikan tablet yang berisi soal-soal yang harus dikerjakan. Di langit-langit ruangan banyak monster kelelawar terbang, monster ini dapat merekam apapun, digunakan untuk mencegah adanya kecurangan dalam ujian.
Bumi tidak bisa tidak terkejut, soal yang dia dapat secara keseluruhan hampir memiliki jawaban dalam catatan yang tadi diberikan Raina. Selagi masih mengingatnya, Bumi segera mengisi jawaban pada soal-soal.
Ujian kedua selesai ketika matahari mencapai titik tertinggi, kepala akademi memasuki ruangan ujian dengan para asistennya.
"Ujian ketiga akan berlangsung selama lima hari berturut-turut di lembah es pegunungan Kuantum. Semua orang yang lolos pada ujian ketiga akan membentuk kelompok sebanyak lima orang, kalian harus memasuki lembah es dan berburu monster tikus disana. Setiap kelompok harus mendapatkan seratus permata tikus agar bisa menjadi murid Akademi langit Hitam." Kata kepala akademi, suaranya lantang dan meresap ke dalam setiap sanubari orang-orang dalam ruangan itu.
Dia memberi isyarat pada salah satu guru untuk segera membacakan nama-nama orang yang lolos ke ujian ketiga sekaligus membagi kelompok.
Hari ini nama Bumi di panggil lumayan cepat. Hanya saja kali ini dia tidak satu kelompok dengan Zavion, pria ramah itu masuk ke dalam kelompok berbeda yang nampaknya cukup unggul.
"Saya Ivander ketua kelompok, ada yang keberatan?"Tanya Seorang pria tinggi kurus, dia memiliki tatapan tajam yang menenangkan, dia dari klan Aureus.
" Tentu saja kau sangat pantas menjadi ketua kelompok kita,"kata Trixy mengering sinis pada Bumi.
Bumi mengangkat sebelah alisnya, apa perempuan ini masih dendam? Bumi menggeleng, tidak mau ambil pusing. Ia juga tidak tertarik untuk menjadi ketua kelompok.
Dua lainnya adalah Alpha dan serena dari klan Ater, mereka juga mengangguk setuju, kemudian tidak mengatakan apa-apa.
" Baiklah, karena semuanya setuju, kita akan segera berangkat. Saya harap kita bisa mencapai lembah sebelum matahari terbenam."kata Ivander.
Kemudian kelima orang itu segera memakai gelang pelacak yang diberikan pihak akademi, lalu segera pergi kearah barat dimana tersebut jembatan gantung menuju tebing yang menjadi jalan satu-satunya ke lembah es.
Di depan mereka sudah banyak kelompok lain, berjalan sambil berdiskusi.
Bumi mengamati ke bawah jembatan yang di selimuti kabut hitam, disini tempatnya suram dan misterius, ia ingin tahu apa yang di sembunyikan dalam kabut hitam itu.
"Hati-hati, jangan terlalu fokus menatap kebawah, kabut itu bisa memberikan ilusi."kata Ivander mengingatkan, dia sudah berjalan di sebelah kanan Bumi.
" Apa sebenarnya yang ada dalam kabut itu?"Tanya Bumi.
Ivander menyimpan tangannya ke belakang punggungnya, bibirnya berkedut saat menjawab, "Kabut itu adalah dosa masa lalu,"
Dahi Bumi mengernyit, dosa masa lalu siapa? Saat ingin bertanya Ivander sudah berpindah ke sisi Serena yang terkena gangguan ilusi.
"Kalau kau penasaran apa yang ada dalam kabut itu loncat saja,"celetuk Trixy.
"Kau masih membenciku, Trixy?"Bumi terkekeh ringan mendengar cara bicaranya yang ketus.
"Aku membenci orang yang sudah menyakiti kakak keduaku,"Dengus Trixy, ada api samar yang berkilauan di matanya.
"Jangan terlalu cepat marah, kau harus belajar mengendalikannya. Aku bisa membantumu, kau tertarik?"Tanya Bumi menaik turunkan alisnya.
"Ku bunuh kau!" Bentak Trixy, dengan kecepatan kilat dia mendorong Bumi ke dalam gumpalan kabut hitam tebal, dia akan memastikan bumi jatuh ke bawah jembatan itu.
Bumi bereaksi dengan cepat, dia menangkap tangan Trixy yang mendorongnya keras dan menggenggamnya erat hingga gadis itu dapat merasakan sel-sel darahnya menjadi dingin.
Apa ini kekuatan tidak terduga sihir Caeruleus? Batin Trixy menatap Bumi tanpa berkedip, keduanya berada di pinggir jembatan, Bumi mengeluarkan sihir biru semi abadi dari punggungnya, menahannya agar tidak jatuh.
"Apa yang kalian lakukan?!"Teriak Ivander kaget, dia dan Alpha menarik kedua orang yang hampir terjatuh itu.
" Aku hanya membantu Trixy menguji sihirnya,"kata Bumi santai.
Tangan Trixy mengepal kuat, dalam hati menggerutu dan berjanji akan membuat perhitungan dengan Bumi.
"Kita harus berjalan cepat, jangan main-main lagi."Tegas Ivander.
Lalu kelompok itu berjalan lebih cepat, Trixy masih melirik Bumi sesekali. Dia juga sedang merencanakan strategi pembalasan agar Bumi tidak lagi meremehkan nya