Gadis muda, bernama[Resa anggraini], yang haus kasih sayang dan perhatian,pertemuan dia dengan seseorang yang bernama [Hari ramadhan],berusia 32 tahun mempersatukan dua insan itu dalam sebuah ikatan di usianya yang masih 18 tahun.Konflik muncul ketika [Resa] berusaha menemukan kebahagiaan dan kasih sayang dalam pernikahan tersebut,berawal dari perkataan frontal gadis itu membawanya pada takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babb 26 salah paham berujung tunangan
Resa terkejut ketika ada tamu yang datang ke rumahnya.tamu tersebut, tersenyum dan mengangguk saat melihat kedatangan Komala,"Malam, Bu!" sapanya.
Komala menatap heran pada Resa, lalu berjalan untuk menemui Hari. Hari bangkit dari tempat duduknya dan mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Komala.
Setelah berbincang-bincang, Resa datang dengan membawa segelas kopi dan cemilan. "Silakan diminum," ucapnya setelah meletakkan kopi di atas meja.
Hari menatap Resa yang menunduk malu. "Iya, terima kasih, Ai," jawabnya.
Kemudian, Komala pamit untuk meninggalkan mereka berdua. "Silakan mengobrol dulu. Ibu tinggal ke belakang sebentar," katanya.
Setelah Komala pergi, Nurdin, ayahnya Resa, datang dan bertanya, "Loh, ada tamu?"
Hari memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa ia adalah sepupu dari Bu Amelia, tempat Resa bekerja. Nurdin terkejut dan bertanya, "Oh, ada apa ini? Gak biasanya Resa di datengin sampai ke rumah?"
Hari menjelaskan bahwa ia hanya ingin bersilaturahmi dan mengenal keluarga Resa. Nurdin kemudian pamit untuk meninggalkan mereka karena ada kajian di masjid.
Setelah satu jam berlalu, Hari berpamitan untuk pulang. Resa mengantarnya sampai ke teras. "Aku pulang, Ai. Jangan kangen, ya!" katanya.
Resa hanya tersenyum malu tanpa menanggapi sepatah kata pun. Hari kemudian menjalankan motor sportnya dan berpamitan kepada Resa.
Kemudian, Hari menyampaikan maksudnya untuk melamar Resa kepada ibunya. Ibu Hari merasa gembira dan mendukung keinginan anaknya.
Setelah beberapa hari berlalu, Hari mengirim kabar lewat chat bahwa ia akan membawa orang tuanya dan keluarganya untuk mengunjungi Resa. Resa terperanjat dan bangun dari tempat tidurnya, merasa bingung dan kaget.
Resa kemudian berpikir keras tentang apa yang terjadi. Ia merasa kalut dan tidak tahu harus berbuat apa selain pasrah.
Keesokan harinya, Resa memberanikan diri untuk bertanya kepada ibunya tentang maksud Hari. Komala menjelaskan bahwa Hari ingin melamar Resa.
Resa merasa terkejut dan tidak percaya. Ia merasa bahwa ia tidak siap untuk menikah dan masih ingin menikmati masa mudanya.
Komala kemudian menasihati Resa untuk menerima keputusan yang telah diambil oleh Hari dan keluarganya. Resa merasa sedih dan kecewa, namun ia tidak bisa menolak keputusan tersebut.
Seperti mimpi, tidak ada ikatan namun aku di lamar orang." Batin Resa yang sedang kelimpungan karena kecerobohan dirinya hingga bisa berada di situasi saat ini.
Setelah mondar-mandir tak karuan juga tak mendapatkan solusi, akhirnya Resa memutuskan untuk pergi menemui kakaknya, Rima. Setelah tiba di rumah Rima, Resa bercerita tentang kegundahan yang sedang dialaminya.
"Huuaaa... Teteh tolongin atuh. Aku harus gimana ini? Mana waktunya udah mepet banget lagi," keluh Resa dengan ekspresi sedihnya sambil menghentakkan kakinya.
"Apaan si Res, datang-datang bukannya ucap salam malah tantrum tak karuan," ledak Rima pada adiknya.
"Serius ih teh... Aku harus gimana?" tanya Resa.
"Gimana apanya! Cerita aja belum udah nanya gimana," jawab Rima.
"Itu loh. Tiba-tiba aku dilamar orang, mana aku udah iya-in lagi saat dia bilang mau kerumah. Aku kira cuman mau silaturahmi aja gitu. Tapi setelah denger obrolan Mamah sama Bapak, ko, menjurus ke lamaran," jelas Resa.
"Hah, lamaran?" tanya Rima dengan ekspresi kagetnya.
"Secepat itu kah jodohmu, Res?" tanya Rima lagi, yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Resa.
"Terus gimana ceritanya tuh sama si Vian, baru juga mau bilang kalau dia suka sama kamu, Res, udah patah hati aja dia," kata Rima.
"Maksud teteh? Vian yang depan rumah itu?" tanya Resa sambil menunjuk depan rumah kakaknya.
"Iya, kemarin Nisa cerita kalau adiknya suka sama kamu dan pesan sama teteh supaya di sampaikan sama kamu," jelas Rima.
Setelah berbincang-bincang, Resa memutuskan untuk menerima lamaran dari Hari. Namun, Resa masih merasa ragu dan tidak yakin tentang keputusannya.
Pada malam hari, keluarga Hari datang ke rumah Resa untuk melamar. Resa merasa sangat gugup dan tidak yakin tentang apa yang harus dilakukan.
Setelah berbincang-bincang, ayah Resa, Pak Nurdin, bertanya kepada Resa tentang keputusannya.
"Bagaimana, Resa, nak Hari berniat menghitbahmu... Sebagaimana Bapak tahu, kamu belum terikat atau dalam khitbahan siapapun," tanya Pak Nurdin.
Resa merasa sangat gugup dan tidak yakin tentang apa yang harus dilakukan. Namun, setelah berpikir sejenak, Resa memutuskan untuk menerima lamaran dari Hari.
"Iya, Bapak... Saya menerima lamaran dari Hari," jawab Resa dengan suara yang sangat pelan.
Setelah Resa menerima lamaran, keluarga Hari sangat gembira dan berterima kasih kepada Resa dan keluarganya.
Pada akhirnya, Resa dan Hari resmi menjadi pasangan yang telah melaksanakan khitbah. Mereka berdua sangat gembira dan berharap dapat menjalani hidup bersama dengan bahagia.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Malam pun semakin larut, tapi Resa masih berkutat dengan pekerjaan rumahnya. Setelah satu jam berlalu, ia baru pergi membersihkan tubuhnya yang terasa letih. Alih-alih tidur nyenyak, Resa masih terjaga dengan pikiran yang berkecamuk, membuat waktu istirahatnya terganggu.
"Ya Allah, apa keputusan ku menerima lamaran om Hari sudah benar, ya? Ko, rasanya masih tak karuan gini! Aku masih menaruh harapan pada seseorang, yang jauh di sana.tapi aku juga gak bisa menunggunya tanpa ada kepastian yang jelas" bisik Resa dalam hatinya
"Maaf, A Iki, aku tak bisa menunggumu lebih lama lagi. Dari sekian banyaknya laki-laki yang mendekati, hanya pada om Hari lah aku merasa aman dan nyaman yang tak bisa aku rasakan di rumah ini."
Setelah berpikir sejenak, Resa akhirnya tertidur. Saat pagi tiba, Resa terbangun dan melakukan aktivitas seperti biasanya. Namun, ia dikagetkan dengan kedatangan Hari yang tiba-tiba sudah berada di halaman rumahnya.
Hari mengucapkan salam setelah memarkirkan motor nya dan menghampiri Resa yang kebetulan baru keluar rumah sambil menenteng sapu di tangannya. "Assalamu'alaikum, Ai..." "Wa-waalaikumusalam, A..." jawab Resa gugup. "Ngapain pagi-pagi udah kesini?" tanya Resa sambil menengok jam yang berada di dalam rumahnya.
"Ya, jemput kamu, atuh, Aini... Ngapain lagi!" jawab Hari heran dengan pertanyaan gadis di depannya.
"Hehehe... Resa tersenyum sambil mengusap tengkuk, merutuki kebodohannya. "Maksudnya, kenapa sepagi ini, A? Baru juga jam 7 pagi. Aku nya aja belum mandi, belum siap-siap," jelas Resa sambil mengamati sekitar, takut-takut ada yang melihat interaksinya. Padahal, memang di rumah sebelah, di balik jendela yang menghadapnya, seseorang sedang mengamati mereka berdua. Berbeda hal dengan Hari yang masih menatap sang pujaan dengan penuh damba.
"Ck... Ck... Romantis banget... Pake malu-malu lagi. Baru juga dipuji gitu, udah seneng aja dia. Liat aja nanti! Gak akan aku biarkan kamu lebih unggul dari diriku," batin seseorang yang sedang mengintip di balik jendela.
"Gak apa, Aini... Di mataku, kamu tetap cantik. Walaupun belum mandi sekalipun," goda Hari menyunggingkan senyumannya lebar. "idih... Gombal," balas Resa acuh, padahal hatinya sedang berbunga-bunga saat dipuji pria yang berada di hadapannya, hingga rona merah di pipinya tak bisa disembunyikan.
"Aku serius, Aini! Kamu memang cantik. Eh, iya, ini... Aku gak disuruh masuk, nih?"
"Ah... Iya, iya, maaf. Silakan masuk, A," ucap Resa sambil membuka lebar pintu rumahnya. "Siapa, Res? Ada tamu?" tanya Komala sedikit teriak karena samar-samar mendengar suara orang di luar.
"Mmm... Ini mah ada itu. Mau jemput kerja," jawab Resa sambil berjalan mendekati ibunya. "Oh... Tak kira siapa," ucap Komala.
"Ayo, Om... Duduk dulu. Aku mau siap-siap dulu, bentar," ajak Resa.
"Ai, kamu masih manggil aku Om sih?" tanya Hari pelan sambil mendudukkan bokongnya di atas kursi.
Resa tersenyum. "Hehehe, aku sudah terbiasa memanggil kamu Om, jadi aku sering lupa mengganti panggilan," ucapnya sambil membalikan badannya untuk pergi bersiap-siap.
Hari menyerukan, "Gak usah terburu-buru, Ai. Santai saja, aku tidak keberatan menunggu lebih lama." Namun, Resa tidak menghiraukan ucapan Hari.
Komala menyambung, "Silakan minum kopi dulu, sambil menunggu Resa siap." Sambil menyodorkan segelas kopi yang ia simpan di atas meja.
Hari menerima kopi tersebut dan mengucapkan, "Eh, iya, Bu. Terima kasih."