NovelToon NovelToon
Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Antromorphis

"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."


Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.


"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"

More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Purnama di Langit Jakarta

"Ada apa dik?" tanya Hamzah, suaranya penuh rasa ingin tahu. Ia duduk di tepi ranjang, mengamati ponselnya yang bergetar, menunggu jawaban dari Ririn, kekasihnya yang kini terpisahkan oleh jarak.

"Mmm, anu mas," jawab Ririn dengan nada ragu. Suara di ujung telepon itu terdengar samar, seolah ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Ini Mas Hamzah sekarang dimana?" sambung Ririn, berusaha mengalihkan perhatian dari ketegangan yang menggelayuti percakapan mereka.

"Ini mas ada di rumahnya Mbah Dul dik, seseorang yang mas temui di kereta," timpal Hamzah, sedikit merasa bangga bisa mengenal orang baru dalam perjalanan yang tak terduga itu.

"Yasudah kalau begitu mas." Ucap Ririn menutup obrolan dengan nada datar, seolah ada sesuatu yang tak ingin diungkapkan.

"Ada apa sebenarnya?" gumam Hamzah, merasakan gelisah yang mulai merayap dalam dadanya. Namun, belum sempat mendengar penjelasan dari Ririn, tiba-tiba panggilan mereka terputus. "Tuuut, tuut, tuut," suara panggilan terputus itu membuat jantung Hamzah berdegup kencang. Ia melihat layar ponselnya; "Sambungan terputus" tertulis jelas di sana.

Perasaan tidak enak menyelimuti Hamzah. Robi, teman sekamarnya yang duduk tak jauh darinya, melihat gelagat Hamzah yang gelisah. "Ada apa Zah?" tanya Robi menyelidik dengan nada prihatin.

"Tidak ada apa-apa Rob, cuma salah sambung," jawab Hamzah berusaha tenang meski hatinya bergejolak.

"Serius tidak ada apa-apa?" Robi bertanya lagi, matanya meneliti ekspresi Hamzah yang terlihat cemas.

Hamzah hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, menyimpan kegelisahan di dalam hati. Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Robi kembali larut dalam permainan di handphonenya, sementara Hamzah merasa tidak nyaman berada di dalam ruangan itu. Ia memutuskan untuk menjauh dari Robi agar tidak mengganggu konsentrasi temannya.

Dengan langkah pelan, Hamzah berjalan menuju jendela dan membukanya lebar-lebar. Udara malam Jakarta yang segar langsung menyapu wajahnya. Ia mengambil remote AC dan mematikannya; malam ini ia ingin merasakan kehangatan udara luar.

Menghisap rokoknya perlahan, Hamzah menatap keluar jendela kamar yang menghadap ke taman kecil di bawah. Dari gazebo taman itu, ia melihat Pak Supri dan salah satu satpam sedang mengobrol santai. Senyuman Pak Supri terlihat cerah meski malam mulai merangkak.

Pak Supri melihat ke arah Hamzah dan melambaikan tangan. Hamzah membalas lambaian itu dengan senyuman hangat sebelum kembali memalingkan pandangannya ke langit malam. Bulan bersinar terang, menciptakan bayangan indah di atas atap rumah-rumah sekitar.

Hamzah menutup matanya sejenak dan mengeluarkan asap rokok dari mulutnya. "Aahhhh... MasyaAllah," ucapnya dalam hati, "terimakasih atas nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku."

Namun, meski suasana tenang dan indah ini menyelimuti malamnya, bayangan Ririn dan percakapan mereka yang terputus terus menghantuinya. Apa sebenarnya yang terjadi? Mengapa Ririn tampak ragu? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar dalam pikirannya saat ia menikmati momen sepi ini.

Di tengah ketenangan malam Jakarta, Hamzah merasakan betapa hidup ini penuh dengan misteri—misteri yang kadang sulit untuk dipahami namun selalu menarik untuk dijelajahi lebih dalam.

Hamzah kembali menatap rembulan yang menggantung tinggi di langit malam, cahaya lembutnya seolah membelai wajahnya. Dalam kesunyian yang mengalun, ia melantunkan sajak indah dari mulutnya, suaranya lembut namun penuh makna.

Malam ini, pekat menjalar 

Keseluruh sudut kota.

Suara bising dari ibu kota pun

Ikut lenyap dibuatnya.

Kota yang biasanya riuh kini terbungkus dalam keheningan, hanya suara angin malam yang sesekali berbisik. Hamzah merasakan kedamaian yang jarang ia temui di tengah kesibukan sehari-hari. Ia melihat seorang anak kecil menangis di atas trotoar, wajahnya penuh harapan dan kepedihan. Di sudut lain, seekor kucing buta mengais-ngais bak sampah, mencari sisa-sisa makanan dengan penuh ketekunan.

Yang terlihat menjadi tak terlihat,

Yang tak terlihat semakin sekarat. 

Namun, tidak untuk sang rembulan.

Dengan ikhlas ia memancarkan sekerlap cahaya.

Cahaya rembulan menembus kegelapan, menerangi setiap sudut kota yang terlupakan. Hamzah merasa terhubung dengan dunia di sekelilingnya; daun-daun kering tampak jelas dalam sinar bulan, seolah mereka juga ingin berbagi cerita. Perlahan, suara bising mulai kembali berharmonika; anak kecil itu akhirnya bertemu dengan ibunya, pelukan hangat menghapus air mata yang mengalir. Kucing itu pun menemukan makan malamnya, mengais bahagia dalam kegelapan.

Cahaya rembulan menjadi perantara atas do'a-do'a nya.

Kepada Sang Pencipta, Allah Ta'ala.

“Terimakasih Allah...” gumam Hamzah sambil tersenyum, hatinya dipenuhi rasa syukur.

Setelah selesai dengan rokoknya, Hamzah menutup jendela kamar dengan hati-hati, seolah tidak ingin mengusik keheningan malam. Ia mengambil remote AC dan menyalakannya, berharap udara dingin dapat mendinginkan pikirannya yang mulai berkecamuk. Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam; rasa lapar mulai merayap ke dalam perutnya.

Suara perut Hamzah dan Robi bersatu dalam melodi kelaparan yang kompak. “Lapar aja lho, barengan,” celetuk Hamzah spontan saat mendengar suara perut Robi berbunyi.

“Iya ini, lapar banget aku,” jawab Robi sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Yasudah mendingan kita ikuti instruksi dari Mbah Dul; kalau ada apa-apa tinggal tekan tombol di dekat kasur,” sahut Hamzah sambil berjalan mendekati tempat tidur.

Ia celingukan mencari tombol yang dimaksud Mbah Dul. “Ini dimana tombolnya?” gumam Hamzah sambil terus mencari-cari dengan gelisah. Dalam kegelisahannya, Robi yang melihat Hamzah hanya tertawa, tanpa disangka, Robi sedari awal telah menemukan tombol tersebut dan menutupinya, Hamzah yang mengetahui hal tersebut seketika menampakkan ekspresi kesal.

Tanpa adanya perdebatan, Robi kemudian menekan tombol tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar yang membaurkan fokusnya.

Suara ketukan pintu yang lembut menggema di dalam kamar, memecah keheningan malam. "Tok tok tok," terdengar jelas, seolah mengundang rasa ingin tahu. Hamzah yang mendengar hal tersbut kemudian berdiri dan beranjak menuju pintu. Dengan rasa penasaran, ia membukanya dan mendapati seorang wanita paruh baya berdiri di depannya. Wajahnya ramah, meski ada kerutan di dahi yang menunjukkan kebijaksanaan dan pengalaman hidup.

“Ada apa mas?” tanya ibu tersebut dengan nada menyelidik, matanya meneliti sosok Hamzah yang tampak sedikit canggung.

“Hehehe, tidak ada apa-apa bu,” jawab Hamzah dengan senyum malu, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.

“Yasudah kalau begitu mas. Oh iya mas, mungkin ada yang bisa saya bantu?” sahutnya dengan nada hangat, seolah menawarkan bantuan tanpa pamrih.

Mendengar tawaran itu, Hamzah merasa sedikit tertekan. “Mmm, hehehe. Anu bu, kalau jadi begini bu...” Ia terbata-bata, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan niatnya.

“Mas Hamzah sama Mas Robi pasti lapar, iya kan?” potong ibu itu dengan tebakannya yang tepat.

“Hehehe, iya bu. Sebelumnya minta maaf bu...” Hamzah menjawab sungkan, merasa tidak enak telah mengganggu.

“Sudah mas, ayo Mas Hamzah dan Mas Robi segera siap-siap. Lalu ikut ibu, biar ibu antar,” ajak ibu dengan senyuman lebar yang membuat suasana semakin hangat.

“Iya bu, terimakasih banyak bu,” balas Hamzah penuh rasa syukur.

Dengan semangat baru, Hamzah bergegas mendekati Robi yang sedang duduk di sudut kamar. “Ayo Rob, kita makan malam dulu,” ajaknya. Robi yang sudah sangat lapar langsung mengangguk semangat. “Yuuukkk!” timpal Hamzah seketika beranjak dari duduknya.

Mereka berdua berjalan keluar kamar diikuti oleh ibu yang tersenyum lebar. “Yuk bu, kita sudah siap,” ucap Hamzah sambil menutup pintu kamar di belakangnya. Ibu itu melangkah memimpin mereka menuruni tangga utama menuju ruang tengah.

1
eterfall studio
keburu telatt
eterfall studio
menarik
Perla_Rose384
Aku tahu pasti thor punya banyak ide kreatif lagi!
Antromorphis: Hehehe, stay tune yha kk, masih banyak misteri di depan sana yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
yongobongo11:11
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
Antromorphis: Hehehe, terimakasih banyak kk, nantikan Bab selanjutnya yha, masih banyak misteri yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
Heulwen
Ngerti banget, bro!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!