WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu kamar
Bakti Shania untuk yang perdana, check ! nyiapin makan buat suami, kikiknya. Arka ikut keluar selepas shalat dari kamar untuk ikut makan malam bersama, tak etis rasanya jika ia tidak ikut bergabung, melihat setiap gerak gerik Shania yang ikut heboh dengan asisten rumah tangga dan bundanya membuatnya menarik kesimpulan, tak ada hari tanpa tawa dan keceriaan dari gadis ini, sebenarnya wajah cantik Shania apalagi jika sedang tertawa dan ceria begini adalah asupan nutrisi untuk mata dan hati. Arka tak sadar ada senyum tersungging darinya.
"Eh, pak Arka ikut keluar..Shania kira mau makan di kamar ?!" senyum manis Shania saat mata beningnya menangkap sosok Arka dengan wajah segar sehabis wudhu dan sholat. Arka dengan wajah lempengnya hanya mengangguk menanggapi Shania, ia menunduk hormat pada bunda.
"Sini Arka, kebetulan makan malam sudah siap !" bunda menyambut Arka untuk bergabung.
Ayah Shania baru saja keluar dari kamarnya juga usai shalat, ikut bergabung duduk.
Awalnya suasana canggung begitu terasa, tapi Arka tau, ia harus menerima semua ini dengan ikhlas.
"Pa, mungkin besok saya akan membawa Shania untuk pindah ke rumah saya, " ijinnya pada ayah Shania.
Ayah Shania tersenyum, "tidak usah seformal dan sekaku itu, Arka.." jawab ayah Shania. Shania mengulum bibirnya seperti mengejek mendengar pernyataan ayahnya, yang dibalas desisan Arka dari sampingnya.
"Iya yah, besok Arka ijin membawa Shania untuk tinggal di rumah Arka bersama ibu," ucapnya sedikit mengurai ketegangan.
Ayah Shania mengangguk, "ayah titip Shania ya, meskipun pernikahan kalian terdengar begitu instan dan terkesan seperti orang ta'aruf, tapi ayah sangat berharap kalian menjalaninya dengan ikhlas. Titip Shania, jaga anak ayah. Jika memang kamu tidak bisa menjaga dan menghargainya lagi, kembalikan saja pada ayah, " permintaan ini adalah permintaan seorang ayah.
Arka menghela nafasnya, ada rasa perih di tenggorokan dan dadanya. Amanat itu memang berat, apalagi jika keadaannya seperti ini, ia harus benar benar mengikhlaskan semuanya mulai hari ini.
Arka mengangguk, "insyaallah yah."
"Shania, jadilah istri yang baik. Hormati suamimu, jaga nama baiknya dimanapun kamu berada," seketika rasa haru menyeruak di dada ayah Shania. Keadaan meja makan tiba tiba menjadi hening.
Bunda tersenyum nanar pada Shania, "baik baik disana nak, Shania harus bersikap dewasa, udah ga ada bunda yang akan selalu mengingatkan. Harus bisa membawa diri, " bunda memeluk Shania yang ada di sampingnya.
Benar, tidak akan ada bundanya lagi yang akan selalu mengingatkannya, membangunkannya di pagi hari. Setiap hari dengan laki laki jutek ini ? Shania melirik Arka yang masih diam menyimak bunda dan ayahnya bicara dengan sesekali mengangguk, apakah hidupnya akan seperti di neraka ? melihat wajahnya saja garang seperti tokoh beast dalam beauty and the best, aummm !"
Tak ada obrolan lain selain wejangan di meja makan, hingga masuk ke dalam kamar.
Keduanya masuk ke dalam kamar, kini Shania menggaruk belakang telinganya, bingung..untuk saat ini tak mungkin mereka tidur satu ranjang.
"Ya sudah kamu tidur saja di atas, biar saya di bawah," ucap Arka menarik selimut. Arka lebih memilih tidur di bawah dan menggelar selimut sebagai alasnya. Shania mengangguk, ia hanya melihat aktivitas Arka yang merebahkan dirinya di lantai beralaskan selimut. Lalu gadis ini naik ke atas ranjangnya. Hening selama hampir 15 menit. Hingga Shania mengambil sikap.
"Pak, pak Arka, " gumamnya lirih.
"Hm, " jawab Arka menggumam. Shania cerewet mode on.
"Bapak belum tidur?" Shania memandang langit langit kamarnya yang ditempeli tempelan bintang, bulan glow in the dark.
"Belum, " jawabnya.
"Bapak ga bisa tidur karena ga enak ya, tidur di bawah ?" tanya Shania lagi khawatir plus merasa tak enak hati.
"Menurut kamu ? sudah tidur sana, saya juga sedang mencoba tidur, " Arka membalikkan badannya membelakangi Shania, jangankan terpejam matanya malah semakin terjaga. Shania mendengus, formal banget bahasanya. Kaya lagi ngomong sama operator bank.
"Pak, kalau bapak mau diatas ga apa apa deh. Tapi bapak janji jangan lewatin batasnya, Shania kasih guling buat batas," Shania melongok ke arah Arka yang ternyata belum tertidur, are you crazy ? tidur ? mana bisa ?!
"Tidak usah, terimakasih..kamu cepat tidur nanti terlambat ke sekolah," jawab Arka.
"Shania juga belum bisa tidur, pak. Apa main dulu game kali ya, biar ngantuk !" seru Shania bangun hendak mengambil ponselnya. Arka langsung berbalik badan dan ikut bangun, ia melirik jam di dinding.
"Astaga Shania ! ini sudah jam 10 malam, kamu biasa tidur jam berapa memangnya ?" sengit Arka bertanya.
"Shania punya insomnia pak, jadi ga bisa tidur kalo ga main game dulu. Itu pun paling cepet jam 1 malem, " jawab Shania segera meraih ponselnya. Tapi baru saja menscroll ponselnya ke icon game, Arka merebut ponselnya kasar, membuat Shania tak terima.
"Ih ! kenapa diambil ?!!" bibirnya mengerucut seperti donal bebek.
"Mulai saat ini kamu harus tidur tepat waktu, jam 10 itu sudah paling telat, pantas saja kamu siswa langganan buku pelanggaran, kebanyakan kasusmu itu terlambat, " ucap Arka, memang gaya bicaranya ini selalu tegas, lugas dan padat, tak ada kata toleransi dalam setiap titahnya. Tapi inilah daya tariknya, bukannya mendengar Shania malah terfokus pada rahang tegas Arka yang bikin galfok.
Oh my Sha ! umpatnya. Seindah inikah jatuh cinta, dimarahi saja rasanya kaya lagi dipeduliin.
Arka menaruh ponsel Shania di dalam laci meja belajarnya.
"Tapi Shania ga bisa tidur cepet pak, " wajahnya mengerut, ia melipat kedua kakinya bersila.
"Kamu sering tidur siang ?" tanya Arka, Shania mengingat ingat.
"Jarang, " jawab Shania.
"Kalau bisa jangan biasakan tidur siang terlampau lama, kamu bisa cari cara untuk membuatmu mengantuk, misalnya minum susu hangat, belajar, membaca, " usul Arka.
Shania hanya menggidikan bahunya, terdengar seperti sesuatu yang membosankan.
"Mulai biasakan tidur awal," tambah Arka mewanti wanti, Shania mengerucutkan bibirnya.
Arka mencari buku kimia di meja belajar gadis ini lalu menyerahkannya berikut membukakan halaman yang harus ia baca.
"Nih, baca ! kan lumayan biar besok bisa menyimak dengan benar, bukan so tau tapi tak tau apa apa !" wajah Shania makin masam, tapi ada seulas senyum Arka tipis, sangat tipis sampai Shania tak dapat melihatnya.
Bila dilihat wajah Shania menggemaskan, mau tak mau Shania meraihnya dan membacanya, padahal kapan gadis ini mau membaca buku pelajaran, mungkin sudah terjadi hujan angin dan badai di luar sana.
Melihat huruf dan simbol saja matanya sudah penat.
"Pak, dongeng aja lah pak !" pinta Shania.
"Kamu bukan anak bocah 4 tahun, Shania, " cibir Arka.
"Otak Shania udah pada pulang kerja, ga mungkin bisa mikir ! atau nyerna kata kata ini, " jawab Shania.
"Ngaco ! shuttt, ga usah berisik, baca saja. Saya tidur duluan !" Arka kembali merebahkan badannya berlainan arah seraya menggelengkan kepalanya.
Suka tak suka, enak tak enak akhirnya Shania menelannya. Hingga tak terasa kepalanya yang menjadi pusing dan matanya yang lelah membuatnya terpejam, tak tau sudah membaca sampai mana, ataupun pukul berapa ia tertidur. Yang jelas ia sudah tak tau sedang berada di kota mana saat ini.
Arka sedikit terusik karena dingin dan kerasnya lantai. Ia melirik ke ranjang, ternyata Shania sudah terlelap dengan buku di tangannya dan mulut yang sedikit terbuka.
Ia tertawa tanpa suara, "jam 2, " gumamnya.
Tanpa sadar Arka kembali memandangi wajah Shania yang terlelap, bibir terbuka yang cerewet jika ia terbangun tanpa bisa di rem saat bicara.
.
.
.
.