Desya yang terlahir dari keluarga sederhana ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang dimana lelaki itu inti dari permasalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veli2004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman
"Bagaimana dengan anak saya, dia baik ke kamu kan sayang? " Tanya mertuaku.
Aku mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan mertuaku namun, faktanya tidak seperti yang ia bayangkan tentang rumah tangga kami yang ibarat kata tiap hari ada saja pertengkaran dan kejadian yang hampir merenggut nyawaku.
"Kita turun ke lantai bawah saja" ucapnya lalu bangkit.
Aku mengekor dibelakang wanita itu yang menjadi mertuaku, sambil menuruni anak tangga yang sangat melelahkan aku melihat kebawah banyak sekali pelayan yang sibuk dan juga beberapa pria yang menjadi penjaga rumah besar Evan.
"Ini minuman anda" ucap seorang pelayan dengan meletakkan dua gelas jus segar dihadapan kami.
Mertuaku langsung meminumnya hingga tersisa setengah dari gelas itu.
"Desya, Mamah ingin sekali secepatnya mempunyai cucu" ucap mertuaku dengan senyuman.
Seketika membuatku terkejut bahkan, jus yang baru kutelan nyaris keluar kembali alhasil aku tersedak.
Uhuk Uhuk Uhuk....
Aku bergegas untuk minum lagi sampai jus itu habis hingga tenggorokanku tenang seperti semula.
"Apa, cucu? "jawabku dengan suara yang lantang.
Semua orang yang berada tak jauh dari kami, mereka menatap kearahku dengan wajah bingung.
" Iyah cucu, kenapa kau terkejut Desya sayang" ucap mertuaku lagi.
Itu membuatku sangat malu, jangankan untuk memberi cucu bahkan aku tidak berani untuk menyentuh tubuh putranya jikalau bukan dari putranya sendiri yang menyentuhku duluan.
"Aku akan usahakan Mah" jawabku tanpa basa basi.
"Apa Mamah akan bermalam? " tanyaku penasaran.
Wanita itu mengangguk, sontak saja membuatku seperti orang yang putus asa. Dia sama sekali tidak pernah bermalam saat berkunjung kerumah kami.
"Kenapa Mamah nggak mau bermalam disini, apa Evan melarang? ".
" Tidak, hanya saja Mamah banyak sekali pekerjaan dirumah yang masih harus dikerjakan" jawabnya dengan suara pelan.
Aku mengangguk tanda mengiyakan jawaban dari mertuaku, ingin sekali aku bercerita tentang kejadian yang menimpaku selama aku menjadi istri dari putranya.
"Ini ambilah" ucap mertuaku sembari memberikan aku sebuah tas baru berwarna hitam dengan berhiaskan emas di depan tas itu.
”Sialan, kenapa selalu begini. Aku kan nggak enak kalau terus-terusan dikasih” batinku kesal.
Walaupun sebenarnya aku ingin menolak karena sedari dulu aku tak suka bila ada seseorang memberikan sesuatu kepadaku yang berupa apapun itu.
Aku mengambil tas itu lalu melihatnya dengan seksama, cantik sekali ada harga ada kualitas.
"Pasti mahal kan Mah? " tanya ku.
"Tidak, harganya cuman 500 juta" jawabnya.
"Apa!!!! " teriakku kaget.
Bahkan semua orang yang berada dirumah itu langsung menatapku dengan heran bukan hanya mereka bahkan Evan yang tengah berdiri sangat jauh dariku dia menatapku juga dengan tatapan dinginnya.
"Ini mahal sekali Mah, aku nggak bisa nerima. Jujur saja aku nggak pernah memakai barang mahal seperti ini" ucapku khawatir.
Memang, awal kehidupanku yah walaupun di area tempat kami tinggal terbilang keluargaku disana cukup berada dan dipandang oleh orang sekitar, namun aku sama sekali tidak pernah memakai barang yang mahal. Aku selalu memakai barang yang harganya hanya sampai 500 ribu.
"Desya sayang, Mamah memberikanmu ini tanpa imbalan apapun dan juga karna Mamah pengen kamu memakai barang pemberian dari Mamah" balasnya.
"Terima saja" timpal Evan dengan menatapku.
”Sialan, tatapan itu lagi” umpat ku dalam hati.
"Tuhkan suami kamu juga setuju, diterima yah " ucap mertuaku lagi yang membuatku tak nyaman.
Aku hanya mengangguk saja mendengar perkataannya, namun dalam hati tidak seperti yang ia bayangkan aku sama sekali tidak suka bila dilebih-lebihkan.
"Baiklah kalau begitu Mamah kesini hanya ingin melihat keadaanmu, dan jangan lupa seperti yang Mamah katakan tadi" ucapnya lalu bangkit dari tempat duduk nya.
"Terima kasih Mah" ucapku lalu memeluk erat tubuh mertuaku.
Dia mengangguk, seketika itu para pria lainnya bergegas membukakan pintu untuknya, setelah ia masuk mobil itu segera meninggalkan rumah Evan.
"Huftttt" aku menghela nafasku, sunggu berat rasanya hidup ini apalagi jikalau bertemu dengan mertuaku dia selalu membawakan apapun itu untukku.
Ku ambil tas itu, sangat cantik sekali aku baru kali ini memegang tas mahal apalagi ini sudah menjadi milikku rasanya senang namun, dihatiku tidak sesenang itu karena aku tahu aku hanya anak yang terlahir dari keluarga biasa saja tidak seperti keluarga Evan maka dari itu aku tidak mau jikalau mertuaku memberikanku barang mahal seperti ini, takut jikalau suatu saat mereka akan menghinaku dan mengungkit apa yang telah mereka berikan.
Aku berjalan masuk ke kamar, tas itu ku letakkan diatas meja riasku.
"Ughhhh" gumamku saat tubuhku terhantam kasur yang sangat empuk.
Rasanya hari ini sangat capek sekali, bahkan tubuhku lemas untunglah aku sudah tak mual lagi seperti awal.
"Desya" teriak seseorang dari luar.
Aku langsung bangkit dari rebahan ku, lalu duduk di atas kasur. Seorang lelaki berjalan kearahku dia tak lain adalah Evan.
"Apa? " Tanyaku saat ia telah sampai di hadapanku.
Tangannya tiba-tiba memegang kedua pipiku dengan kasar, rasanya sakit apalagi jari-jarinya menusuk kedalam pipiku.
"Jangan sekali-kali mengadu apapun yang telah aku lakukan terhadapmu kepada Ibuku kalau tidak hidupmu berakhir ditanganku Desya" ancam nya dengan tatapan dingin.
Aku sangat takut melihat kedua matanya bahkan raut wajahnya yang seketika berubah seperti bukan Evan, dia seperti orang lain.
Aku mengangguk nurut, kemudian dia melepaskan tangannya dari pipiku.
Rasa sakit dipipiku sangat terasa, dia memegang pipiku dengan kasar memakai kekuatan bahkan untuk menggerakan mulutku rasanya sakit sekali.
Kulihat wajahku di cermin, sebuah memar dibagian kedua pipiku aku memegangnya begitu kejamnya dia kepadaku bahkan dia tidak peduli dengan tubuhku yang lemah.
"Aku hanya seorang wanita yang lemah, bahkan saat kamu mempermainkanku seperti boneka aku hanya diam. Kamu menindas ku aku diam" gumamku dalam kesendirian.
Air mata itu tiba-tiba jatuh dari mataku hingga membasahi kedua pipiku. Rasanya aku ingin sekali bila mengakhiri hidupku jika mengingat tentang apa yang dia telah lakukan saat aku menjadi istrinya.
"Aku ingin pulang Mah" ucapku terisak .
Tangisanku memecah keheningan di dalam kamar, aku memegang erat meja rias begitupun fikiranku yang terus berkecamuk.
Otakku rasanya akan mati, hatiku hancur apalagi melihat dirinya bersama dengan wanita lain yang ia nyatakan sebagai kekasihnya itu.
"Sialan! sialan kamu Evan, lelaki kejam yang nggak punya perasaan sama sekali" umpat ku kesal.
Jika melihat wanita itu rasanya tangan ini ingin sekali membunuhnya hingga tak bernyawa, rasanya kesal saat melihatnya seperti ingin menghancurkan wajahnya.
Hikss Hikss Hikss...
Tangisanku pecah kembali, mungkin lebih dari sejam aku menangis sampai kedua mataku bengkak hingga dibagian bawah mataku berwarna merah, perih sekali.
Dua jam aku menangis, akhirnya aku berhenti saat sudah merasa lega dan juga fikiranku terasa lebih ringan dari sebelumnya.