Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Interogasi
Tristan menatap tajam ke arah Ares. Entah mengapa pemuda itu seperti mengganggu sampai ia ingin menemuinya. Dilihat dari dekat, pemuda itu memang lumayan menarik. Kalau dia kaya, mungkin ceritanya akan jauh berbeda.
"Ada perlu apa mencari saya?" tanya Ares.
Tristan menghela napas. Ia mengambil cangkir minumannya dan meneguknya.
"To the point saja ... Apa ... Hari ini kamu bertemu dengan Ralina?" tanyanya.
Ares menggeleng. Ia tidak mengira lelaki di hadapannya itu akan menanyakan tentang Ralina. Rasa sakit hatinya seperti kembali digali. Susah payah ia memaksakan diri untuk tidur semalam setelah ditinggal menikah oleh pacar tanpa kata putus lebih dulu.
"Apa dia menghubungimu?"
Ares semakin kesal mendapat pertanyaan semacam itu. Ia seperti sedang diinterogasi atas kejahatan yang diperbuatnya. Ranah pribadinya terganggu.
"Kenapa Anda tidak menanyakannya langsung padanya? Kenapa bertanya kepada saya?" Nada bicara Ares berubah ketus.
Ares sangat tidak menyukai lelaki di hadapannya. Seolah lelaki itu ingin pamer karena berhasil menikahi pacarnya.
"Oh, kamu bisa marah juga?" Tristan sedikit terkejut mendengar nada bicara yang meninggi itu. Ia kembali meminum kopinya.
"Baiklah, kita tidak perlu berpura-pura bodoh dengan kejadian semalam. Pernikahan kami memang bukan sesuatu yang direncanakan. Ada alasan yang membuat hal itu terjadi."
"Anda tidak perlu menjelaskannya kepada saya," tepis Ares.
Ia sangat ingin pergi dari sana. Mendengarkan pembahasan tentang Ralina hanya membuatnya merasa semakin sakit hati.
"Jelas ini perlu!"
"Bukankah kalian berpacaran?"
Ares terkejut mendengarnya. Tenyata lelaki itu tahu tentang hubungan yang mereka sembunyikan. Ia langsung terdiam dan tidak menyangkal.
"Aku yakin nanti dia akan menemuimu."
"Tapi aku harap kamu tidak mempengaruhinya."
"Bagaimanapun juga, pernikahan itu sudah keputusannya."
"Jadi sekarang, dia adalah istriku yang sah. Kamu paham kan, maksudku?"
Tristan melihat lawan bicaranya yang tertunduk tak memberikan respon perkataannya.
"Kalau kamu menyayanginya, tentu kamu tahu apa keputusan yang paling tepat."
"Bukan maksudku ingin merendahkan, tapi kamu tidak ada kemampuan untuk melindungi atau membahagiakannya."
Kata-katanya memang benar, tapi tetap terdengar menyakitkan untuk Ares. Sebanyak apapun pekerjaan yang ia lakukan ternyata tidak bisa membuatnya kaya dan setara dengan Ralina.
Bahkan semenderitanya Ralina masih bisa tinggal di rumah yang besar, bisa membawa mobilnya sendiri. Sementara, jika ia tidak bekerja, keluarganya mungkin akan mati kelaparan. Adik-adiknya akan putus sekolah. Orang seperti dirinya tidak bisa bermimpi untuk menjadi pasangan Ralina.
"Dia sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba ada dan serba mudah. Tidak mungkin dia mampu menyesuaikan dengan kehidupanmu."
"Jadi, lebih baik kamu fokus belajar dan bekerja untuk kebahagiaan dirimu sendiri."
selama ini Ralina tidak pernah membahas tentang strata sosial di hadapan Ares. Wanita itu hanya selalu memberi semangat dan kepercayaan yang membuatnya selalu yakin pada dirinya sendiri. Ia yakin bisa sukses dan membahagiakan Ralina.
"Ralina akan menjadi tanggung jawabku mulai saat ini."
"Aku yang akan melindungi dan membahagiakannya. Tidak ada yang akan menyakitinya sekalipun itu keluarganya."
Ares jadi berpikir, selama ini Ralina sudah cukup menderita di keluarganya. Sementara, ia tidak bisa membelanya sama sekali. Tristan memberika. Pilihan yang sangat realistis meskipun sangat melukai hatinya.
Yang bisa melindungi Ralina adalah orang yang punya uang dan kekuasaan yang lebih tinggi. Tentunya orang itu bukanlah dirinya.
"Apa Anda sudah selesai bicara?" tanya Ares. Ia tetap berusaha bersikap tenang meskipun hatinya pedih.
Tristan merasa tertantang dengan sikap lancangnya. "Kalau kamu sudah paham, berarti sudah selesai."
"Anda tenang saja. Saya paham apa yang harus saya lakukan. Anda meminta saya untuk menjauhi Ralina, kan?"
Tristan tersenyum mendengar ucapan Ares barusan. Artinya pemuda itu sudah memahami apa yang diinginkannya.
"Kalau begitu, saya akan kembali bekerja," pamit Ares tanpa berbicara panjang lebar. Ia pergi dari sana begitu saja.
Tristan masih terdiam di tempatnya. Baru kali ini ia merasa resah bersaing dengan orang lain. Ia tidak yakin jika istrinya dan pemuda itu akan mau menuruti kemauannya.
"Apa Anda sudah selesai, Pak?" tanya Hansan.
Ia kembali menghampiri bosnya setelah melihat Ares pergi.
Tristan mengangguk. "Sekarang giliranmu yang duduk!" perintahnya.
Hansan menurut. Ia duduk di tempat yang tadi Ares duduki.
"Apa sudah ada kabar tentang Karina?"
Hansan menggeleng. "Hamin belum menghubungi lagi, Pak. Dia masih berusaha mencari."
"Katanya tidak ada data-data penumpang atas nama Karina dari semua jadwal penerbangan luar negeri kemarin sampai siang ini. Kereta, kapal, bis, dan penerbangan domestik juga tidak ada datanya."
"Jadi, kemungkinan Nona Karina masih ada di kota ini."
Tristan masih memikirkan kemungkinan tentang keberadaan Karina. Wanita itu suka kebebasan. Pasti akan sangat mudah menemukannya jika menang masih berada di satu kota. Apalagi ia sudah meminta Hamin untuk menyebar anak buahnya demi menemukan keberadaan Karina.
"Bagaimana kalau dia memakai identitas orang lain?"
"Ah, itu mungkin saja, Pak. Tapi akan sulit jika menggunakannya untuk penerbangan apalagi tujuan luar negeri. Kecuali jika ada yang membantunya."
Pikiran Tristan jadi terbuka. Jangan-jangan memang ada orang yang sengaja membantu Karina kabur.
Ia mengingat kembali teman-teman Karina yang datang malam itu. Semua tampak terkejut seolah tidak mengetahui jika Karina kabur.
Ia jadi memikirkan siapa yang membuat Karina bisa kabur. Tidak mungkin jika Karina berhasil kabur sendiri.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"
klo g kabur masa iya tristan rela jd suami karina yg urak an demi mnjaga ralina udah dikuras uagnya msih korban raga pdhl udah menyadari klo suka sama ralina... buang " ttenagadan harta tristan
ralina kabur kemana nih
iklaskn ralina yg sudah di incar trintan dr kecil
ralina d culik jga sma karina apa ya? duuhhh ko jd ngilang2 kmna lgi ralin...,,