Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Gue mah bodo amat! Sekalipun lo meninggoy gue gak peduli," ucap Naura sambil menatap ke arahnya.
Namun, saat Naura melihat wajahnya yang lebam dan luka di bagian bib1r Revandra, dia menjadi kasihan.
"Ya ampun, luka lo lumayan juga ya," Naura jadi khawatir.
"Cih, kenapa kau peduli? Bukankah kau bilang gak peduli?" tanyanya menyunggingkan senyum.
"Luka lo udah di obatin?" tanyaku.
"Aku gak butuh obat. Ini cuma luka kecil, aku udah biasa. Nanti juga bakal sembuh sendiri," jawabnya.
Naura mendekati Revandra lalu sengaja memencet sedikit lebam yang berwarna keunguan di pipinya. Lantas Revandra pun merasa kesakitan.
Ahhh
"Apa yang kau lakukan?" tanya Revandra dengan sedikit membentak.
"Sakit ya?" Naura malah bertanya.
"Ya jelas sakit, kenapa malah di pencet sih?" Revandra tampak sedikit marah.
"Ya maaf," ucapku.
"Gue kira lo gak bisa ngerasain sakit maka nya gak di obati," ucapku.
"Hmm, ya udah lo jangan kemana-mana ya! Gue mau ngambil kotak P3K dulu buat ngobatin luka lo," Naura pun segera mencari kotak P3K.
Naura mencarinya di berbagai ruangan tapi tak kunjung ketemu. Sudah cukup lama ia mencari tapi tetap tidak ketemu.
"Mana ya?" Naura terus mencari.
"Cari apa non?" tanya bi Mutia.
"Kotak P3K dimana ya bi?" tanyaku.
"Kotak P3K? Tunggu saya ambilkan dulu ya non," bi Mutia segera mengambilnya.
"Ini," bi Mutia memberikan kotak P3K itu kepadaku.
"Untung aja bibi tau,"
"Emang buat siapa non?"
"Buat bang Revandra! Udah ya bi, aku mau ke atas dulu," Naura segera naik ke lantai atas.
Naura masuk ke dalam kamar Revandra. Ini adalah pertama kalinya dia masuk ke kamar Revandra. Ternyata kamarnya sangat bagus dan modern. Kamarnya sangat luas dan penataanya sangat rapi.
"Wah, dia punya selera yang tinggi! Aku kira biasa saja, tapi sungguh di luar dugaan," batinnya saat pertama kali masuk ke kamar Revandra.
Namun saat dia masuk, Revandra malah tidak ada.
"Si Revandra kemana lagi sih?"
"Bang Revandra!!" panggilnya.
"Bang Revandra!!" panggilnya lagi.
"Bang-
"Kenapa berteriak-teriak?" tanya Revandra yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Saat Naura berbalik, matanya langsung melotot tajam karena Revandra hanya mengenakan handuk di pinggang dan bertel4njang dada dengan rambut yang basah.
Naura juga melihat otot-otot tubuh yang sangat atletis dan roti sobek yang sangat sexy.
"Gila, padahal ini bukan pertama kalinya gue ngeliat tubuhnya. Tapi kenapa gue kayak terhipnotis gini sih?" batinnya sambil menelan salivanya.
Naura mencoba menyadarkan dirinya yang tengah kehilangan fokus gara-gara Revandra.
"Huh, gue kira lo kabur karena gak mau di obati," ucap Naura.
Revandra berjalan mendekati Naura membuat Naura mundur ke belakang beberapa langkah.
Revandra melangkah pergi mengambil bajunya di lemari. Saat Naura berbalik, dia kembali di buat terkejut karena Revandra lagi ganti baju. Dia langsung kembali ke posisi semula.
"Ya ampun, bisa-bisanya dia ganti baju di situ? Gak sopan banget sih?" batinnya kesal.
"Emangnya di kamar segede ini gak ada ruang ganti apa? Harus banget di situ gantinya?" batinnya heran.
"Untung dia gak ngadep depan, kalau gak bisa-bisa mata gue ternodai," batinnya.
Setelah selesai ganti baju, Revandra duduk di pinggir kasurnya.
"Kemarilah dan obati aku," pintahnya.
Naura berbalik membawa P3K dan langsung menyerahkan kotak itu pada Revandra.
"Lo bisa obati sendiri kan?"
"Bukankah kamu yang menawarkan diri duluan? Kenapa malah menyuruhku untuk mengobatinya sendiri?" tanyanya.
"Hah, benar juga! Kenapa sih sama aku? Ngapain juga aku malah nawarin buat ngobatin lukanya?" batinnya frustasi.
Naura berdiri di depannya lalu membuka kotak yang berisi perban dan obat-obatan lainnya. Dia mengobati luka di ujung bib1rnya. Naira lalu duduk di sampingnya lalu mulai mengobati lukanya dengan hati-hati dan lembut.
"Apakah perih?" tanya Naura.
"Tidak,"
Naura di buat agak kurang nyaman karena Revandra terus menatapnya dari tadi. Hal itu membuat Naura menghentikan kegiatannya.
"Kenapa berhenti?" tanya Revandra.
"Bisa gak sih, gak usah liatin gue kayak gitu?" tanya Naura.
"Yang ada di hadapanku adalah kamu. Aku punya mata yang masih bisa melihat jelas, jadi kenapa kamu marah saat aku menatapmu?"
"Astaga, Naura lo kenapa sih? Dia ngeliatin gue kan karena dia punya mata," batinnya.
Naura pun melanjutkannya hingga semua luka di obati dengan baik. Namun, matanya tertuju pada bib1r sexy Revandra. Naura pun menyadarkan dirinya dan terus fokus.
"Selesai," ucapku sambil kembali merapikan dan menutup kotak P3K.
"Kalau gitu gue pergi ya," saat Naura handak pergi, tangannya langsung di tarik ke pangkuan Revandra.
"Tunggu sebentar," ucapnya.
"Apa yang mau lo lakuin?" tanya Naura curiga.
"Lepasin gue," Naura mencoba melepaskan diri dari Revandra.
"Gawat nih, gue kejebak di kandangnya lagi," batinnya panik.
"Revandra, jangan macam-macam ya," ucapku was-was.
"Kau tenang saja, aku tidak akan berbuat lebih padamu! Aku hanya butuh satu kecvpan,"
"Apa? Enggak, kenapa lo selalu manfaatin gue sih?" tanyaku kesal.
"Hah, aku suka penolakan darimu! Semakin kau menolak, semakin aku bertindak,"
"Apa maksud lo?"
Revandra menarik tengkuk leh3rku dan meraih bib1rku. Dia mencivmku dengan lembut dan lebih baik dari sebelumnya. Aku hanya bisa pasrah dengan apa yang di lakukannya karena aku sendiri yang membuat ini terjadi. Seharusnya aku tidak udah dekat-dekat dengannya tapi entah kenapa aku malah semakin dekat dengannya.
"Tidak ada perlawanan darinya, ini bagus," Revandra segera melepaskan tautannya.
"Kau begitu menikmatinya juga ya?" tanya Revandra.
Naura langsung berdiri menjauh dari Revandra. Naura tampak lebih malu dari sebelumnya.
"Awas aja ya lo," ancam Naura lalu dia segera keluar dari kandang serigala.
Naura berjalan dengan cepat menuju ruang makan. Dia duduk dan meletakkan kotaknya di atas meja makan.
"Astaga, kenapa selalu begini sih?" aku merasa kesal.
"Di Revandra juga sering banget ngambil kesempatan dalam kesempitan,"
"Dasar cowok mesvm,"
"Mulai sekarang gue harus jauh-jauh dan harus lebih hati-hati sama tuh orang! Bisa-bisa dia ngelakuin hal di luar dugaan," ucapku.
Dia pun masuk ke kamarnya untuk mengambil ponsel yang masih mengisi data di atas nakas samping tempat tidurnya.
Saat membuka ponsel, ternyata banyak panggilan tak terjawab.
"Loh, pak Didi ngapain nelpon?" tanyaku heran.
"Perasaan hari ini kagak ada kelas?" aku semakin heran.
Pak Didi kembali nelpon dan kali ini aku mengangkatnya. Pak Didi adalah dosen di kelasku.
"Halo Naura,"
"Iya pak, ada apa ya kok tumben nelpon? Hari ini kan gak ada kelas?"
"Ini soal guru pembimbing buat kamu! Bapak adalah kenalan yang bisa bantu kamu nyelesain skripsi, kamu mau gak?"
"Hmm, nanti deh pak, saya pikirin dulu! Soalnya takutnya kayak sebelum-sebelumnya,"
"Oh ya udah, kalau kamu mau segera kasih tau bapak ya,"
"Oke pak,"